"Puas lo udah ngehancurin hidup gue. Inikan yang lo mau? gue tahu lo bahagia sekarang?" Ucap Delmar setelah dia sah menjadi suami Killa.
"Kenapa aku yang disalahin? disini yang korban itu aku apa dia? Aku yang diperkosa, aku yang hamil, tapi kenapa aku yang salah?" Killa bertanya dalam hati.
Siapa sih yang gak mau nikah sama orang yang dicintai? Begitupun Killa. Dia pengagum Delmar sejak dulu. Tapi bukan berarti dia rela mahkotanya direnggut paksa oleh Delmar. Apalagi sampai hamil diusia 16th, ini bukanlah keinginannya.
Cerita ini sekuel dari novel Harga sebuah kehormatan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ADU MULUT
POV Delmar
Gue melemparkan tas ke atas ranjang lalu berbaring melepas penat. Lelah bikin gue pingin memejamkan mata sebentar. Kayaknya tidur sebentar enak deh.
Krincing Krincing
Suara penangkap mimpi yang Killa gantung didepan pintu kamar menuju balkon membuat mataku yang tertutup kembali terbuka. Tiba tiba gue teringat Killa. Apa ucapan gue tadi pagi keterlaluan? entahlah, males mikir. Kalaupun dia marah, palingan juga sebentar, mana betah si bucin itu lama lama ngambek.
Aku menatap meja belajar Killa, tasnya belum ada, apa itu artinya dia belum pulang? Kemana tuh anak?
"Mama." Teriak gue sambil menuruni anak tangga. "mama, mama." Mama mana sih, kenapa gak ngejawab.
"Nyonya gak ada dirumah Den." Jawab Bik Siti.
"Kemana?"
"Ke kantornya tuan."
Ck, mama tuh kenapa sih ngintilin papa mulu. Pantesan cocok sama Killa, sama sama bucin.
Gue kembali kekamar lalu menelepon Pak joe, menanyakan apakah hari ini dia jemput Killa tau gak? Dan ternyata dia gak jemput, Killa bilang ada tugas kelompok jadi pulangnya sore kata Pak Joe. Yang suaminya gue, tapi kenapa dia Ijinnya ke Pak Joe kalau mau belajar kelompok. Dan yang paling fatal, gue gak punya nomor ponselnya Killa. Gila gak tuh, kita udah nikah hampir 2 bulan, tapi gak pernah tukeran nomor telepon.
"Shitt, kenapa ponselnya gak aktif sih,kemana tuh cewek jam segini belum pulang?" Gumam gue yang mulai kesel Karena nelepon Killa beberapa kali tapi hpnya gak aktif. Kok tahu nomer HP Killa? Jawabannya, Pak Joe. Gue minta nomor Killa dari dia. Mungkin sekarang di jones itu lagi ngetawain gue. Masak iya suami istri tapi gak punya nope.
Apa jangan jangan dia ngambek terus minggat? Bagus deh, gue gak perlu lagi diribetin ama dia.
Mending gue tidur aja daripada mikirin Killa yang gak jelas itu. Pengennya sih tidur , tapi nih mata gak bisa diajak merem.
Gue mengambil rokok dimeja belajar lalu menuju balkon. Melihat langit yang mulai gelap karena mendung, gue jadi kepikiran Killa. Kemana tuh anak?
...******...
Pov Killa
Aku memberitahu Pak Joe agar gak menjemputku pulang sekolah. Alasannya sih Simpel, mau belajar kelompok, padahal itu cuma alibi.
Nyatanya sekarang aku berjalan tanpa tujuan. Kenapa? karena aku males pulang. Males ketemu Kak Del, males ribut sama dia. Males semuanya yang berhubungan dengan dia pokoknya.
Perut yang mulai lapar membuatku singgah di minimarket untuk membeli roti dan susu kotak dan sedikit cemilan. Kasian anakku kalau dia sampai kelaparan.
Aku duduk didepan minimarket sambil makan roti dan minum susu kotak.
Langit terligat mulai gelap karena tertutup mendung. Walaupun mendung tak berarti hujan, tapi feelingku mengatakan jika sebentar lagi akan turun hujan. Tak mau kehujanan, aku segera mengambil ponsel untuk memesan taksi online. Tapi, ah sial, ponselku mati. Sepertinya kehabisan daya.
