NovelToon NovelToon
Diremehkan Karna Miskin Ternyata Queen

Diremehkan Karna Miskin Ternyata Queen

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Mafia / Reinkarnasi / Fantasi Wanita
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Anayaputriiii

"Diremehkan Karna Miskin Ternyata Queen" Adalah Kisah seorang wanita yang dihina dan direndahkan oleh keluarganya dan orang lain. sehingga dengan hinaan tersebut dijadikan pelajaran untuk wanita tersebut menjadi orang yang sukses.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anayaputriiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22 Mulai Terbuka

"Oh, Ibu? Saya baru pulang kerja. Ini baru aja masuk rumah."Hanin memilih duduk di kursi. Iatak memedulikan Lisna yang menatapnya tak suka.

"Mas Raffa belum pulang, Bu.Nanti kalau Mas Raffa pulang saya sampaikan kalau Ibu nelpon," kata Hanin.

Beberapa menit berlalu, akhirnya obrolan tersebut berakhir. Saat Hanin hendak memasukkan ponselnya, tiba- tiba Lisna menyeletuk.

"Maksudmu apa, Nin?" todong Lisna seraya menatap Hanin dengan mata memincing.

"Hah? Kamu ngomong apa,sih?" Hanin menatap adiknya dengan tatapan heran.

"Halah, bilang aja kalau kamu mau pamer!" kata Lisna sinis sambil menyilangkan tangan di dada.

Hanin yang yang hendak ke kamarnya, mengurungkan niat. Ia mencoba memahami maksud adiknya. "Apa maksudmu?"

"Kamu sengaja, kan? Nerima telepon di depan aku cuma biar aku lihat hape barumu itu!" tuduh Lisna. Nada bicaranya tajam, menusuk langsung ke hati Hanin.

Hanin mendesah panjang. "Lis, aku capek habis kerja. Bisa nggak sih nggak cari masalah?"

Lisna mendengus. "Selalu saja kerja dijadiin alasan! Tapi begitu beli barang baru, pamer ke aku. Nggak usah sok sibuk!"

"Hape ini diberikan Mas Raffa untukku karena hapeku sudah rusak. Kalau aku mau makek kan harus dikeluarin dari tas. Masa iya aku nerima telpon harus ke kamar mandi dulu? Kamu mbok ya jangan kelewatan irinya," kata Hanin yang benar- benar heran dengan adiknya itu.

"Cih kamu emang pinter kalau nyari alasan, Nin! Kenapa, sih,kamu sama suamimu itu gak pindah aja dari sini?!"

Belum sempat Hanin membalas, suara berat Pak Abdul ayah mereka terdengar dari arah dapur. "Apa lagi ini? Tiap hari ribut melulu!"

Pak Abdul mendekati mereka dengan raut wajah tegas. Di usianya yang hampir enam puluh tahun,tubuhnya masih tegap meski rambutnya mulai dipenuhi uban. Bekerja keras di sawah dan ladang membuatnya tetap sehat.

"Lisna, kenapa kamu ribut sama kakakmu? Jangan senang mencari masalah, Lis," ujar Pak Abdul.

"Dia duluan, tuh. Dia pamer hape baru, Pak! Emang dia pikir aku gak bisa beli iphone?" jawab Lisna cepat, wajahnya penuh amarah.

Pak Abdul mengerutkan kening dan beralih menatap Hanin. "Benar begitu?" tanyanya, meski ia tahu kalau Lisna hanya mengada- ada saja.

Hanin menggeleng. "Enggak,Pak. Aku cuma dapat telepon dari ibunya Mas Raffa tadi. Masa iya aku nerima telpon harus ke kamar mandi dulu? Kan sekalian aku angkat telepon dan duduk di sini biar enak ngobrolnya. Lisna saja yang salah sangka, Pak," jelasnya.

Pak Abdul menghela napas."Lisna, apa yang dimiliki kakakmu sekarang adalah karena andil dari suaminya, Raffa. Kenapa kamu harus mempermasalahkan pemberian orang lain, Lis? Kalau kamu mau seperti kakakmu, segera minta Arya menikahimu agar saat kamu meminta apa pun, Arya akan memberikannya tanpa ragu."

Lisna terdiam, bibirnya cemberut. Namun, amarah di matanya belum sepenuhnya reda.

"Bapak selalu saja pilih kasih. Bapak selalu membela Hanin, apalagi setelah menikah sama OB itu! Emang apa bagusnya, sih, lelaki itu!"

"Lisna!" bentak Pak Abdul.

"Eh, eh! Apa- apaan kamu, Pak? Ngapain kamu bentak- bentak Lisna? Apa salah Lisna, hah?" Bu Daning yang baru selesai mandi segera keluar saat mendengar teriakan suaminya. la lantas memeluk Lisna yang terlihat ingin menangis.

"Lisna keterlaluan, Bu. Dia terus- terusan menghina Raffa. Kalau Raffa dengar, bapak yang sungkan, Bu," jelas Pak Abdul.

