Mendapati kenyataan jika tunangannya bermain gila dibelakangnya membuat Fernando Nicholas Sanjaya sangat terpukul, sehingga membuatnya menyeret satu wanita dalam kehidupannya. Wanita yang menjadi budak nafsunya karna salah mengetuk pintu kamar hotelnya.
Bagaimana kisah Nicho dan Ganesa selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sokhibah El-Jannata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TMYS. Bertemu mama papa
Pagi hari, di sebuah hotel yang tak jauh dari rumah sakit, Dani mengeratkan tangannya. Rasanya ingin melayangkan bogem mentah lagi di pipi Nicho, lelaki yang membuat masalah dalam keluarganya.
Emely mencoba untuk menenangkan suaminya yang emosi karna semua tagihan rumah sakit telah dibayar lunas oleh Nicho.
Bagi Dani, ini adalah sebuah penghinaan, karna berulang kali lelaki itu mengatakan bahwa dia menikahi Ganesa karna berbaik hati. Yang dibutuhkan Ganesa sebenarnya bukan belas kasih, melainkan sebuah tanggung jawab. Ganesa bukan wanita yang kekurangan akan hal itu.
Menyesal pernah meminta Ganesa menikah dengan lelaki itu, tapi jalan yang bagaimana lagi yang harus di ditempuh jika bukan hal ini?
Dani memberikan satu pukulan ke dinding. Melampiaskan kekesalannya. Ganesa dan Emely yang tadinya di dalam kamar terkejut dan segera keluar.
"Kak, jangan begini. Maafkan Ganesa membuat keadaan ini," ucap Ganesa sambil mendekat ke arah kakaknya. Dia menatap kakaknya yang tampak kacau. Matanya juga berkaca kaca.
Emely segera mendekat dan berdiri di samping adiknya itu. Keadaan Ganesa yang baru saja keluar dari rumah sakit membuat Emely sedikit hawatir. Emely juga menatap ke arah Dani, suaminya.
Dani menatap Ganesa yang saat ini berdiri di depannya. Menatap adiknya yang kondisinya jauh lebih baik dari beberapa hari yang lalu.
"Ini bukan salahmu, Nes," ucap Dani pada adiknya. Di usapnya air mata Ganesa.
"Tapi kenyataanya kakak begini karna aku," ucapnya. Dani memejamkan matanya, diraihnya Ganesa dalam dekapannya.
"Maaf Nes, kakak tidak bermaksud untuk menyalahkanmu. Hanya saja, kakak tidak bisa tenang ketika keluarga kita dihina seperti ini," ucap Dani.
"Tolong jangan meributkanya lagi Kak, hanya sampai batas waktu yang aku mau, aku menjadi istrinya. Untuk saat ini simpan amarah kakak, pasti kakak tidak mau papa dan mama khawatir, pasti kakak juga tidak mau jika papa dan mama malu karna pernikahanku gagalkan? Aku juga tidak bisa melanjutkan pernikahan dengan Rian karna aku bukan lagi wanita yang sempurna. Anggap saja ini adalah sebuah celah yang bisa kita lakukan, kita lakukan semuanya untuk mereka," ucap Ganesa.
Dani terdiam. Emely juga hanya bisa diam, dia tau rasanya jadi Dani. Tapi dia juga tau bagaimana di posisi Ganesa, sama seperti yang dia alami dulu.
"Iya Nes," ucap Dani. Ganesa melepas dekapan kakaknya, menatap teduh ke arah kakaknya.
"Urusan pernikahan ini biarlah menjadi urusan Allah saja bagaimana kedepannya. Aku ikhlas Kak, yang terpenting buat aku adalah nama baik papa tidak hancur karna kesalahanku," ucap Ganesa.
Dani terdiam dan menatap ke arah Ganesa dengan teduh.
"Bahagia selalu sayang," ucapnya pasrah. Tidak ada lagi yang bisa dia lakukan selain menerima kenyataan ini.
