NovelToon NovelToon
Jodoh Ke-2 Penyempurna Hidup

Jodoh Ke-2 Penyempurna Hidup

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Wanita Karir / Romansa
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Mutiah Azzqa

Mia Maulida seorang wanita berusia 36 tahun dengan dua orang anak yang beranjak remaja menjalankan multi peran sebagai orangtua, isteri dan perempuan bekerja, entahlah lelah yang dirasa menjalankan perannya terbersit penyesalan dalam hati kenapa dirinya dulu memutuskan menikah muda yang menjadikan dunianya kini terasa begitu sempit, Astaghfirullahal'adzim..lirihnya memohon ampun kepadaNYA seraya berdoa dalam hati semoga ada kebaikan dan hikmah yang dirasakan di masa depan, kalaupun bukan untuknya mungkin untuk anak anaknya kelak.

Muhammad Harris Pratama seorang pengusaha muda sukses yang menikah dengan perempuan cantik bernama Vivi Andriani tujuh tahun lalu, nyatanya kini merasakan hampa karena belum mendapatkan keturunan. Di saat kehampaan yang dialaminya, tak disangka semesta mempertemukan kembali dengan perempuan cantik berwajah bening nan teduh yang dikaguminya di masa putih abu-abu. Terbersit tanya kenapa dipertemukan saat sudah memilki kehidupan dengan pasangan masing-masing?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutiah Azzqa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

Akhirnya Mia tiba di rumah saat petang menjelang Maghrib karena ia sebelum pulang ke rumah terlebih dahulu mampir membeli lauk pendamping nasi untuk makan malam suami dan anak-anaknya, Mia yang merasa sangat lelah setelah pulang bekerja hari ini ingin sekali tidak lagi harus memasak sesampainya di rumah, dan ia memilih membeli ayam bakar, tahu, tempe dengan sambal dan lalapan di warung tenda pinggir jalan.

Setelah selesai membersihkan diri, dan sholat Maghrib ia sudah ada di meja makan bersama anak-anaknya. Sang suami yang baru keluar dari kamarnya merasa heran melihat makanan yang ada di meja makan, kenapa isterinya membeli makanan di luar yang sudah pasti menurutnya lebih boros ketimbang masak sendiri.

"Mama lagi banyak duit ya? Tumben beli makanan di luar.." Andi yang heran merasa perlu bertanya.

Tapi Mia sedikit sensitif menjawabnya dengan nada ketus mungkin karena lelah, "kenapa, papa keberatan?! Nggak boleh ya mama sekali saja nggak masak setelah seharian capek bekerja?!"

Sepertinya kondisi badan yang belum terlalu fit ditambah lagi rasa lelah yang mendera membuat hatinya begitu sensitif mudah tersinggung dan langsung matanya mengembun.

Andi sudah membuka mulutnya untuk bersuara tapi..

"Kakak sama adek makan duluan ya, kalau sudah selesai langsung diberesin" Mia langsung bangkit dari kursinya dan menuju kamarnya, suami dan kedua anaknya saling menatap terdiam.

Andi menghela nafas panjang, berfikir apa mungkin ia salah bicara sama isterinya? Sepertinya Mia salah faham tentang pertanyaannya tadi.

Meskipun begitu, Andi yang memang tidak peka dengan perasaan isterinya memilih diam saja tidak menyusul isterinya untuk meminta maaf dan membujuknya kembali ke meja makan. Andi mengajak anak-anaknya untuk memulai makan malam, fikirnya Mia salah faham dan lagi emosi makanya ia memberi ruang kepada isterinya untuk sendiri dulu sebelum nanti ia menjelaskan maksud pertanyaannya tadi.

Sedangkan di kamar Mia merebahkan tubuhnya di kasur, dan tanpa bisa dicegah air matanya luruh begitu saja membasahi pipinya. Suaminya seolah tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti kondisinya saat ini, ia yang kemarin sakit nggak enak badan sampai harus tidak masuk kerja, bisa-bisanya diprotes kenapa beli makanan di luar yang seharusnya bisa berhemat dengan masak sendiri saja, begitu pasti maksud dari pertanyaan suaminya. Lagi-lagi ia merasa tidak layak mendapat perhatian dari suaminya sebagaimana mestinya seorang isteri diperlakukan seperti para isteri beruntung di luar sana.

Mia merasa menjadi orang yang paling tidak berharga di mata suaminya sendiri, bahkan untuk mendapatkan perhatian kecil saja ia seperti tidak berhak mendapatkannya, seperti tidak boleh menikmati waktu santainya sejenak setelah lelah seharian bekerja, apa ia tidak boleh mengistirahatkan badannya yang lelah? Apa ia harus selalu mengerjakan tugas-tugas rumah tangga tanpa henti? ia seperti diperas tenaga dan fikirannya, sebenarnya ia seorang isteri atau seorang asisten rumah tangga? atau lebih parahnya apa ia seorang hamba sahaya yang harus siap sedia apapun perintah dan permintaan tuannya?!

Mia tidak meminta dimanjakan oleh suaminya dengan materi, karena ia tahu seberapa besar gaji suaminya.

Mia rela membantu suaminya dari awal menikah bekerja di luar rumah untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya, meninggalkan bayinya yang masih membutuhkannya, meskipun rasanya begitu berat karena merasa menjadi Ibu yang paling tega.

