Amayra Alifya Husna, adalah seorang gadis yang baru saja menginjak kelas 3 SMA. Gadis cantik berhijab, cerdas dan disukai banyak orang. Memiliki masa depan cerah dan memiliki cita-cita mulia menjadi seorang Guru. Namun kejadian naas pada suatu malam telah mengubah nasibnya.
Amayra terpaksa harus putus sekolah karena ketahuan hamil di luar nikah oleh seorang pria mabuk yang baru saja dia temui, ia adalah seorang presdir di perusahaan Calabria grup Bramastya Zein Calabria yang sering di sapa Bram, terpaut jauh usianya dengan Amayra yang masih belia. Tidak mau bertanggung jawab atas kehamilan Amayra, Bram melimpahkan tanggungjawab kepada sang adik, yang merupakan seorang dokter muda bernama Satria Alvian Calabria baru saja lulus dari fakultas kedokteran. Sementara Bram menghilang!
Amayra yang kehilangan mimpinya berusaha menghadapi pernikahan di usia dini, dia berusaha menjadi istri yang baik dan Sholehah. Walau pikirannya masih ingin sekolah, Satria awalnya cuek dan tidak peduli pada Amayra berubah menjadi perhatian melihat sikap Amayra yang baik dan taat. Cinta pun mulai hadir diantara mereka, namun saat hubungan mulai terbina. Bram hadir kembali dalam kehidupan mereka dan mengatakan akan mengambil kembali Amayra dan anaknya dari Satria.
Kepada siapakah Amayra akan menjatuhkan pilihannya? pada pria brengsek yang meninggalkan nya di saat saat tersulit? atau pada suaminya yang bertanggungjawab untuk dirinya? Berhasilkah Amayra meraih mimpi dan cita-cita nya?
follow Ig author: Irmanurhayati41
FB :Irma Nurhayati
follow juga author nya ya ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Apa kamu yang menghamili?
...🍀🍀🍀...
Amayra pergi bersama Dewi ke toko Bu Melati untuk mengantar kue seperti biasanya. Setelah selesai dari sana Amayra berpamitan pada Dewi untuk pulang ke rumah ayahnya dulu.
"Non, perginya sama saya saja. Kalau terjadi apa-apa sama non nanti pak Cakra sama tuan Satria akan menegur saya."
"Gak apa-apa kok bi, saya bisa pergi sendiri. Bibi gak usah khawatir ya." ucap nya tenang.
"Tapi non.."Dewi menurunkan alisnya, dia menatap Amayra dengan cemas.
"Barusan mama Nilam kan udah nelpon bibi, katanya bi Lulu butuh bantuan. Saya gak apa-apa sendirian, nanti mama Nilam marah lho. Cepatlah bibi pulang!" Amayra tersenyum lembut pada Dewi.
"Non.."
"Kalau bibi masih cemas, kan aku sekarang udah punya hp. Jadi bibi bisa menelpon ku lewat telepon rumah atau hp bibi, bibi juga tahu nomorku kan?" Amayra tersenyum.
Dreet...Dreet...
🎶🎶🎶
Ponsel Dewi berdering terus.
"Itu pasti dari mama Nilam, bibi pergi aja!" Amayra meminta Dewi untuk segera pergi.
"Ya udah deh non, bibi tinggal dulu ya. Non jangan lama-lama, hati-hati.. kalau ada apa-apa, non telepon bibi ya?"
"Iya Bi," jawabnya yang merasa semua akan baik-baik saja.
Dewi kembali ke rumah keluarga Calabria, setelah dia mengantar Amayra sampai ke depan gang rumahnya. Sudah lama dia tidak pulang kesana, suasananya masih sama. Tapi dia takut, bertemu dengan banyak orang dan mereka akan mengatakan hal-hal yang menyakiti hatinya.
Dan benar saja, disana ada pak Mamat sedang berjualan gorengan. Dia tidak bertanya pada Amayra seperti biasanya, tapi dia terkejut melihat Amayra berjalan disana. Amayra lewat begitu saja dengan wajah sedih, kemudian tukang gorengan itu memanggilnya dengan lembut. "Neng Mayra!"
Amayra membalikkan badannya, dia melihat ke arah pria tua yang memanggil namanya. Dengan sopan, wanita berkerudung hitam itu menghampiri pak Mamat.
"Bapak memanggil saya?"tanya Amayra pada pak Mamat, sambil menoleh ke arahnya.
Pak Mamat bisa melihat kalau Amayra tidak seceria dulu, tubuh yang katanya sedang hamil itu malah terlihat lebih kurus dibandingkan waktu Amayra masih sekolah. Pak Mamat meminta maaf pada Amayra karena dia sempat menghina Amayra tanpa tau apa yang terjadi.
Rupanya semua orang yang tinggal di wilayah kumuh itu sudah tau kalau Amayra adalah korban perkosaan. Sebagai menebus rasa bersalahnya atas ketajaman lidah, Pak Mamat memberikan gorengan gratis pada Amayra untuk ayahnya. Mamat juga menceritakan kalau sekarang pak Harun, ayahnya lebih suka berada di masjid dan lebih suka menyendiri dibandingkan berkumpul bersama warga lain seperti biasanya. Amayra sedih mendengar nya, dia sudah menduga ini karena dia malu dengan keadaan nya yang hamil di luar nikah.
