NovelToon NovelToon
Istri Yang Dicampakkan Bangkit Untuk Balas Dendam

Istri Yang Dicampakkan Bangkit Untuk Balas Dendam

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Janda / Selingkuh / Percintaan Konglomerat / Identitas Tersembunyi / Roman-Angst Mafia
Popularitas:34.8k
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah Alfatih

Tiga tahun Arunika rela menjadi istri yang sempurna. Ia bekerja keras, mengorbankan harga diri, bahkan menahan hinaan dari ibu mertua demi menyelamatkan perusahaan suaminya. Namun di hari ulang tahun pernikahan mereka, ia justru dipaksa menyaksikan pengkhianatan paling kejam, suami yang ia cintai berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.

Diusir tanpa belas kasihan, Arunika hancur. Hingga sosok dari masa lalunya muncul, Rafael, pria yang dulu pernah dijodohkan dengannya seorang mafia yang berdarah dingin namun setia. Akankah, Rafael datang dengan hati yang sama, atau tersimpan dendam karena pernah ditinggalkan di masa lalu?

Arunika menyeka air mata yang mengalir sendu di pipinya sembari berkata, "Rafael, aku tahu kamu adalah pria yang kejam, pria tanpa belas kasihan, maka dari itu ajari aku untuk bisa seperti kamu!" tatapannya tajam penuh tekad dan dendam yang membara di dalam hatinya, Rafael tersenyum simpul dan penuh makna, sembari membelai pipi Arunika yang basah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29. musuh itu ibuku

Fajar baru saja menyingsing ketika Rafael berdiri di balkon kamarnya. Pandangannya jauh, pikirannya sibuk menimbang langkah selanjutnya. Arunika masih terlelap di dalam, wajahnya terlihat tenang, seolah tak ada badai yang sedang menunggu mereka di luar sana. Namun ketenangan itu tidak bertahan lama.

Di sisi lain kota, Aurel dan Roman sudah bergerak. Sebuah rapat rahasia digelar di vila milik Roman yang tersembunyi dari radar siapapun. Para orang kepercayaan keduanya duduk berderet, menanti perintah.

Roman membuka rapat dengan suara berat. “Rafael sudah memilih jalannya. Dia berdiri sebagai musuh kita sekarang. Tapi jangan lupa … anak itu punya satu kelemahan yaitu Arunika.”

Aurel meletakkan rokoknya di asbak, lalu menatap tajam ke seluruh ruangan. “Arunika adalah kunci. Selama dia ada, Rafael akan selalu rapuh. Kita tidak perlu membunuh Rafael untuk membuatnya hancur. Hanya perlu membuatnya kehilangan Arunika.”

Beberapa orang saling pandang, menelan bulat-bulat kata-kata itu. Roman menyeringai, lalu melanjutkan. “Mulai hari ini, semua mata diarahkan pada mereka. Kita tunggu momen tepat untuk menyerang.”

Di saat yang sama, Arunika terbangun, melihat Rafael masih berdiri di balkon. Ia mendekat, memeluk punggung lelaki itu. “Kenapa kau tidak tidur?” bisiknya pelan.

Rafael menoleh, menatap mata Arunika yang masih sembab tapi hangat. “Aku hanya berpikir … bagaimana caranya membuatmu aman. Dunia ini bukan tempat yang baik untukmu, Aru. Tapi aku tidak akan menyerah.”

Arunika tersenyum samar, meski hatinya tetap resah. “Selama kita bersama, aku tidak takut.”

Kalimat sederhana itu membuat Rafael menutup mata sejenak. Ia tahu, badai besar semakin dekat. Dan ia sadar, untuk pertama kalinya dalam hidup, yang dipertaruhkan bukan hanya nyawanya, tapi juga cinta dan keluarga kecil yang sedang tumbuh di rahim Arunika.

Sejak pagi itu, Rafael tak lagi sama. Ia bukan hanya pemimpin yang keras dan berwibawa, tapi kini juga seorang pria yang panik dalam diam. Panik karena sesuatu yang rapuh, sesuatu yang tak bisa ia gantikan dengan apapun, Arunika dan calon anak mereka.

