NovelToon NovelToon
Jodoh Ke-2 Penyempurna Hidup

Jodoh Ke-2 Penyempurna Hidup

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Wanita Karir / Romansa
Popularitas:5.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mom Azzqa

Mia Maulida seorang wanita berusia 36 tahun dengan dua orang anak yang beranjak remaja menjalankan multi peran sebagai orangtua, isteri dan perempuan bekerja, entahlah lelah yang dirasa menjalankan perannya terbersit penyesalan dalam hati kenapa dirinya dulu memutuskan menikah muda yang menjadikan dunianya kini terasa begitu sempit, Astaghfirullahal'adzim..lirihnya memohon ampun kepadaNYA seraya berdoa dalam hati semoga ada kebaikan dan hikmah yang dirasakan di masa depan, kalaupun bukan untuknya mungkin untuk anak anaknya kelak.

Muhammad Harris Pratama seorang pengusaha muda sukses yang menikah dengan perempuan cantik bernama Vivi Andriani tujuh tahun lalu, nyatanya kini merasakan hampa karena belum mendapatkan keturunan. Di saat kehampaan yang dialaminya, tak disangka semesta mempertemukan kembali dengan perempuan cantik berwajah bening nan teduh yang dikaguminya di masa putih abu-abu. Terbersit tanya kenapa dipertemukan saat sudah memilki kehidupan dengan pasangan masing-masing?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Azzqa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32

Pada siang hari pukul 10.45 wib di kantor, Mia yang sedang bekerja di depan komputer merasakan kantuk yang luar biasa padahal masih kurang satu jam-an lagi menuju waktu istirahat siang kalau ia ingin tidur, Mia memilih ke kamar mandi untuk mencuci mukanya supaya lebih segar dan ia berjalan ke arah pantry untuk membuat kopi untuk dirinya sendiri berharap rasa kantuknya bisa hilang. Dengan hati-hati Mia menuangkan air mendidih yang baru dimasaknya ke dalam sebuah cangkir yang sudah berisi kopi dan gula, dengan pelan diaduknya kopi itu akan tetapi ketika cangkir kopi diangkat tiba-tiba retak dan pecah begitu saja menumpahkan kopi panas di tangan dan terkena kakinya juga, membuat ia berjingkat kaget dan merasakan panas luar biasa hingga ia berlari ke wastafel untuk membasuh tangannya.

Yanto yang baru balik dari ruangan pak Antony mengantarkan kopi, berjalan menuju pantry dan melihat Mia yang tersiram air kopi langsung mendekat, "waduh kenapa mbak Mia, ketumpahan kopi panas?"

Mia menjawabnya dengan mengangguk sambil masih mengaliri tangannya yang terasa panas dengan air dari wastafel.

Yanto menggelengkan kepalanya, "jangan pake cangkir kaca yang begini mbak kalau bikin kopi atau teh terutama kalau airnya yang baru mendidih, harusnya pakai cangkir keramik kan agak tebal kalaupun disiram air baru mendidih pasti tahan sama panasnya nggak bakalan bisa pecah seperti ini."

Mia manggut-manggut "iya maaf To, tadi ketemunya cangkir itu ya langsung diambil, mungkin akunya yang nggak fokus juga"

"Padahal Mbak Mia kalau mau kopi tinggal nyuruh Yanto aja buat bikinin, tinggal duduk manis nanti diantar. Ya sudah ini biar saya yang bersihkan, mbak Mia duduk aja nanti sekalian dibuatkan kopi nya" ucap Yanto kepada Mia

"Makasih ya To, maaf jadi merepotkan kamu" Mia merasa tak enak hati

"Sudah kerjaan saya mbak, santai aja mbak Mia nya juga pasti nggak disengaja kan, lagian nggak fokus mikirin apa toh mbak?"

Mia menggeleng ia juga tak tahu memikirkan apa sampai tidak fokus begitu, mungkin karena efek mengantuk fikirnya. Mia kembali ke ruangannya dengan membawa secangkir kopi di tangan yang baru dibikinkan Yanto. Setelah menyeruput kopinya, kantuk Mia memang hilang tapi ia jadi merasakan berdebar tidak karuan, sedikit cemas dan entahlah perasaannya tidak enak. Padahal ia baru minum sedikit saja kopinya, dan bukan baru pertama juga ia minum kopi biasanya baik-baik saja. Mia menghirup nafas dalam-dalam dan membuangnya perlahan seraya beristighfar berulang kali dalam hatinya demi bisa membuang kegelisahan di dalam hatinya.