Aku buru buru ke halte terdekat, berharap ada bus atau taksi yang lewat.
Tes tes
Tetesan air hujan mulai jatuh dan menyentuh tanah. Beruntung aku sudah sampai dihalte lebih dulu, jadi gak sampai kehujanan.
Berada dihalte, membuatku teringat Kak Del. Teringat kenangan kita saat dihalte waktu itu. Aku kangen Kak Del. Padahal pengennya marah sama dia, tapi kenapa malah kangen? Benar saja kalau Shani marah padaku yang katanya bebal ini. Aku memang seperti itu, udah disakitin, tapi masih aja gak bisa benci, tapi malah kangen.
Sebuah motor besar berhenti didepan halte. Motor dan helm itu tampak tak asing. Pengendaranya yang memakai jaket kulit warna hitam dan helm full Face, turun dari motor dan berlari ke halte.
"Kak Manu." Ujarku saat cowok itu membuka helm full face nya.
"Kok lo disini? Inikan jauh dari arah rumah lo?" Tanyanya sambil meletakkan helm dan tas di bangku lalu melepas jaketnya. Yang dia tahukan aku tinggal dirumahku, bukan dirumah Kak Del.
"Tadi habis dari rumah temen." Bohongku. "Kakak darimana? kok belum pulang?" Kak Manu masih memakai seragam sekolah.
"Dari tempat bimbel. Lo ada minum gak? gue haus banget."
"Ada." Jawabku sambil mengeluarkan botol minum dari dalam tas dan menyodorkan padanya. "Tapi____" Aku kembali menarik tanganku.
"Kenapa?"
"Bekas Killa."
"Rabies?"
Aku menggeleng cepat. Dia tersenyum dan langsung menyaut botol minumku dan meminumnya.
"Mau jajan?" tawarku. Tadi pas ke minimarket beli lumayan banyak cemilan.
"Ada?"
"Hem." Aku mengangguk sambil mengambil coklat Dilan bungkus biru lalu menyodorkan padanya.
"Segitu cintanya lo sama Dilan? Sampai coklat aja, coklat Dilan." Dia tersenyum kecut sambil mengambil coklat dari tanganku dan menyobek bungkusnya.
Kenapa juga harus beli coklat Dilan sih tadi. Jadi gak enakkan sama Kak Manu. Ini gara gara Dilan sering banget ngasih coklat itu ke aku, lama lama aku jadi suka.
"Lo udah lama sama Dilan?" Tanyanya sambil menoleh kearahku.
"Baru."
"Apa sejak valentine day waktu itu?"
"Setelahnya." Ini mulut kenapa lancar banget sih diajak bohong.
"Kenapa waktu itu lo bilang sedang tidak bisa menjalin sebuah hubungan? nyatanya lo sama Dilan?" Kak Manu tersenyum, aku tahu itu senyum terpaksa.
Duh, gimana nih jawabnya. Kalau saja Kak Del gak memulai kebohongan ini, aku gak akan seribet ini untuk mengarang kebohongan berikutnya.
"Karena waktu itu aku sudah sama Dilan, jadi gak mungkin punya hubungan lain lagi. Hanya saja waktu itu aku terlalu malu untuk mengakui. Dilan masih SMP aku malu."
"Lo nyaman sama Dilan?"
"Nyaman." Kali ini tidak bohong, aku memang nyaman dengannya. Tapi sebagai kakak dan adik. Dia sangat baik, dari segi manapun, dia beda dengan Kak Del.
Dosaku akan makin menumpuk jika terus bahas ini, karena otomatis aku akan terus dan terus berbohong. Untuk menghindari pembahasan ini, aja menjauh dari Kak Manu dan berjalan ke pinggir halte.
"Kakak suka hujan?" Tanyaku sambil menengadahkan tangan merasakan tetesan demi tetesan air hujan yang menyentuh telapak tanganku.
"Dulu pas kecil suka main hujan, tapi sekarang sudah tak pernah lagi." Jawabnya sambil berjalan mendekat kearahku.
"Sama, dulu Killa juga suka hujan hujanan."
"Aww." Pekikku yang kaget saat tiba tiba saja Kak Manu mencipratkan air hujan ke wajahku. "Jahil banget sih." Aku yang tak terima langsung membalasnya.