Marco menerima instruksi pertama ketika mereka masih duduk di ruang kerja. Rafael berbicara dengan nada tegas, tatapannya menusuk.

“Mulai hari ini, aku tidak ingin satu celah pun ada di sekitar Arunika. Semua pergerakannya kau awasi. Semua orang yang mendekat, harus kau periksa. Tidak ada kompromi.”

Marco menunduk dalam-dalam. “Siap, Tuan. Akan saya atur penjagaan berlapis, dari dalam sampai luar rumah. Nyonya Arunika tidak akan tersentuh.”

Rafael berjalan mondar-mandir, tangan kanannya mengepal. “Aku tahu ibuku, Marco. Aurel tidak pernah bergerak terang-terangan. Dia menusuk dari dalam, membuat orang goyah dengan pelan. Itu lebih berbahaya daripada Roman sekalipun. Dan sekarang mereka bekerja sama.”

Marco terdiam, memahami betapa berat keputusan yang Rafael ambil.

Arunika yang sejak tadi berdiri di dekat jendela, akhirnya bersuara. “Rafael … kau tidak perlu sejauh itu. Aku tidak apa-apa. Aku bisa menjaga diriku sendiri.”

Rafael berbalik cepat, wajahnya menegang. “Tidak, Aru! Kau tidak mengerti! Mereka tidak akan menyerangku dengan senjata, tapi dengan menyentuhmu. Kau adalah kelemahanku … dan aku tidak akan biarkan itu terjadi.”

Arunika terpaku. Suara Rafael keras, tapi di baliknya ada ketakutan yang nyata. Dengan langkah pelan, ia mendekat, lalu menggenggam tangan Rafael. “Kalau begitu, jangan hanya melindungiku dengan orang-orangmu. Lindungi aku dengan hatimu. Percaya padaku … jangan biarkan mereka membuatmu ragu padaku.”

Rafael terdiam lama, menatap mata Arunika yang berkilat dengan air mata. Akhirnya ia menarik Arunika ke dalam pelukan, memeluknya begitu erat hingga seolah dunia bisa runtuh sekalipun, ia tidak akan melepaskannya. “Aku janji, Aru. Aku akan lindungi kau … bahkan kalau aku harus melawan dunia sekalipun.”

Di luar ruangan, Marco memberi isyarat pada anak buahnya. Dalam waktu beberapa jam, rumah Rafael berubah menjadi benteng. Kamera tambahan dipasang, dua lapisan penjaga berpatroli bergantian, bahkan jalur komunikasi khusus dibuat hanya untuk melacak pergerakan Arunika.

Rafael berdiri di balkon lantai atas, mengamati semua itu dengan mata elang. Ia tahu, ini baru permulaan. Tapi satu hal yang ia yakini selama ia bernafas, Arunika tidak akan jatuh ke tangan musuh.

Hari-hari Arunika berubah drastis sejak Rafael memerintahkan penjagaan berlapis. Rumah yang tadinya hanya terasa sebagai tempat perlindungan, kini lebih mirip benteng militer. Setiap langkah yang ia ambil selalu diiringi bayangan tubuh tegap anak buah Rafael.

Pagi itu, Arunika mencoba keluar ke taman kecil di belakang rumah untuk sekadar menghirup udara segar. Namun, begitu ia membuka pintu, dua orang penjaga sudah berdiri tegak, menunduk hormat sambil mengawasi sekeliling.

“Nyonya Arunika, kami akan mendampingi,” ucap salah satu dari mereka.

Arunika tersenyum tipis, meski dalam hati mulai terasa sesak. “Hanya ke taman. Tidak jauh.”

“Kami tahu, Nyonya. Tapi perintah Tuan Rafael jelas. Anda tidak boleh sendirian.”

Arunika menghela napas, lalu melangkah ke luar. Saat ia duduk di bangku taman, matanya menatap pohon bunga kertas yang sedang bermekaran. Indah, tapi rasanya terkurung.

