NovelToon NovelToon
GALAK DI LUAR, LIAR DI DALAM

GALAK DI LUAR, LIAR DI DALAM

Status: sedang berlangsung
Genre:Aliansi Pernikahan
Popularitas:6.8k
Nilai: 5
Nama Author: mamana

"sudahlah mas, jangan marah terus"
bujuk Selina pada suaminya Dante yang selalu mempermasalahkan hal-hal kecil dan sangat possesif..
"kau tau kan apa yang harus kau perbuat agar amarahku surut"
ucap Dante sambil membelakangi tubuh Selina..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mamana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

janji Selina

Begitu mobil fortuner hitam mereka berhenti di area parkir kantor, Selina menghela napas panjang. Suara mesin yang perlahan mati terasa seperti isyarat bahwa sebentar lagi ia harus berhadapan dengan gedung yang diam-diam membuatnya canggung.

Dante keluar lebih dulu, menunggu di sisi mobil sambil tersenyum lembut. Ia mengulurkan tangan, seolah ingin menuntun Selina keluar dari kereta masa lalu yang masih membekas di kepalanya.

Selina pun menggandeng lengan suaminya. Tapi langkahnya pelan, terlalu pelan. Kepala menunduk, wajahnya semburat merah, bukan karena sinar matahari pagi, melainkan rasa malu yang tiba-tiba menguasai. Bayangan kejadian di ruangan kerja Dante beberapa waktu lalu kembali berputar jelas di benaknya, ketika rasa rindu mereka melebur di antara dinding kaca dan tirai putih.

“Mas…” bisiknya lirih, nyaris tak terdengar.

Dante menoleh sambil menatap lembut. “Hm?”

“Aku... masih nggak enak kalau ke sini. Aku takut... kalau-kalau ada yang tahu tentang waktu itu.”

Dante terkekeh pelan, lalu menepuk punggung tangan istrinya. “Tenang, Sel. Aku sudah pastikan tak satu pun karyawan tahu. Semua baik-baik saja.”

Selina hanya mengangguk, tapi hatinya belum sepenuhnya tenang. Setiap kali melihat meja resepsionis atau lorong panjang menuju ruang kerja Dante, seolah ada mata-mata yang mengikuti, menebak rahasia mereka. Ia tahu itu cuma rasa bersalah dan malu yang bermain di kepalanya, tapi tetap saja sulit mengusirnya.

Dante membuka pintu ruangannya dan mempersilakan istrinya masuk lebih dulu.

“Lihat?” katanya, sambil tersenyum penuh arti. “Tak ada yang berubah, semuanya seperti biasa.”

Selina duduk di sofa pojok, berusaha menenangkan diri. Ia memperhatikan tumpukan berkas, papan proyek di dinding, dan aroma kopi hitam yang baru saja dibuat. Semuanya tampak profesional, tapi di matanya… ruangan itu tetap menyimpan jejak kenangan yang membuat jantungnya berdebar aneh.

Dante berjalan ke mejanya, menatap istrinya yang masih menunduk.

“Sel, aku tahu kamu masih malu,” katanya lembut. “Tapi justru itu yang membuatku bangga. Kamu masih bisa merasa malu atas sesuatu yang hanya milik kita berdua. Itu artinya kamu masih menghargai hal itu.”

Selina mengangkat wajahnya perlahan, menatap suaminya dengan pandangan campur aduk antara gengsi, cinta, dan rasa bersalah.

“Mas ini… bisa saja ngomongnya,” ujarnya pelan, mencoba menahan senyum.

“Kalau aku nggak bisa ngomong manis, apa mungkin kamu mau ikut aku kerja pagi-pagi begini?” jawab Dante dengan nada menggoda.

Selina mendesah, tapi kali ini senyum kecil benar-benar muncul di bibirnya.

Meski masih malu, ia tahu, bagaimanapun juga, di samping Dante, ia selalu menemukan alasan untuk bertahan, walau hanya dengan kepala menunduk dan hati yang berdebar.

Dante mulai tenggelam dalam pekerjaannya. Jemarinya menari di atas papan ketik laptop, sesekali mengetik cepat, lalu berhenti sejenak untuk menatap layar sambil mengernyit. Dari tempat duduk di sofa, Selina memperhatikan setiap gerak suaminya, cara Dante memutar pulpen di jari, cara ia menghela napas sambil meneguk kopi, hingga cara pandangnya yang tegas saat membaca laporan.

Ada rasa bangga di dada Selina. Bagi orang lain, Dante mungkin tampak keras dan galak, tapi baginya, pria itu adalah rumah tempat ia selalu ingin kembali.

Tatapan matanya lembut, penuh cinta. Tapi sayang, cinta itu rupanya tertangkap oleh Dante.

