"Mama kemana, ti? Kok ndak pulang - pulang?"
-----------
"Nek nanti ada yang ajak kamu pergi, meskipun itu mamak mu, jangan ikut yo, Nduk!"
-----------
"Nggak usah urusin hidup gue! lu urus aja hidup lu sendiri yang rusak!"
-------------
"LEA! JANGAN DENGER DIA!!"
-------------
"GUE CUMA MAU HIDUP! GUE PENGEN HIDUP NORMAL!! HIKS!! HIKS!!"
-------------
"Kamu.. Siapa??"
----
Sejak kematian ibunya, Thalea atau yang lebih akrab di sapa dengan panggilan Lea tiba - tiba menjadi anak yang pendiam. Keluarga nya mengira Lea terus terpuruk berlarut larut sebab kematian ibunya, tapi ternyata ada hal lain yang Lea pendam sendiri tanpa dia beri tahu pada siapapun..
Rahasia yang tidak semua orang bisa tahu, dan tidak semua orang bisa lihat dan dengar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna Jumillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPS. 31. Pada akhir nya Lea pergi
Lea bermain dengan teman nya di sore hari, Indi selalu mengajak Lea untuk bermain. Mereka berdua dan beberapa teman lain nya bermain di pekarangan biasa tempat mereka bermain. Hari itu untuk pertama kalinya lagi Lea bermain kucing - kucingan dan tertawa lepas, Lea sejenak lupa dengan masalah nya..
Tapi lalu sekitar pukul lima sore, senyum Lea memudar saat dia melihat ayah nya kembali datang ke rumah. Dulu senyum nya akan terbit saat melihat ayah nya pulang tapi sekarang dia jadi was - was.
"Lea.."
Terdengar utinya berteriak memanggil dirinya dari depan rumah.
"Dalem." Sahut Lea.
Lea pun pulang, saat masuk ke dalam rumah dia melihat ayah nya sudah duduk dengan wajah sembab, entah kenapa. Lea menghampiri ayah nya lalu salim tangan dan duduk dengan utinya, Lea sudah tidak seperti dulu yang minta peluk atau gendong.
"Lea, bapak pulang kamu ndak kangen?" Tanya Ruslan.
"Kangen.." Sahut Lea, karena sebenar nya memang dia merindukan ayah nya, hanya dia takut.
"Sini, nduk." Panggil Ruslan, Lea pun bangun dan menghampiri ayah nya.
Lea di peluk, dan Lea masih bisa merasakan tubuh ayah nya gemetar seperti orang yang menahan tangis. Lea kemudian di pangku dan ayah nya mengeluarkan uang banyak untuk Lea, Lea tidak tau berapa nominal nya tapi ada pecahan 100 ribuan nya.
"Buat jajan yo." Ujar ayah Lea, san Lea mengangguk.
"Makasih, pak." Ujar Lea, senyum nya merekah.
"Nduk, kamu mau sekolah ndak?" Tanya ayah nya, Lea spontan menggeleng.
"Kok geleng - geleng, toh?" Tanya Ruslan.
"Lea mau di sini saja sama uti, pak." Sahut Lea, Ruslan tertegun.
"Ngomong opo, toh? Nek gak sekolah kamu mau jadi apa? Kamu mau jadi orang bodoh?" Ujar ayah nya.
"Ndak apa - apa, Lea ndak mau sekolah." Ujar Lea, tersenyum.
"Bapak ndak mau punya anak bodoh, kamu harus sekolah. Dan kamu harus ikut bapak, tinggal di rumah mak tua." Ujar Ruslan, senyum Lea langsung hilang.
"Ndak mau.." Ujar Lea.
"Kakung sudah minta maaf, toh? Mak tua juga sudah jemput kamu, lek Sugeng juga, kenapa kamu ndak mau kesana." Ujar Ruslan, Lea berkaca - kaca.
"Lea, bapak ndak mau punya anak bodoh. Kamu harus sekolah, dan nek kamu mau sekolah kamu ikut bapak, malam ini." Ujar Ruslan, tangis Lea pecah.
Tapi meski menangis Lea tidak mengeluarkan suara, hanya air matanya yang mengalir deras. Lea terus menggeleng, utinya juga sudah menangis di sana..
"Lea ndak mau, pak." Ujar Lea.
"Harus, nek ndak mau ikut bapak, berati kamu ndak anggep bapak iki bapak kamu." Ujar Ruslan..