Bu Daning mendengkus."Halah, sama OB kayak dia saja sungkan kamu itu, Pak. Pokoknya aku gak terima kalau kamu bentak-bentak Lisna! Ingat jasaku, Pak!Kalau gak ada aku, Hanin pasti"

"Ya, bapak tahu!" potong Pak Abdul dengan cepat. "Bapak minta maaf. Bapak gak bermaksud seperti itu, Bu. Bapak hanya mau Lisna sedikit saja menghormati Raffa dan Hanin. Itu saja."

Hanin menatap kedua orang tuanya dengan mata memicing. Rasa curiga yang telah ia pendam, kini mencuat lagi saat melihat gelagat aneh bapaknya.

Seolah ada yang rahasia di antara bapak dan ibunya.

Bu Daning mendengkus. Ia menatap Hanin, layaknya pada seorang musuh. Lantas, ia mengajak Lisna masuk dan meninggalkan Hanin dan Pak Abdul di ruang tamu.

Hanin menunduk saat Pak Abdul berjalan menghampirinya."Nak, maafkan bapak, ya. Bapak selalu lemah dan tak berdaya jika berhadapan dengan ibumu," katanya, pelan.

Hanin tersenyum tipis. "Sebenarnya, apa yang kalian sembunyikan dariku, Pak?" Ia menatap nanar Pak Abdul. Tatapan yang meng isaratkan luka seorang anak.

"Rahasia? Tidak ada, Nak. Tidak ada rahasia yang bapak atau ibumu sembunyikan darimu," jawab Pak Abdul.

Hanin manggut- manggut."Kalau Bapak gak mau jujur, aku bisa kok nyari sendiri," katanya. la menarik napas dalam- dalam, lalu mengembuskannya perlahan. "Aku ke kamar dulu, Pak. Mau istirahat sebentar mumpung Mas Raffa belum pulang." pamitnya.

Pak Abdul hanya mengangguk. la menatap iba Hanin dan merasa gagal sebagai seorang Ayah.

"Ya Allah, entah sampai rahasia ini bisa kusimpan," gumamnya.

Di dalam kamar, Lisna duduk dengan wajah penuh amarah. Iamerasa tak ada seorang pun dirumah yang memahami perasaannya. Ia melampiaskan kekesalannya kepada sang ibu.

"Bu, Hanin sekarang makin sombong, aku kesel banget.Hapenya loh iPhone, Bu! Itu mahal banget, masih di atas sepuluh juta!"

Lisna bersungut- sungut sambil memeluk bantal. Bu Daning menghela napas, mencoba menenangkan putri kesayangannya.

"Ya ampun, Lis. Kamu kenapa masih mikirin soal itu? Kalau Hanin memang punya hape mahal, ya biarin aja. Itu kandari suaminya."

Lisna menatap ibunya dengan alis terangkat. "Mas Raffa itu OB,Bu. Dari mana coba dia punya duit sebanyak itu? Aku yakin ada yang gak beres."

Bu Daning mengerutkan kening, pikirannya mulai terpengaruh. "Hmm, Hanin ini memang selalu cari perkara. Tapi, kalau kamu iri, kenapa gak minta aja sama Arya? Bukannya pacarmu itu anak orang kaya? Kalau kamu minta hape mahal, pasti dikasih."

Lisna mendengkus kecil. "Arya itu bukan tipe yang suka belikan barang mahal, Bu. Lagi pula, kemarin Ibu tahu sendiri kan kalau Mas Arya baru beliin aku kalung?"

Ucapan Lisna makin membuat Bu Daning berpikir buruk tentang Hanin. Dalam hatinya, ia mulai merasa bahwa Hanin memang sengaja memanfaatkan Raffa untuk membuat Lisna iri.

"Eh, apa jangan-jangan ... Raffa itu perampok?" Lisna melotot mendengarnya.

Namun, di luar kamar, Hanin yang kebetulan lewat mendengar percakapan mereka. Dadanya terasa sesak saat mendengar suaminya dituduh sebagai maling oleh ibunya sendiri. Hanin mengetuk pintu kamar Lisna dengan tegas, membuat Lisna dan Bu Daning terdiam langsung diam.Bu Daning berjalan ke arah pintu dan membukanya.

"Bu, aku dengar semuanya, ujar Hanin sambil menatap keduanya tajam. "Mas Raffa bukan orang kaya, tapi dia orang yang tahu caranya bersyukur dan menabung. Jangan asal ngomong kalau gak tahu fakta! Jangan nuduh kalau gak ada bukti!"

Bu Daning tampak kaget, tetapi rasa kesalnya pada Hanin tetap terlihat. "Kamu jangan marah- marah di depan ibu! Gak sopan! Ibu cuma menduga- duga, wajar kan?"

"Wajar, Bu? Wajar menuduh suamiku seorang perampok tanpa bukti?" Hanin memotong, suaranya bergetar.

maling ngaku, Nin? Lagian suamimu itu punya duit dari mana buat beli hape mahal? Nabung?Jangan begi, Nin! Gaji OB berapa?Terus dia nabung butuh berapa lama, hah? Pikirin itu!" Lisna menyeringai.

"Mana ada," Ucap lisna.

Hanin diam tak bisa menjawab.