Pria itu mengangkat wajahnya perlahan, menatap balik istrinya. Namun bukan tatapan lembut yang ia berikan. Matanya tajam, menelusuri wajah Selina dengan pandangan nakal, seolah ingin mengingatkan pada janji yang belum selesai. Ujung bibirnya terangkat membentuk senyum tipis yang penuh arti.

Selina langsung tersentak kecil. Ia memalingkan wajahnya cepat-cepat, pura-pura fokus pada ponselnya yang sejak tadi tidak benar-benar ia baca. Layar ponsel digulir ke atas dan ke bawah, tapi isi pesannya bahkan tak terbaca di matanya yang masih hangat oleh rasa malu.

Suasana hening itu tiba-tiba terpecah oleh suara ketukan pintu.

Tok… tok… tok…

"Pak Dante, maaf, ini laporan minggu kemarin,” ujar seorang karyawan muda yang masuk dengan berkas di tangan.

Dante menerima tanpa banyak bicara, hanya anggukan singkat disertai ekspresi datar.

Sementara itu, Selina menunduk. Jantungnya berdebar lagi, entah karena gugup atau malu. Karyawan itu sempat menatapnya sekilas dengan senyum ramah.

“Pagi, Bu Selina,” sapanya sopan.

Selina membalas dengan senyum tipis dan anggukan kecil. Tak berani lebih.

Begitu pintu kembali tertutup, Selina menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri.

“Mas…” panggilnya lirih, masih menunduk.

“Hm?” jawab Dante tanpa mengalihkan pandangan dari laptop.

“Antar aku ke toko kue saja, yuk. Aku bosan di sini,” katanya, suaranya lembut namun terdengar memohon.

Dante berhenti mengetik. Tatapannya kembali tertuju pada Selina, kali ini tanpa senyum, hanya sorot mata dalam yang sulit ditebak.

“Bosan?” ulangnya, suaranya rendah tapi penuh tekanan manja.

Dante menatap istrinya yang masih tampak enggan beranjak. Ia bersandar di kursinya, lalu tersenyum tipis.

“Kalau bosan, pandang saja wajahku, Sel,” katanya ringan. “Bukankah aku cukup tampan?”

Selina menghela napas, mencoba menahan senyum.

“Ya memang tampan, Mas… tapi juga menyebalkan,” ujarnya setengah menggoda.

Dante terkekeh pelan, kemudian beranjak dari kursinya dan duduk di sebelah Selina.

“Jadi… laki-laki menyebalkanmu ini cukup tampan kan, Sel?” bisiknya, mendekat begitu dekat hingga napasnya terasa di kulit leher Selina.

Selina spontan memegangi lehernya, refleks karena tahu itu titik lemahnya setiap kali Dante mulai menggoda.

“Mas, sudah kubilang jangan di sini lagi. Kau kan sudah janji…” katanya pelan, setengah malu setengah takut kalau ada yang mendengar.

Namun Dante justru merengkuh bahunya, menatap dalam mata istrinya.

“Sel, kau tahu kan… hanya denganmu aku bisa menuntaskan semua fantasi ku ini, kalau tidak disini, berikan tubuhmu di mobil malam ini ”

Nada suaranya melembut di akhir kalimat, membuat Selina hanya bisa menatapnya pasrah dan sedikit terharu.

“oke mas akan ku turuti permintaanmu, dan tapi saat mobil sudah terparkir di garasi rumah saja ya mas,” ujarnya lirih, menatap Dante dengan tatapan lembut namun tegas.

Dante mengangguk perlahan, tersenyum tipis.

“Baiklah, Sel,” katanya. “Kita sepakat.”

Lalu, ia kembali berdiri dan menata kembali meja kerjanya.

Selina hanya bisa menghela napas, separuh lega, separuh gemas pada sikap suaminya yang sulit ditebak, galak di luar, tapi selalu berhasil membuat hatinya bergetar di dalam.

"jadi mas mau kan antar aku ke toko kue mas"

celetuk Selina..

Namun dante menggeleng pelan...

"tidak Sel.. setelah aku tidak sibuk aku akan mengantar dan menunggumu disana.. aku tidak akan membiarkan mu bertemu devin lagi Sel"

ucapnya sambil terus fokus ke pada layar komputer nya dan sekali menorehkan cacatan kecil untuk menghitung berapa anggaran yang harus ia keluar kan.

1
Winda Marshella
ceritanya bagus, semangat thor
MamaNa: terimakasih kaka..pasti selalu semangat kaka ditunggu, updatenya ya Kaka 🙏
total 1 replies
AstutieEcc
bagus ceritanya 😍
MamaNa: terimakasih kak🙏
total 1 replies
MamaNa
siap.. pasti segera di update kakak /Pray//Pray/
0-Lui-0
Bikin susah move-on, semoga cepat update lagi ya thor!
Enoch
Wow, bikin terhanyut.
MamaNa: makasih kakak 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!