Lea turun dari pangkuan ayah nya dan lari memeluk utinya, dia sesenggukan tanpa suara di pelukan utinya. Detik itu Bowo sampai di rumah, dia baru pulang berjualan. Bowo terkejut melihat Ruslan duduk di sana dan melihat Lea dan utinya menangis.
"Koe apa in Lea sama ibu?!" Tanya Bowo, dia berjalan menghampiri Ruslan.
"Ndak usah ikut campur, aku mau bawa anakku pergi ikut sama aku." Ujar Ruslan.
"Sinting koe, mas. Koe apa ndak tau kabar - kabar Lea di usir bapakmu? Koe mau bawa dia balik ke sana terus nanti bapakmu nyiksa anakmu, pie!?" Ujar Bowo.
"Ndak bakal. Lea anakku, aku bapak nya. Dia harus melu aku, dia harus sekolah." Ujar Ruslan lagi.
"Tapi Lea nya ndak mau mas, ojo maksa lah."Ujar Bowo.
"Koe ndak usah ikut campur, bukan nya koe juga mau Lea pergi, kenapa sekarang malah nahan - nahan?" Ujar Ruslan.
"Aku sempet nyuruh Lea ikut sampean karena demi kebaikan Lea juga, tapi liat dia di telantarkan sama kakung nya, aku ndak ijinkan dia pergi." Ujar Bowo.
"Koe ndak punya hak, Lea anaku. Pokoke Lea harus melu aku." Ujar Ruslan.
"Lea, beresin pakeanmu, malem ini kamu ikut bapak pulang ke rumah mak tua." Ujar Ruslan, tangis Lea makin pecah, dia meraung - raung.
"Mas!" Bentak Bowo.
"Iki keputusanku." Ujar Ruslan.
Bowo pun terdiam, dia tidak punya hak apapun karena Lea anak Ruslan, dan dia tau betul tabiat Ruslan yang tempramen.
"Ndak mauu.. Hiks.. hiks.. Lea ndak mau." Ujar Lea, dia memeluk utinya erat - erat.
"Sesok yo Rus, kasian Lea nya." Ujar utinya Lea, dia juga menangis.
"Lea, nek malem ini kamu ndak ikut bapak, berati kamu ndak mau jadi anak bapak. Bapak ndak akan liat kamu lagi, dan kamu ndak akan sekolah!" Ancam Ruslan.
"Ndak.. Hiks.. Hiks.. ba- bapak hiks.. hiks.." Lea sesenggukan menatap ayah nya.
"Ayo beresin bajumu, ikut bapak." Ujar Ruslan.
Lea mendongak menatap utinya sambil sesenggukan dan utinya juga menangis, Bowo pun menangis dan dia langsung masuk kedalam. Lea tersenggal - senggal sambil berharap utinya tidak akan menyuruh nya pergi.
"U- uti.. Hiks.. Hiks.. Le- Lea nadak mau pergi, utii.. ii.. hiks.. Hiks.. Le- Lea mau di si- sini.. Huhuhu.."
Lea menangis sesenggukan menatap utinya dengan penuh harap.. Utinya juga menangis tanpa suara dan memeluk Lea.
"Nanti Lea bisa main kesini, sering main kesini, nduk." Ujar utinya.
"Ndaaaakkk.. Hiks.. Hiks.. Lea ndak mau pergi, Lea tinggal di si- sini sama uti aja.." Ujar Lea, tangis nya makin kencang.
"Lea, Diem! Ndak usah nangis keras - keras!" Bentak Ruslan.
Lea yang takut langsung menutup rapat - rapat mulut nya, dan menyembunyikan wajah nya di dada utinya sambil sesenggukan dan tersenggal - senggal.
"Nanti sering main ke sini, nduk. Bisa sekolah.. Kan sekolah nya deket rumah uti, Lea bisa main ke sini tiap hari.." Ujar utinya.
Berbagai upaya utinya katakan, dia membujuk Lea agar Lea mau pergi ikut dengan ayah nya. Lea bahkan di bawa keluar agar suasana nya cair dan Lea tidak tegang lagi, utinya mengucapkan banyak kata manis seperti nanti Lea akan jadi orang pintar, sering main ke rumah itu dan lain sebagainya..
Ber jam - jam di bujuk dan di tenang kan, akhir nya Lea sudah tenang dan sudah bisa di ajak bicara baik - baik.. Utinya berhasil membujuk Lea sampai Lea bisa senyum lagi.