Terjadilah saling menyerang antara aku dan dia. Wajahku sampai basah karena air hujan, Sedangkan dia yang lebih tinggi dari aku, selalu saja bisa menghindar. Karena kesal, aku dorong dia ke arah hujan.
"Killa." Pekik Kak Manu saat tubuhnya terguyur hujan. Aku malah menertawakanya, Itu pembalasan yang setimpal buatnya.
Dia mendekat kearahku lalu menarikku ke arahnya. Dan otomatis, aku ikut kehujanan. Aku buru buru ingin tertuduh tapi dia menarikku kembali hingga aku terjerembab ke dada Kak Manu. Karena takut terjatuh, aku reflek berpegangan padanya, lebih tepatnya memeluk pinggangnya.
Tin tin tin
Suara klakson mobil, menyadarkan ku kalau posisiku sedang memeluk Kak Manu. Dan ternyata, tangan Kak Manu juga melingkar dipinggangku.
Seseorang keluar dari mobil yang terparkir didekat motor kak Manu. Kak Del, ya, orang itu adalah kak Delmar. Aku buru buru melepaskan tanganku dari pinggag kak Manu.
Kak Del menarik tanganku dengan kasar menuju halte. Membuat Kak Manu pun ikut berteduh di halte.
"Lo resek banget sih Del, ganggu aja." Omel Kak Manu.
"Ayo pulang." Ujar Kak Del dengan tatapan mata yang sangat tajam hingga membuatku sedikit takut.
"Biar gue aja yang nganter Killa pulang." Kak Manu menarik tanganku dari genggaman Kak Del.
"Gak usah, biar gue aja." Kak Del kembali menarik tanganku.
"Lo tuh kenapa sih Del?" Protes Kak Manu. Dia sedikit terkejut dengan sikap Kak Del. "Kenapa lo tiba tiba mau nganter Killa. Bukannya kalian gak deket?"
"Dia ceweknya adik gue, dan Dilan nyuruh gue nyariin Killa."
"Gak salah denger gue?" Kak Manu tersenyum miring sambil menyentuh telinganya. "Gue tahu gimana hubungan lo dengan Dilan. Dan lo bukan kakak yang baik hingga mau disuruh suruh Dilan."
"Ayo gue anter pulang, Dilan mencemaskan lo tapi lo malah selingkuh disini."
Aku selingkuh, yang benar saja. Yang ada Kak Del yang selalu selingkuh.
"Kenapa bukan Dilan yang nyariin Killa, kenapa mesti lo?"
"Gue lagi males debat Man." Kak Del memutar kedua bola matanya jengah. "Oh iya, Sori kalau gue terpaksa bilang sama lo buat jauhin Killa. Killa udah punya pacar."
Kak Manu malah terkekeh mendegar ucapan Kal Del.
"Ini bukan lo yang gue kenal. Dan lo tahu apa yang ada dikepala gue sekarang?" Kak Manu menyeringai kecil sambil mengetuk ngetuk kepalanya dengan jari telunjuk. "Gue mencium niat busuk lo."
"Apa maksud lo?" Kak Del menarik kerah baju Kak Manu. Sepeertinya dia mulai emosi. Aku mulai gelisah, gak ingin melihat mereka sampai berkelahi.
"Lo pengen ngerebut Killa dari Dilan kan?" Kak Manu tersenyum sinis. "Kita udah berteman sejak SMP. Dan gue tahu kalau lo selalu iri dengan Dilan. Lo bakal merebut apapun yang dia miliki, termasuk Killa. Lo pengen ngerebut Killa dari Dilan." Teriak Kak Manu. Mereka yang adu mulut tapi aku yang ketakutan dan cemas.
"Tutup mulut lo." Kak Del mendorong tubuh Kak Manu hingga terhuyung kebelakang. "Gue gak sejahat itu sama adik gue." Bantahnya.
"Baguslah kalau lo gak sejahat itu."
Kak Del mengambil tasku yang teronggok di bangku halte lalu menarikku masuk kedalam mobil.
.
**Jangan lupa like dan komen setelah baca part ini.
Sambil menunggu Delmar up, bisa baca yang baru**.
🥹😭😭dada aq Thor sesak juga baca chapter ini
belajar dri sikapnya Del yg terdahulu, awalnya manis berakhir dengan kata2 yg bener2 GK masuk di akal saking sakitnya.