Wanita itu mengambil sekeresek gorengan pemberian pak Mamat dan beberapa makanan yang dia beli dari warung. Kemudian dia segera pergi ke rumahnya yang berada di paling ujung. Dia berharap ayahnya ada di dalam rumah dan tidak sedang mengangkut sampah.
Tok, tok, tok
"Assalamualaikum ayah.." ucap Amayra sembari mengetuk pintu rumah ayahnya.
Harun sedang tiduran di dalam rumah dengan kondisi kening yang diletakkan handuk basah. Wajahnya pucat dan terlihat lelah.
"Apa aku bermimpi? Aku mendengar suara Amayra?" gumam Harun sambil beranjak duduk dari rebahan nya di kasur busa tengah rumah. "Amayra gak mungkin ada disini." ucapnya mustahil.
"Ayah, apa ayah ada di rumah? Ini May.." ucap nya dengan suara yang lumayan keras.
"May?!"
Harun langsung beranjak berdiri, dia menggapai pintu rumah kayu dengan langkah gontai. Dia membukakan pintu nya, alangkah bahagia hatinya melihat Amayra sudah berdiri di depan ambang pintu rumah itu. Dia tidak bermimpi, dia tersenyum menyambut anaknya yang selalu dia rindukan.
Amayra terkejut melihat wajah ayahnya yang pucat dan berkeringat. Dia langsung masuk ke dalam rumah dan memapah ayahnya. Harun mengatakan bahwa dia sedang demam dan meminta Amayra untuk tidak mencemaskan nya. "Kenapa kamu disini? Apa kamu sudah bilang pada mertua dan suamimu kalau kamu akan kemari?"
"Iya aku sudah bilang kak Satria sama mama Nilam. Ayah, kita ke dokter aja yuk!" ajak Amayra cemas pada ayahnya.
"Tidak usah, ayah cuma kecapean dan butuh istirahat saja." Pria paruh baya itu tersenyum.
"Ayah pasti belum makan? Aku akan masak dulu untuk ayah yah!" kata Amayra semangat. Dia sudah lama tidak memasak di rumah nya.
Amayra meninggalkan tas selempang nya di kursi, dia pergi ke dapur untuk memasak dengan bahan masakan yang ada disana. Dan benar saja, Harun belum makan apa-apa, terlihat semua yang berada di dapurnya bersih.
Setelah dia mengurus ayahnya yang sakit, Amayra mengobrol dengan ayahnya. Hingga tanpa sadar waktu berlalu dan hari sudah mulai sore. Adzan Ashar sudah berkumandang.
****
Di rumah sakit, Satria tidak ada jadwal pasien lagi. Dia melihat ponselnya, kemudian bersiap-siap untuk pulang. "Kenapa dia tidak membalas pesan ku? Atau haruskah aku menelpon nya? Tidak, untuk apa aku menelpon nya!"
"Dokter Satria, dokter mau pulang ya?" tanya Clara sambil menepuk bahu Satria. Satria melihat datar ke arah Clara, dia menepis tangan itu dengan senyum tipis nya.
Huh! Kenapa dia masih dingin padaku? Padahal aku yakin tidak ada seseorang di dalam hatinya.
"Iya saya mau pulang." jawab Satria sambil berjalan dan mengambil tas nya.
"Jangan bicara formal begitu dong kak, aku kan junior kakak di kampus dulu." kata Clara sok akrab dengan Satria.
"Kita sedang di rumah sakit, tolong perhatikan tingkahmu."
"Apa maksud kakak? Aku hanya mencoba akrab dengan kakak!"
Satria kesal karena merasa Clara sedang menganggu nya, dia menegur Clara untuk bersikap profesional. Dia juga tidak suka ada gosip tentangnya dan Clara di rumah sakit. Apalagi gosip itu mulai menyeret Amayra, mengatakan bahwa Amayra menggoda Satria untuk menikahinya. Satria menikahinya karena kasihan, walaupun itu benar tapi Satria tidak menyukainya.
Clara terkejut karena Satria yang selalu cuek dan dingin, sangat peduli pada wanita yang sedang hamil anak kakaknya itu. Satria pun pergi ke parkiran setelah menuntaskan semua amarahnya pada Clara yang sudah menjelek-jelekkan nama keluarga Calabria, apalagi Amayra.
"Dia tidak menelpon ku, baiklah aku akan menelepon nya. Dia selalu lapar kalau malam-malam, aku akan tanyakan dia mau makan apa." Satria menekan tombol panggilan di ponselnya untuk Amayra.
Dreet Dreet..
Kak Satria calling...
Harun yang sedang duduk di kursi merasakan getaran di tas selempang milik Amayra. Dia mengambil ponsel Amayra, dia terkejut karena Amayra memiliki ponsel bagus. Dan dia melihat ada panggilan dari Satria.