"Janji ya uti, nanti Lea boleh nginep? Boleh main lama?" Ujar Lea.
"Iyo nduk, kamu tinggal di sana tapi kan bisa main ke sini. Lea kan sudah lihat jalan pulang toh?" Ujar utinya, Lea mengangguk.
"Nah.. Lea ikut bapak yo? Kasihan bapak capek dari pagi belum istirahat." Ujar utinya lagi.
Lea kembali berkaca - kaca tapi akhir nya dia mengangguk. Utinya mengecup kepala Lea dan memeluk nya..
"Uti bantu beresin pakean kamu yo." Ujar utinya, Lea hanya mengangguk dengan air mata yang di tahan.
Dan akhir nya.. Malam itu Lea sungguhan pergi bersama ayah nya, dia pulang ke rumah mak tua. Lea melihat utinya di ambang pintu sendirian malam itu, lek Bowo hanya pamit dari dalam dan tidak mau keluar. Lea di gendong ayah nya dan semakin jauh pandangan nya sambil melambaikan tangan nya pada utinya..
"Dadah utiii.." Teriak nya.
"Jangan teriak, nduk.. Saru." Ujar ayah nya.
"Lea boleh main kan pak, besok?" Tanya Lea.
"Belom juga sampe rumah mak tua, sudah bilang main." Ujar ayah nya, akhir nya Lea diam..
Lea terus melihat kebelakang sampai akhir nya dia tidak melihat utinya lagi, Nafas nya mulai kembali naik turun menahan tangis.. tapi dia tahan.
"Katanya mau sekola, katanya sudah besar, kok masih nangis saja. Nanti kan bisa main ke rumah uti.." Ujar ayah nya.
"Iya pak." Sahut Lea.
Di rumah uti nya Lea, utinya duduk di ruang tamu sambil menangis.. Dia merasa kehilangan Lea untuk ke dua kalinya setelah sebelum nya dia sendiri yang antarkan Lea ke rumah mak tua, tak lama Bowo keluar.. Mata Bowo merah dan dia berjalan keluar menatap dari kejauhan..
"Lea sudah pergi." Ujar uti, Bowo terlihat menghapus air matanya.
"Ndak apa - apa, supaya Lea bisa hidup bahagia. Kalo sama mak di sini, dia yang ada menderita." Ujar utinya Lea.
Padahal sejak awal yang Lea mau adalah tinggal di sana, tapi orang - orang dewasa itu terlalu mengambil andil dan keputusan sepihak. Lea tidak bisa bilang iya dan tidak, dia tidak memiliki suaranya karena dia di anggap kecil.. padahal dia memiliki keinginan nya sendiri.
Kembali ke sisi Lea, dia masih berada si gendongan ayah nya. Lea di gendong di depan dan ayah nya meminta Lea agar kedua tangan nya di depan dan jangan membuka mata selama ayah nya belum mengijinkan, mereka akan melewati pemakaman. Lea menurut, dia menutup matanya.
Tapi meski matanya di tutup, Lea bisa merasakan kehadiran sosok - sosok di sekitarnya dari suara mereka. Lea sudah lama tidak mendengar suara hantu Siti, entah hantu Siti kemana tapi Lea lebih sering mendengar suara perempuan yang terus memancing Lea mengucapkan kata kematian..
"Ayo nduk, ndak ada yang sayang koe.. Mereka semua pantes mati."
"Balas sakitmu, cah ayu!" Ujar nya lagi..
Lea mendengar suara itu tapi Lea diam saja, Lea juga tidak membuka matanya. Dia takut tapi tidak berani bilang, suara itu selalu datang saat hati Lea merasakan sedih, saat Lea tersakiti..
Setelah berjalan cukup lama bersama sang ayah, Lea kini tiba di rumah mak tua lagi.. dari Luar Lea sudah bisa mendengar suara percakapan antara mak tua dan kakung nya yang sepertinya sedang bertengkar, padahal itu sudah cukup larut malam.
"Sampe nduk, Alhamdulillah." Ujar ayah Lea, sepanjang jalan dia menggendong Lea di depan.
"Assalamualaikum." Salam Ruslan, dan seketika suara kakung dan mak tua yang semula gaduh, menjadi hening.
"Waalaikumsalam, ya Allah.. Lea.. Hiks.. Hiks." Mak tua langsung memeluka dan mengambil alih Lea dari gendongan ayah nya.
BERSAMBUNG!
apa mungkin masih ada.dendam.yg blm selesai?