Mia menghela nafas panjang, merasa jiwa dan raganya begitu lelah, dalam hatinya ingin merasakan tenang dengan istirahat dan tidur adalah jalan keluarnya untuk menghilangkan penat di kepalanya. Tapi sebelum ia benar-benar tertidur, Zayan mengetuk pintu dan memanggilnya "Ma..aku boleh masuk nggak?

"Ehm..Masuk aja dek.."Mia menjawab sambil menghapus sisa-sisa air mata di pipinya.

Zayan berdiri di ambang pintu kamarnya, seraya memperhatikan mata sang mama yang sembap lalu berjalan pelan masuk, "Mama makan dulu, nanti sakit lagi kalau nggak makan" ucap Zayan sambil meraih tangan mamanya yang masih rebahan.

Mia tersenyum ke arah Zayan, mengangguk "Mama mau istirahat dulu dek, ngantuk pingin tidur satu jam aja nanti bangunin ya.. mama belum sholat Isya"

Akhirnya Zayan keluar dari kamar mamanya dan menghampiri Andi,

"Mama ngantuk mau tidur dulu katanya pa.." Andi mengangguk lalu ia berniat ke depan teras rumahnya untuk merokok sebentar.

Zahra yang lagi nonton TV ikut menimpali, "gara-gara papa tuh mama jadi marah kan.., tanggung jawab. makanya jangan asal ngomong" ucap Zahra pelan kepada papanya.

Setelah dua jam lebih Mia tertidur, ia bangun dengan sendirinya tanpa dibangunkan dan keluar dari kamarnya dengan kepala yang masih merasa pening, rumahnya terasa sepi karena anak-anaknya sudah masuk ke kamar masing-masing, ia menuju dapur untuk mengambil air putih hangat dan ada suaminya lagi duduk menunggu cuciannya, tapi Mia mengabaikannya tak menyapanya.

Mia merasakan perutnya yang terasa perih karena lapar, terakhir ia makan di kantor saat jam istirahat siang dan belum diisi lagi dengan apapun sampai malam wajar saja terasa perih, ia mengambil piring dan mengisinya dengan nasi dan lauk yang ternyata masih ada bukan bekas atau sisaan tapi memang sengaja dipisahkan dari awal oleh Andi untuk isterinya.

Mia makan dalam keheningan, walaupun kehilangan nafsu makannya tapi ia harus tetap makan demi ketahanan tubuhnya, siapa yang akan peduli terhadap kesehatan dirinya kalau bukan diri sendiri, ia yang harus selalu menjaga dan menyayangi tubuhnya sendiri. Tak usah berharap disayang atau diperhatikan oleh siapapun, meski itu orang terdekatnya sendiri.

Mia berusaha menyelesaikan makannya dengan secepat mungkin, walaupun tidak ada rasanya terasa hambar. Tak ingin berlama-lama ada di dekat suaminya, entahlah hatinya masih terasa sangat dongkol kepada suaminya. Mia langsung meminum banyak air putih setelah menelan makanannya di suapan terakhir dengan susah payah, mencuci piring dan tangannya di wastafel lalu berniat langsung ke kamar mandi untuk mengambil wudhu lalu sholat Isya.

Mia tak mengeluarkan satu patah katapun kepada suaminya padahal ia bolak balik melewati suaminya, pun dengan sang suami Andi juga sama diam saja seperti tidak punya rasa bersalah kepada isterinya. Alhasil mereka diam-diaman seperti perang dingin.

Andi yang sudah selesai dengan urusan cuci mencucinya berjalan menuju kamar mandi, mengambil wudhu melaksanakan kewajiban empat raka'atnya di dalam kamarnya sebelum ia berniat tidur. Setelah selesai dengan sholatnya ia menghampiri isterinya yang tidur meringkuk, membelakanginya.

Dengan pelan Andi ikut merebahkan diri mendekati isterinya, memeluk isterinya dari belakang meskipun Mia sedikit berontak tak mau dipeluk, Andi meraih tangan Mia untuk dikecupnya,

"Maaf ma..papa salah" ucap Andi masih menggenggam tangan Mia erat, tapi Mia diam saja tidak menjawab apa-apa.

Andi mengambil nafasnya dalam-dalam dan menghembuskanya pelan, "Mama masih ingat tentang hadits Nabi yang berkata;

"Maukah kalian aku beritahu tentang istri-istri kalian di dalam surga?” Mereka menjawab: “Tentu saja wahai Rasulullaah!” Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Wanita yang penyayang lagi subur. Apabila ia marah, atau diperlakukan buruk atau suaminya marah kepadanya, ia berkata: “Ini tanganku di atas tanganmu, mataku tidak akan bisa terpejam hingga engkau ridha.” (HR. Ath Thabarani dalam Al Ausath dan Ash Shaghir. Lihat Ash Shahihah hadits no. 3380)

Dan seketika mata Mia memanas mengeluarkan lelehan air matanya tak bisa berkata apa-apa, Mia terisak lalu Andi membalikkan tubuh Mia, memeluk isterinya erat sambil mencium puncak kepalanya dan mengusap punggungnya, "sudah..papa ridha ke mama. Istirahat sudah malam, tidur ya.." Mia mengangguk

Dan keduanya saling memeluk dan terlelap bersama.

********

Sumber: https://muslimah.or.id/3066-mataku-tidak-bisa-terpejam-sebelum-engkau-ridha.html

Copyright © 2025 muslimah.or.id

1
Yaky De la rosa
Saya merasa ikut diajak ke kisah ini, thor.
Stephanie Vanessa Cortez Lopez
Gak bisa berhenti baca
Mom Azzqa: Terimakasih /Rose/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!