Di kepalanya, bayangan kebebasan masa lalu terlintas. Ia ingat ketika masih bisa berjalan sendirian di jalanan kota, atau sekadar mampir ke kafe kecil tanpa perlu menoleh ke belakang. Kini, bahkan untuk menatap langit pun ada mata yang terus mengawasinya.

Sore hari, ia mencoba masuk ke dapur untuk membuat teh sendiri. Namun seorang pelayan buru-buru mendekat.

“Biar saya saja, Nyonya. Tuan Rafael tidak mengizinkan Anda melakukan hal berbahaya.”

Arunika menoleh kaget. “Membuat teh … hal berbahaya?” tanyanya sinis.

Pelayan itu tertunduk, tak berani menatap. “Perintah Tuan Rafael … kompor, pisau, api, semuanya harus dijauhkan dari Anda.”

Arunika terdiam, lalu menutup mata sejenak menahan perasaan yang bergolak. Ia tahu Rafael melakukannya demi melindungi, tapi perlahan-lahan ia merasa dirinya bukan lagi Arunika yang bebas, melainkan tawanan yang dijaga terlalu ketat.

Malamnya, ketika Rafael baru pulang dari rapat dengan Marco, ia menemukan Arunika duduk di sofa, wajahnya muram.

“Aru … kau kenapa?” Rafael mendekat.

Arunika menoleh pelan, suaranya bergetar. “Apakah aku ini istrimu … atau tawananmu, Rafael?”

Rafael terperanjat. “Apa maksudmu?”

“Aku tidak bisa keluar tanpa bayangan. Aku tidak bisa menyentuh apapun tanpa ada yang melarang. Bahkan untuk membuat teh sendiri, aku dianggap berbahaya. Aku … aku merasa bukan manusia lagi, Rafael. Aku merasa seperti burung yang kau masukkan ke dalam sangkar emas.”

Kata-kata itu menghantam hati Rafael. Ia duduk di samping Arunika, mencoba menggenggam tangannya, namun gadis itu menepis lembut.

“Aku tahu kau ingin melindungiku,” lanjut Arunika dengan mata berkaca-kaca. “Tapi jangan sampai kau kehilangan aku … hanya karena aku kehilangan diriku sendiri di balik perlindunganmu.”

Rafael terdiam. Untuk pertama kalinya, ia sadar bahwa perlindungan bisa terasa seperti kurungan.

1
A.M.G
semakin seru
A.M.G
wow tema hari ini tentang d'Or dor an 🥳🥳
Ddek Aish
anaknya ninggal y tor
Anindita keisha
wow ternyata arunika masih hidup
ken darsihk
👏👏👏👏🔥🔥🔥🔥
ken darsihk
Seruuu aseli deg deg an semoga Arunika dan baby yng di kandung selamat
ken darsihk
Yang kuat Arunika , Rafael pasti datang me jemput mu 💪🏼💪🏼
kriwil
di kasih jodoh kelas atas malah memilih jodoh sampah🤣
A.M.G
dasar kuyang semoga kau tak menyesal
A.M.G
semoga fael segera tau dan terungkap
A.M.G
bagai sangkar didalam emas 🥹
Jumiah
kebaikan akan selalu menang..
walau awalx sulit menyakit kan..
ken darsihk
Waduhhh siapa penghianat itu 😡😡
ken darsihk
Tetap semangat thor
Jumiah
up thor ,gk sabat untuk lanjutan x..trms
Sukliang
aduhhhhh jadi gimana thor lanjut nya
jgn sampai ada apa2 ya
tegang bacanya
A.M.G
kurang banyak mak
Aisyah Alfatih: besok kita double Mak, hari ini lelah...
total 1 replies
Piet Mayong
bos mafia tapi penuh musuh di balik selimutnya sendiri, kasiannn amat kau Rafael....
mama
kok Rafael smpe kecolongan ad mata dari ibunya.. biasany sat set,aplagi smpe gk tau rencana ibunya yg mau nyerang
ken darsihk
Ternyata jalan nya Rafael tidak mulus , terbukti ada nya mata2 yng melaporkan ke Aurel
Dan Rafael tidak mengetahui nya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!