NovelToon NovelToon
Cinta Monyet Belum Usai

Cinta Monyet Belum Usai

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Teman lama bertemu kembali / Office Romance / Ayah Darurat / Ibu susu
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Ly_Nand

Sequel "Dipaksa Menikahi Tuan Duda"
Cerita anak-anak Rini dan Dean.

"Papa..."
Seorang bocah kecil tiba-tiba datang memeluk kaki Damar. Ia tidak mengenal siapa bocah itu.
"Dimana orangtuamu, Boy?"
"Aku Ares, papa. Kenapa Papa Damar tidak mengenaliku?"
Damar semakin kaget, bagaimana bisa bocah ini tahu namanya?

"Ares..."
Dari jauh suara seorang wanita membuat bocah itu berbinar.
"Mama..." Teriak Ares.
Lain halnya dengan Damar, mata pria itu melebar. Wanita itu...

Wanita masa lalunya.
Sosok yang selalu berisik.
Tidak bisa diam.
Selalu penuh kekonyolan.
Namun dalam sekejab menghilang tanpa kabar. Meninggalkan tanya dan hati yang sulit melupakan.

Kini sosok itu ada di depannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ly_Nand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20. Gila-gilaan Mengejarmu

Suasana makan siang terasa canggung.

Stasia berusaha menormalkan detak jantungnya, karena sedari tadi ia merasa tatapan Damar terus menusuk, seolah ingin menguliti lapisan terdalam dirinya.

Di meja, makanan tersaji lengkap. Stasia menyibukkan diri dengan membantu Ares makan rapi, pura-pura tenang meski dadanya berdebar.

Sementara itu, Mama Rini—yang duduk di sisi mereka—berusaha menengahi. Ia khawatir ketegangan ini meledak di depan Ares, yang masih terlalu kecil untuk memahami.

“Ares sudah selesai makan?” tanya Mama Rini dengan senyum hangat.

“Sudah, Oma,” jawab Ares polos. Ya, memang Mama Rini yang meminta bocah itu memanggilnya Oma.

“Mau ikut Oma? Oma bingung mau cari baju untuk adik bayi. Ares mau bantu Oma pilih baju?”

Mata Ares langsung berbinar. “Di rumah Oma ada bayi? Sama kayak Dady Andre. Di rumah Dady Andre juga ada bayi!”

Ucapan polos itu membuat Damar tercekat. Kata Dady yang keluar dari mulut bocah itu membuat dadanya mendidih.

“Siapa Dady Andre?” tanya Mama Rini lembut.

“Dady-nya Ares. Setiap hari Dady Andre yang jemput Ares sekolah,” jawab bocah itu bangga.

“Oh… Dady punya bayi?”

“Iya! Bayinya kecil banget. Ares suka main sama bayi kecil, mereka lucu,” serunya penuh antusias.

Mama Rini menahan senyum. “Kalau gitu, ayo bantu Oma pilih baju untuk bayi kecil. Bayi di rumah Oma juga butuh baju tambahan.”

“Boleh, Ma?” Ares menoleh penuh harap pada Stasia.

Stasia hanya mengangguk pelan. Senyum bahagia segera mengembang di wajah Ares.

Mama Rini lalu menatap Damar dan Stasia bergantian. “Bicaralah. Kalian perlu bicara berdua. Biar Ares Mama bawa jalan-jalan.”

***

Hening beberapa saat. Tak ada yang berani memulai. Hingga akhirnya Stasia menarik napas, mencoba membuka.pembicaraan.

“Maaf. Aku tidak tahu kenapa Ares memanggilmu Papa. Kalian belum pernah bertemu sebelumnya. Aku sungguh minta maaf. Aku akan beri pengertian padanya nanti.”

Damar menghela napas keras. “Bukan itu yang harus kita bicarakan sekarang.”

Stasia mengernyit, bingung.

“Di CV-mu tertulis kamu belum menikah. Tapi bagaimana bisa kamu sudah punya anak? Bagaimana hidupmu di Paris? Apa… kamu berhubungan tanpa menikah?”

Kalimat itu menohok. Tuduhan kejam itu seperti tamparan keras. Stasia menunduk, menahan sakit hati yang menggerogoti dadanya.

“Apa menurutmu aku wanita seperti itu?” suaranya bergetar, tapi sinis.