Lisna semakin tersenyum lebar melihat ekspresi Hanin. ibunya dengan hati yang terasa berat. Ia tak tahan dengan fitnah Hanin meninggalkan kamar yang terus dilontarkan keluarganya. Ia memutuskan untuk berbicara dengan Raffa nanti malam.

Raffa tersenyum melihat wajah muram Hanin.

"Ada apa? Apa Lisna mencari gara- gara lagi?"

Hanin menghela napas panjang. "Mas, aku sebenarnya capek banget. Mereka terus- terusan menuduh kita. Katanya, Mas OB tapi bisa beli hape mahal, jadi mereka pikir ada yang gak beres."

Raffa terdiam sejenak menatap Hanin yang terlihat sedih. Lalu, ia menjawab dengan suara lembut ,meski kesan dingin masih menyertai,

"Hanin, aku ngerti perasaanmu. Tapi, aku kasih hape itu bukan buat pamer atau bikin mereka iri. Aku cuma mau kamu punya alat yang bagus untuk komunikasi. Kalau mereka berpikir begitu, biarkan saja."

Hanin menatap suaminya, heran bercampu malu.

"Tapi Mas, mereka gak ngerti itu. Mereka pikir Mas itu rampok."

Satu alis Raffa terangkat.

"Pikiran mereka terlalu jauh. Tapi,aku tak bisa menyalahkan ibu dan adikmu." Ia lantas terkekeh.

Kemudian merebahkan tubuhnya dikasur kapuk yang mulai menipis.

"Mas?" Hanin menatap suaminya.

"Iya?"

"Malam ini tidurlah di sini. Jangan lagi di bawah." Hanin berucap lirih, menahan malu yang menjalar di wajahnya.

Raffa menatap Hanin. "Kenapa?" tanyanya.

"Apa Mas Raffa tahu? Setiap melihat Mas tidur di bawah, aku jadi sulit tidur, Mas. Aku kepikiran, apa Mas tidurnya nyenyak? Soalnya di bawahkan keras?"

Raffa tersenyum tipis.Sejujurnya ia memang kesulitan untuk tidur. Bahkan, ia bisa tidur menjelang subuh karena alas tidurnya yang tak bersahabat.Terbiasa tidur di ranjang empuk dan luas, lalu berpindah di tempatyang keras dan sempit. Namun,entah mengapa hal itu membuat rasa syukur mulai ia rasakan setelah menjalani hal ini.

"Memang kamu gak takut kalau aku tidur di sini?"

"Eh. Itu ...."' Hanin berdeham.

"Mas Raffa adalah suamiku. Mas berhak atas diriku. Akan sangat jahat dan zolimnya aku jika membiarkan Mas tidur di bawah.Dan sangat berdosa aku jika tidak segera memberikan hak Mas yang satu itu," cicitnya.

Raffa tergelak. Ia lantas bangun dan menatap Hanin yang menunduk malu. "Sepertinya kamu sudah siap untuk itu," godanya.

"Aku... emm, kalau Mas memang menginginkannya, tak ada hak untuk aku menolak." Hanin menggigit bibir bawahnya.

Pernikahan yang terjadi mendadak membuat Hanin abai tentang kewajiban seorang istri. Pernikahan yang diawali keterpaksaan kini mulai bisa diterima seiring dengan berjalannya waktu. Dan Hanin, merasakan bahwa ada perasaan yang berbeda terhadap suaminya.

Raffa mengusap kepala Hanin dengan lembut. "Terima kasih karena sudah menerimaku seutuhnya," ucapnya. la menyentuh dagu Hanin dan mengangkat wajah istrinya itu agar menatapnya.

Untuk pertama kalinya Raffa mencium kening Hanin, wanita pertama yang ia cium setelah ibunya. Setelah tiga puluh tahun hidup, ini adalah kali pertama ia mau membuka hati untuk seorang wanita.

Hanin terpejam. Merasakan kehangatan yang menyusup kedalam hatinya. Namun, tangannya bergetar hebat saat bibir Raffa menyentuh keningnya. la yang tak pernah dekat dengan lelaki manapun, merasakan gugup sekaligus takut.

"Aku tidak memintanya malam ini. Tapi, nanti setelah kita pindah," kata Raffa.

Hanin membuka matanya lebar. Lalu mengedip- kedipkannya. Raffa tersenyum tipis.

"Kenapa? Udah pengen banget? Sabar, ya. Kalau main di sini aku gak enak sama keluargamu. Gimana kalau mereka denger kamu teriak- teriak nanti?"

Plak!

"Apaan, sih, Mas?!" Wajah Hanin bersemu merah usai memukul lengan Raffa.

"Mungkin aku butuh hansaplas lagi ya buat merban kamu nantinya." Raffa tak henti- hentinya menggoda Hanin.

"Maaasss!"

1
Nurae
Ini cerita nya sedih... ☹️
viddd
Greget bangett sama kelakuan lisna dan ibunya,, cepet rilis episode selanjutnya dong
viddd
Good ceritanya
viddd
Kasian lisna, baru episode 1 aja sedih ceritanya 🥲
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!