Dan saat pukul 12.00 Mia langsung ke musholla untuk melaksanakan kewajibannya berharap semoga ia bisa merasakan sedikit lebih tenang setelah sholat dan berdzikir. Kemudian ia bergabung dengan teman yang lainnya di pantry yang sedang menikmati makan siang sambil ngerumpi seperti biasanya. Ketika baru saja Mia menarik kursi dan hendak didudukinya, ponselnya berdering dari nomor yang tak dikenal dan Mia mengabaikannya. Namun berdering lagi dari nomor yang sama, membuat yang lain menatapnya "mungkin penting mbak Mia, coba diangkat aja" Nina yang mengusulkannya. Mia mengangguk menyetujui ucapan Nina.

"Hallo..iya betul saya isteri mas Andi"

"Astaghfirullah..bagaimana keadaan suami saya?"

"Iya..iya saya segera ke sana"

Mendadak Mia langsung bertambah cemas mendengarkan kabar kalau sang suami kecelakaan dan sekarang dibawa ke rumah sakit terdekat lokasi kejadian, membuat Nina, Santy dan yang lainnya bertanya dan kaget setelah dijelaskan. Mia langsung balik ke ruangannya untuk mengambil tasnya, membereskan cepat meja kerjanya dan mematikan komputer.

Mia dengan berjalan tergesa sedikit berlari langsung menuju parkiran, ia merogoh mencari keberadaan kunci motor yang ada di tasnya, namun mungkin karena saking cemasnya membuat tangannya tremor susah sekali menemukan kunci motornya, dan tiba-tiba ada pak Aris di depannya menghampiri yang entah dari mana Mia tidak mengerti, Aris bertanya ada apa? Kenapa? Dan Mia menjawabnya cepat dengan suara yang sedikit bergetar. Pak Aris menawarkan bantuan mengantarkannya ke rumah sakit, sebenarnya ia ingin menolaknya tapi bagaimana lagi mungkin benar apa yang dikatakan pak Aris berbahaya berkendara sendiri dalam keadaan panik, bisa-bisa ia juga celaka di jalan.

Sepanjang perjalanan ke rumah sakit ia terdiam seraya tak henti-hentinya berdo'a di dalam hati semoga keadaan suaminya tidak parah dan baik-baik saja, pak Aris menanyakan kejadiannya bagaimana, seperti apa? Namun Mia menggeleng karena ia sendiri tidak tahu kronologis kejadiannya, tadi ia tidak sempat menanyakannya kepada sang informan. Mia ditelepon oleh orang kantor tempat suaminya bekerja yang sebelumnya dikabari oleh pihak rumah sakit karena Andi bekerja di sana, mungkin terlihat dari id card yang selalu dipakai suaminya saat bekerja sehingga dengan mudah rumah sakit mencari nomor telepon perusahaan. Dan di kantor tempat suaminya bekerja pasti menyimpan data kontak Mia sebagai isterinya.

Mia sendiri merasa bingung apakah kabar ini adalah arti dari perasaan cemas dan berdebar yang barusan Mia rasakan dan kejadian cangkir kopi pecah tadi adalah sebuah firasat ? Mia menghembuskan nafas berat sambil mengucapkan istighfar dalam hatinya memohon kebaikan untuk suaminya.

Ketika mobil Aris sudah masuk halaman rumah sakit yang dituju, langsung menuju ke depan ruang IGD untuk menurunkan Mia terlebih dahulu dan Aris mencari tempat untuk memarkirkan mobilnya.

