Kau Goda Suamiku Ku Ambil Suamimu

Karena ada urusan pekerjaan yang mendadak, Arya terpaksa mengatur ulang jadwal penerbangan ke Singapura menjadi minggu depan, lantaran ia harus menemui klien yang tak bisa ditunda.

“Aku sih tak masalah, lagi pula juga mau apa kita honeymoon segala,” ujar Mila yang kini tinggal di rumah Arya.

“Ya yang seperti orang-orang lakukan setelah menikah, masa begitu saja kamu tidak tahu. Apa Rega dulu tidak pernah mengajakmu bulan madu?" Arya masih sibuk mengoperasikan ipadnya.

Tak ingin terpancing emosi, Mila hanya ingin mereka semakin efektif melaksanakan rencana mereka.

“Ya ini juga sedang menjalankan rencana. Kamu pikir usahaku untuk membuat resepsi mewah bukan bagian dari menjalankan rencana?” Arya sungguh membuat istrinya hampir naik darah.

“Maksudku...ah sudahlah. Lebih baik jelaskan saja bagaimana bisa, tanpa memberitahuku, kamu mengurus segala keperluan administratif pernikahan kemarin sendirian? Memang kamu dapat berkas-berkasku dari mana seperti akta kelahiran, ijazah, dan lain-lainnya? Tak mungkin ‘kan kalau kamu hanya bayar pegawai instansi terkait? Pasti mereka tetap butuh berkasnya,” tanya Mila panjang lebar.

“Cika,” jawab Arya singkat, yang selalu tak seimbang dengan panjangnya kata-kata Mila.

Tapi, meskipun hanya menyebut nama adiknya, Mila sudah tahu bagaimana semua itu bisa terjadi, tanpa Arya harus menjelaskannya lebih jelas dan lengkap.

Ia pun menghubungi sang adik untuk menanyakan kebenarannya.

"Iya, Mbak. Aku sampai cuti 1 minggu demi bisa bolak-balik mengurus berkas-berkas itu. Mulai dari RT/RW sampai ke kelurahan. Untungnya, Mas Arya punya kenalan orang dalam dan tentunya membayar mereka, sehingga semuanya bisa diproses dengan cepat. Aku hanya repot menyiapkan berkas punya Mbak Mila saja saat Mbak sedang kerja,” jelas Cika dalam panggilan telepon.

Seketika Mila baru sadar bahwa kinerja adiknya semulus itu menjalankan perintah Arya.

Setelah puas mendapatkan keterangan dari Cika, Mila berbicara kembali pada suaminya yang masih duduk sibuk bekerja dengan ipadnya.

“Tolong katakan, apa rencanamu selanjutnya? Maksudku, rencana seperti apa yang ingin kamu lakukan?” Mila memastikan mereka bisa kompak dalam menjalankan misi ini.

Arya yang bergeming, membuat Mila harus menahan diri dari rasa ingin menonjoknya. Seketika otaknya pun berpikir, bahwa mungkin sikap Arya yang seperti ini lah yang membuat Selia selingkuh. Ia pun merebut paksa ipad dari tangan Arya.

“Hargai aku ingin bicara, Arya!” teriak Mila yang masih berusaha menyingkirkan benda pipih nan lebar itu dari hadapan suaminya.

Melepaskan ipadnya, Arya memindahkan kedua tangannya memeluk pinggang Mila hingga mereka pun terlihat seperti berpelukan. Sepasang kedua bola mata pun bertemu, diiringi dengan suara denyut jantung yang berdegup kencang. Mila yang garang seketika luluh dengan tatapan mata suaminya.

“Kita makan malam saja dulu, mereka sudah menyiapkannya. Bisa tidak kalau kamu tahan dulu celotehanmu? Kamu terlalu berisik. Sekali lagi aku ingatkan, jangan fokus pada rencana, fokus saja pada rumah tangga kita, maka semua rencana akan berjalan dengan baik,” tutur Arya lirih.

Tak bergerak, Mila masih memandangi mata indah Arya, ia tampak terpesona dengan kewibawaan suaminya itu saat bicara padanya.

“Maksudmu, kita harus menjalankan rencana ini sealami mungkin, dengan menjalankan pernikahan ini seperti pada umumnya?” Mila memastikan pemikirannya tepat.

Mengangguk, Arya lalu memindahkan tubuh Mila yang dirasanya berat, dari hadapannya.