Ganesa memejamkan matanya. Hatinya terasa sesak. Sesak sekali, kenapa dia harus ada pada pilihan yang sulit? Jauh dalam hatinya, sebenarnya masih saja tidak ragu.
"Bukan saatnya untuk memilih kak. Bagiku kebahagiaan papa dan mama jauh lebih penting dari segalanya," lirih Ganesa.
Ganesa menatap kakaknya, Ganesa juga kembali meneteskan air mata. Nicho? Lelaki yang selalu tak dikenalnyq itu menjadi suaminya? Mereka harus bersama? Apa sanggup? Ganesa hanya bisa diam, mencoba berdamai dengan keadaan.
"Kamu benar, papa dan mama lebih penting dari apapun," ucapnya.
Ganesa tersenyum, mencoba menguasai hatinya, jika ini yang terbaik untuk keluarganya, dia akan melakukannya.
"Iya, Kak. Maaf jika Ganesa salah. Semoga apa yang kita lakukan nanti membawa manfaat," ucap Ganesa. Dani tersenyum dan kembali merengkuh adiknya.
"Amin sayang," ucap Dani.
Emely merasa lega, setidaknya suami dan adiknya lebih tenang. Tak lama dari itu, pintu terbuka. Mama Nina dan Papa Hendra yang baru saja datang tampak memandang ke tiga putra putrinya.
"Ganesa," ucap Mama Nina.
Wanita itu memeluk putrinya dengan erat, air matanya mengalir deras. Dia merasakan hatinya tak enak sejak beberapa hari. Dan benar saja telah terjadi sesuatu dengan putrinya. Kaget? Pasti. Tapi masih bisa melihat Ganesa hidup, bagi mereka adalah suatu keberkahan.
"Kamu sudah sehat Nak?" tanyanya sambil melepaskan pelukan dan menatap putrinya dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Ma, Ganes tidak apa apa," ucapnya sambil mencoba tersenyum.
"Mama, jangan bersedih. Ganesa baik-baik saja," ucapnya lagi.
Namun, ucapan Ganesa tak membuat mamanya berhenti menangis. Ganesa meraih tangan mamanya dan menciumnya. Lelehan air mata membasahi telapak tangan itu. Seketika Mama Nina mengusap pelan puncak kepala Ganesa dengan tangan kirinya.
"Maafkan Ganesa, Ma, Pa" ucap Ganesa saat dia juga mencium telapak tangan papanya.
Papa Hendra dan Mama Nina tersenyum getir. Ingin memang melihat anak perempuannya menikah. Tapi bukan dengan cara seperti ini. Ini terlalu menyakitkan pastinya. Ya, kabar peenikahan Ganesa dengan lelaki itu, memang sudah mereka dengar bersamaan dengan kabar pembatalan pernikahan dengan Rian.
"Ini bukan salahmu, ini adalah takdir. Papa dan mama juga meridhoi. Bahagialah selalu, niatkan pernikahan untuk ibadah kepada Allah SWT, jangan untuk hal yang lain," ucap Papa Hendra dengan berat hati.
Ganesa mengangguk dan berhambur di pelukan papanya. Papanya mengusap puncak kepala Ganesa dan tersenyum. Antara bimbang dan terus yakin Ganesa meletakan tangannya di dada.
"Bismilah Pa," lirihnya menyemangati diri.
Papa Hendra terus saja menguatkan putrinya, dia menahan lelehan tangis yang hampir saja mengalir di pipinya.
"Ganesa Nova putri papa yang kuat," ucap papanya.
Ganesa tersenyum.
Dani dan Emely saling menggenggam tangan, menyaksikan keharuan pertemuan Ganesa dengan papa dan mamanya.
Hingga berapa saat, terdengar ketukan pintu dan membuay lima orang di dalam ruangan itu saling berpandangan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...