“Lalu bagaimana aku harus berpikir? Kamu punya anak tanpa suami. Oh… atau jangan-jangan, pria itu tidak mau bertanggung jawab karena sudah punya istri? Putramu bahkan bilang ‘Dady’-nya punya bayi. Jadi apa? Kamu selingkuhan? Atau kamu yang diselingkuhi?”

Air mata yang Stasia coba bendung akhirnya jatuh. Ia menggigit bibir, menahan amarah sekaligus sakit hati.

Dalam hati kecilnya, Damar sebenarnya ikut perih melihat air mata itu. Tapi rasa cemburu membutakan logikanya.

“Anda bukan siapa-siapa bagi saya,” Stasia akhirnya berkata dengan nada penuh luka. “Jadi saya tidak berkewajiban menjelaskan apa pun pada Anda. Terserah Anda mau menilai saya apa. Yang jelas, saya tidak serendah itu.”

“Kamu bilang tidak serendah itu?” Damar mendengus, penuh ejekan.

Ia lalu menarik tangan Stasia kasar, menyeretnya keluar. Meski meronta, Stasia tetap dipaksa masuk ke dalam mobilnya.

Di dalam mobil, tubuhnya terkungkung oleh tubuh Damar. Nafas pria itu memburu, matanya menyala penuh amarah.

“Sudah berapa banyak pria yang berhasil kamu goda?”

Hati Stasia semakin remuk.

“Berapapun yang mereka berikan, aku bisa beri lebih banyak,” Damar mendesis.

“Hentikan, Damar!” Stasia mencoba mendorongnya.

“Apa? Hentikan? Bukankah ini hal biasa buatmu?” ejeknya lagi.

Dengan sisa tenaga, Stasia menghentak tubuh Damar hingga pria itu terjembab ke jok. Air matanya deras.

“Aku tidak menyangka, di matamu aku serendah itu… Asal kamu tahu, aku tidak semurah itu. Aku punya kehormatan yang selalu kujaga.”

“Kehormatan? Bagaimana bisa wanita ‘terhormat’ punya anak tanpa menikah?”

“Dia bukan anakku!” seru Stasia, nyaring.

Damar membeku. “Apa maksudmu?”

“Ares keponakanku.”

Hening. Kata-kata itu seperti palu yang menghantam dada Damar.

Ada rasa bersalah merayap cepat di hatinya. “Stacy… maaf—”

“Untuk apa? Kamu bebas berpikir apa pun tentangku. Kita memang bukan apa-apa.” Stasia menatapnya dengan mata berkaca. “Yang jelas, aku bukan lagi Stacy yang dulu… yang selalu mencari cara untuk dekat denganmu.”

Ketakutan menyergap Damar. Ia segera meraih tubuh Stasia, memeluknya erat. “Jangan bilang begitu… Tolong, tetaplah jadi Stacy yang dulu. Aku merindukanmu. Aku… mencintaimu.”

Stasia membeku. Hatinya berkecamuk. Ia berusaha keras melupakan pria ini, menutup semua harapannya. Tapi kini… sebagian hatinya goyah. Ada bahagia yang tiba-tiba muncul, bercampur kecewa dan ragu.

“Lepaskan, Dam. Aku harus pergi.”

Suara Stasia pelan, bergetar.

Namun Damar semakin erat memeluknya. “Tidak. Jangan pergi dulu. Jangan pergi saat kamu masih menyimpan kecewa padaku. Maaf… maaf karena aku sudah kasar. Aku akui, aku terlalu cemburu.”

Stasia tetap diam. Membisu. Membuat dada Damar makin gelisah. Perlahan ia melonggarkan pelukannya, lalu menatap wajah Stasia yang enggan memandangnya dan terus membuang muka.

“Tolong… lihatlah aku,” bisik Damar lirih, penuh permohonan.

Namun Stasia tetap membuang muka, seakan menatap Damar hanya membuatnya semakin kesal.

Dengan hati-hati, Damar mengangkat wajah Stasia. Telapak tangannya menangkup pipi lembut itu, jemarinya bergetar. Tatapan matanya penuh kelembutan, bukan lagi amarah.