***

Sejak status pernikahan mereka diketahui banyak orang, Rega dan Selia tak bisa lagi menutupinya. Banyak orang di kampus yang membicarakan mereka. Tak luput pula banyak yang mengaitkan hubungan mereka dengan dugaan berita yang pernah mencuat.

“Pak Rega, Anda ‘kan dosen, bisa lah Anda bimbing istri Anda untuk mengerjakan tugas akhirnya. Saya tidak peduli kalaupun memang Anda yang mengerjakan penelitian itu, tapi mbok ya disuruh istrinya belajar. Agar dia juga bisa menghadapi pertanyaan yang muncul nantinya,” tutur Prof. Agus.

Menganggukkan kepalanya tanda paham, Rega sungguh malu dibuatnya.

Tak hanya itu, Rega juga merasa tak leluasa saat mengajar, karena pandangan para mahasiswa dan mahasiswinya. Ia menduga, sudah banyak yang menebak ia lah dosen yang selingkuh dengan mahasiswinya itu. Rekan-rekan sesama dosen pun juga seakan turut memandang miring dirinya. Harga dirinya sebagai seorang pendidik pun seketika jatuh.

Hal itu membuat hubungannya dengan sang istri pun merenggang, terlebih ia masih hancur karena pernikahan Mila. Komunikasi mereka memburuk, Rega bahkan sering pulang malam akhir-akhir ini, padahal tak sedang mengajar kelas malam. Selia yang menyadari hal ini pun juga sama cueknya dengan tinggal di rumah orang tuanya beberapa hari ini.

Seperti malam ini, Rega memutuskan untuk mengunjungi sebuah klub malam. Entah apa yang ada dalam pikirannya, ia malah mengunjungi tempat yang membuat martabatnya hancur ketika ada orang kampus yang mengetahuinya. Yang ia rasa saat ini hanya lah ingin minum, seperti yang sebagian orang lakukan saat sedang frustasi.

“Pak Rega?” sapa seorang perempuan berusia 20 tahun.

Tak merasa mengenalnya, tapi wajah perempuan itu terasa begitu tak asing baginya, Rega mengernyitkan dahinya.

“Saya Luna, mahasiswi Pak Rega di kelas Akuntansi Biaya 3,” ujar perempuan itu mengulurkan tangannya.

Merasa lega karena ia tak perlu mengingat keras, Rega menyambut uluran tangan mahasiswinya itu, hingga mereka tampak berbincang.

“Sudah malam, anak gadis tak baik main ke tempat seperti ini,” ucap Rega yang menyudahi minumnya agar tak sampai mab*k.

“Bapak juga kenapa malah ke sini? Bukannya pulang bertemu istrinya,” ujar Luna membalikkan ucapan sang dosen.

Rega pun mengaku hanya ingin main dan menyegarkan otak. Tak lama, ia pamit pulang karena hari sudah hampir masuk dini hari. Luna yang juga ingin pulang pun ikut berpamitan.

“Rumah kamu di mana? Kamu naik apa ke sini?” tanya Rega yang tak tega jika Luna pulang sendiri, karena perempuan itu diketahui pergi ke klub sendirian.

“Taksi, Pak. Rumah saya di Jl. Anggora 5,” jawab Luna sembari bersiap menyelempangkan tasnya.

Jalan rumah Luna yang sejalan dengan rumahnya, membuat Rega menawarkan diri untuk mengantarkan pulang, sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai seorang pengajar Luna di kampus.

Mengangguk setuju, mereka pun pulang bersama malam ini.

Hingga 17 menit perjalanan, tiba lah mereka di depan rumah Luna. Rega pamit melanjutkan perjalanannya karena sudah sangat mengantuk. Hanya 10 menit kemudian, ia sampai di rumahnya.

“Dari mana kamu, Mas, jam segini baru pulang? Lupa, kalau sudah punya istri yang sedang hamil?” tegur Selia dari balik pintu, saat Rega baru masuk ke rumah.

“Kamu juga lupa sudah punya suami,” jawab Rega menyelonong masuk menuju kamarnya.

Mencium bau mulut suaminya, Selia sudah bisa menebak bahwa Rega baru saja minum. Sontak ia pun dibuat terkejut karena suaminya itu tak pernah begitu. “Sejak kapan kamu minum?”

Tak menjawab, Rega berlalu ke kamar mandi selesai melepas bajunya.

Tak lama, ponsel yang diletakkan begitu saja di atas meja pun bergetar tanda ada pesan masuk.

Terima kasih atas tumpangannya malam ini, Pak.

...****************...