Mia dengan tergesa turun dari mobil Aris dan berjalan cepat ke ruang IGD bertanya mencari pasien atas nama Andi Pradana, petugas yang berjaga dengan sigap langsung mengangguk mengantarkan Mia ke bed salah satu pasien yang baru masuk dan sedang ditangani oleh tim dokter, begitu Mia melihat suaminya yang terbaring lemah langsung mendekat meraih tangan suaminya untuk digenggam dan diciumnya, dokter dan perawat yang sedang memeriksa menoleh. Lalu dokter menjelaskan kepada Mia, luka di bagian luar memang tergolong ringan tapi harus segera dilakukan tindakan CT Scan untuk pemeriksaan organ dalam tubuhnya secara keseluruhan karena melihat kondisi pasien yang merasakan sesak di dadanya dengan nafas tersengal terdengar berat dan kepalanya yang merasakan sakit, yang dikhawatirkan adanya penggumpalan darah di dalam kepala akibat benturan yang keras. Untuk mengurangi rasa sesaknya, saat ini Andi dipasangkan alat bantu pernafasan sembari menunggu persiapan pemeriksaan selanjutnya dengan CT Scan.

Andi membalas genggaman tangan isterinya, dengan susah payah ia menoleh dan menggelengkan kepalanya, "jangan nangis ma.." ucapnya terbata dengan nafas tersengal. Mia mengangguk tapi dengan lelehan bening air matanya yang tak bisa ditahannya "papa harus kuat dan bertahan, harus sehat demi anak-anak kita" dengan lirih Mia berbisik di sebelah wajah suaminya, demi apapun Mia tidak tega melihat keadaan suaminya yang sulit sekali mengambil nafas, terasa berat.

Aris tiba di depan ranjang Andi, melihat Mia yang berada di samping kirinya sedikit membungkuk seperti sedang bicara berbisik kepada suaminya, sedang dokter dan perawat yang masih berdiri di sebelah kanannya masih berjaga.

Dan ketika nafas suaminya semakin berat dan detak jantungnya semakin melemah membuat tim dokter langsung bersiap mengambil tindakan, meminta untuk Mia mundur dulu, lalu perawat menutup gorden yang mengitari ranjang suaminya. Seketika suasana terasa mencekam, terdengar sayup-sayup pembicaraan menegangkan antara dokter dan beberapa perawat yang membantunya, bekerja sama untuk menyelamatkan nyawa pasiennya dengan memasang alat kejut jantung yang terdengar hentakannya beberapa kali.

Mia menggeleng dengan bercucuran air mata menangkupkan kedua tangannya seraya memohon dalam hati kepada Rabb nya Sang pemilik nyawa suaminya untuk memberikan kesempatan hidup lebih panjang untuk suaminya demi anak-anak dan dirinya dengan selemah-lemah pengharapan, Mia memohon ada keajaiban dari Sang pemilik kehidupan untuk suaminya yang sedang bertaruh nyawa.

Aris yang menemani Mia sungguh rasanya tak tega melihatnya, ia seperti ingin menenangkan Mia tapi tidak tahu dengan cara apa dan bagaimana? Aris hanya bisa berdiri mematung menghela nafas panjang di samping Mia di depan ranjang suaminya yang tertutup gorden dengan tim dokter yang sedang berjibaku untuk menyelamatkan nyawa pasiennya.

Suasana menjadi sunyi mencekam tidak terdengar lagi bunyi hentakan alat kejut jantung di sana, membuat Mia dan Aris tertegun menunggu sambil berharap cemas, dan ketika sebagian gorden dibuka oleh perawat, dokter keluar dan menggelengkan kepalanya seraya meminta maaf, "maaf Bu, pak.. kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi Allah berkehendak lain"

Kata-kata yang terucap dari dokter bagaikan suara petir yang menggelegar di siang hari bolong, seperti menghentikan waktu yang berjalan, Mia mencerna kata-kata yang diucapkan oleh dokter.

Mia masih mematung berlinang air mata menyaksikan suaminya terbujur kaku tak bergerak, alat bantu yang tadi terpasang satu persatu dilepaskan dan perawat hendak menutup wajah suaminya dengan kain putihnya, namun Mia menahannya, ia mendekat lalu menghambur memeluk tubuh suaminya dan mengguncangnya pelan, seraya berbisik "pa..bangun, jangan tinggalkan mama dan anak-anak" membuat siapapun yang mendengarnya merasakan betapa pedihnya ditinggalkan, tak terkecuali Aris yang menyaksikan langsung kejadiannya merasa sangat iba dan ikut merasakan kesedihan begitu mendalam yang dirasakan oleh Mia.

1
Yaky De la rosa
Saya merasa ikut diajak ke kisah ini, thor.
Stephanie Vanessa Cortez Lopez
Gak bisa berhenti baca
Mom Azzqa: Terimakasih /Rose/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!