"Aduh gimana ini..aku angkat saja kali ya.." Harun kebingungan karena Amayra sedang pergi ke kamar mandi.
Tut..
"May, kenapa kamu gak balas pesanku? Apa aku belikan ponsel itu untuk kamu abaikan?!" Satria langsung memudal kemarahan nya karena pesan yang diabaikan.
"Assalamualaikum, jadi kamu yang membelikan anak saya ponsel?" tanya Harun dengan suara yang dingin. Masih ada kebencian di dalam suara itu pada Satria, yang dianggapnya sebagai pelaku pemerkosaan anaknya.
Satria terpana mendengar suara yang dia kenal, suara ayah mertua nya. Tanpa sadar dia menjauhkan ponselnya dari telinga.
Kenapa pak Harun yang angkat? Apa Amayra masih berada disana?
"Waalaikum salam pak." jawab Satria setelah diam sejenak.
"Anak saya lagi di kamar mandi, dia baru beres shalat Ashar. Saya yang angkat telponnya karena saya merasa kalau telpon ini penting, rupanya hanya mau marah-marah saja." gerutu Harun ketus.
"Maaf pak, maksud saya bukan seperti itu. Saya tidak marah pada Amayra.. saya-" Satria berusaha menjelaskan apa yang terjadi.
"Sudahlah, jangan bicara lagi. Amayra baru saja keluar dari kamar mandi, tuh. Bicaralah dengan nya." ucap Harun sambil menyerahkan ponsel itu pada Amayra yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Siapa yah?"
"Suamimu." jawab Harun malas.
"Kak Satria? Meneleponku?" Amayra terpana mendengar Satria menelpon nya karena ini pertama kalinya. Karena biasanya Satria hanya mengirim pesan singkat padanya.
Buru-buru dia mengambil ponsel itu dari tangan ayahnya. Dia tersenyum malu-malu seperti orang yang sedang jatuh cinta.
"Assalamualaikum. Ada apa kak?"
"Waalaikumsalam. Kenapa kamu belum pulang ke rumah dan kenapa kamu tidak membalas pesanku?" tanya Satria langsung dua sekaligus.
"Maaf kak, aku mengaktifkan mode getar. Terus tadi aku masak dulu di rumah ayah. Ayah ku lagi sakit."
"Apa? Ya sudah aku kesana sekarang!"
"Kenapa kakak mau kesini?" tanya Amayra polos.
"Jemput kamu sekalian periksa keadaan ayah kamu. Eh kebalik ya!" Satria buru-buru masuk ke dalam mobil nya.
Amayra senang sekali karena untuk pertama kalinya Satria akan datang menjemput nya. Hal ini membuat Harun terdiam, dia merasa kalau Satria adalah pria baik-baik. Bahkan Harun juga bertanya kepada teman-teman nya yang lain, mereka mengenal Satria sebagai pria yang baik.
Ketika Satria datang ke rumah mertua nya, di takjub melihat banyak piala, medali, dan piagam penghargaan milik Amayra. Dari mulai SD sampai SMA. Satria menyayangkan karena Bram masa depan nya harus kandas ditengah jalan menuju karir cemerlang nya.
Satria langsung memeriksa kondisi Harun, pria itu terlihat sopan santun dan lembut di depan orang tua meski jarang bicara. Satria bahkan memberikan obat demam, flu dan batuk untuk ayah mertuanya itu. Harun jadi bertanya-tanya apa pria seperti Satria mungkin memperkosa Amayra? Rasanya dia berfikir sebaliknya.
"Ayah, ayah istirahat ya. Besok Mayra kesini lagi." Ucap Amayra pada ayahnya.
"Gak perlu, kamu sudah ada kewajiban di rumah mertua mu."
"Pak, kami pulang dulu!" Satria mengambil tangan Harun, tapi seperti biasanya Harun menolak.
"Ayah, orang mau kasih salam lho yah!" Amayra mengingatkan ayahnya.
"Hem.."Harun menyodorkan tangannya, kemudian Satria mencium tangannya sembari mengucap salam.
Satria dan Amayra berpamitan pada Harun, kemudian mereka berjalan menuju ke luar gang karena mobil Satria terparkir disana.
"Tunggu Satria!"
"Ya, ada apa pak?" Satria menoleh ke arah ayah mertuanya, bersama dengan istrinya.
"Apa benar kamu yang menghamili anak saya?" tanya Harun dengan pandangan yang tajam mengarah pada Satria.
Pertanyaan Harun pada Satria membuat pasangan suami istri itu terkejut. Mereka saling menatap satu sama lain, bingung mau menjawab apa.
...---***---...
Readers! Berhubung ini hari Senin, boleh gak author minta vote dan gift nya? Bagi yang tidak punya, komen sama like juga gak apa-apa kok.. author mau up lagi nih 🤭🤭🙏
ceritanya bagus, keren banget dan banyak ilmu yang bisa diambil, semoga kakak Author selalu sehat, selalu semangat dan selalu sukses, aamiin yaa Rab...🙏🙏🙏💪💪💪