“Maaf kalau aku bersikap dingin padamu. Maaf karena aku sempat berpikir buruk tentangmu.” Suaranya parau, namun setiap kata terasa tulus. “Kamu harus tahu, aku gila karena kamu menghilang dulu… apa lagi kamu hanya meninggalkan sepucuk surat. Aku ingin mencarimu, tapi waktu itu aku belum mampu.”

Ia menelan ludah, matanya sedikit berkaca.

“Kamu tahu kenapa aku menamai perusahaanku Starlight? Karena aku selalu ingat kamu yang begitu menyukai bintang. Tapi bukan hanya itu… Seperti katamu, Star adalah inisial kita, Stacy dan Damar. Aku ingin namamu selalu ada dalam langkahku. Bahkan cabang pertama yang kubuka di Paris… itu karena aku berharap bisa bertemu denganmu di sana.”

Stasia tertegun. Dadanya terasa sesak oleh rasa haru. Selama ini ia tak pernah tahu…

Damar menghela napas dalam. “Stacy, kehilanganmu sekali saja sudah membuatku sesak. Aku takut… aku benar-benar takut kehilanganmu lagi. Maaf kalau tadi aku tak bisa mengendalikan diriku. Aku hanya… terlalu takut.”

Ia menunduk, keningnya menyentuh dahi Stasia. Getar suaranya begitu lirih, seolah setiap kata keluar dari dasar hatinya.

“Tolong… jangan menghilang lagi dari sisiku. Beri aku kesempatan untuk bisa bersamamu.”

Hati Stasia berdesir hebat. Bunga-bunga harapan yang selama ini ia kubur, kini merekah begitu liar. Betapa ia ingin tersenyum, ingin mengakui bahwa dirinya pun selalu memikirkan Damar. Namun bayangan luka tadi, tuduhan-tuduhan yang melukai harga dirinya, masih menahan bibirnya untuk tidak mengucapkan apa pun.

Seolah bisa membaca kebimbangan itu, Damar kembali berujar.

“Kalau kamu belum bisa memaafkanku sekarang, tidak apa-apa. Aku yang akan berusaha. Biarkan kali ini… aku yang mengejarmu.” Tatapannya dalam, begitu mantap. “Bukan lagi Stacy yang gila-gilaan mengejar Damar. Tapi kali ini, Damar yang akan secara gila mengejar Stacy.”

1
Erna Fadhilah
sangat sangat sangat banyak kan malah
Erna Fadhilah
menang di Damar kalau posisinya kaya gitu 😁😁
Nittha Nethol
lanjut kak.jangan pakai lama
Sri Wahyudi
lanjud kak
Erna Fadhilah
asiiik 😂😂😂skrg gantian Damar yang ngejar Stacy ya😄😄
Erna Fadhilah
pada shock semua ini denger Ares manggil Damar dengan panggilan papa 😁😁
Erna Fadhilah
kamu ikuti aja Stacy nan pas akhir pekan biar kamu tau siapa orang yang di panggil sayang sama Stacy
Erna Fadhilah
Stacy bingung dia mau sama Ares tp di suruh sama Damar ketemu mama Rini
Erna Fadhilah
kirain tidur di kamar di dalam ruangan Damar 😂😂
Erna Fadhilah
tenang res sebentar lagi kamu bakal punya papa yang bakal sayang sama kamu
Erna Fadhilah
jangan jangan orang yang di maksud Stacy itu pak hadi sama hana 🤔🤔
Erna Fadhilah
yang di panggil sayang sama Stacy itu Ares ponakannya bukan orang special lainnya Dam 🤦‍♀️😁
Erna Fadhilah
makanya Dam ingat kata mama Rini ya kamu jangan gedein gengsi nanti bakal nyesel baru tau rasa
Erna Fadhilah
kirain wulan atau ayu eeeh ternyata mama Rini yang masuk ruangan Damar
Erna Fadhilah
siapa tu yg datang, wulan atau ayu kah🤔🤔
Sri Wahyudi
lanjud kak
Erna Fadhilah
begitu Damar masuk langsung liat pemandangan yang buat dia kebakaran
Erna Fadhilah
hana PD sekali mengaku calon istri Damar, masih untung Damar ga langsung ngomong sama para karyawan kalau hana bukan calon istrinya, kalau sampai itu terjadi bisa malu pakai banget pasti
Erna Fadhilah
aku seruju banget kalau wulan sama Andre
Erna Fadhilah
aku penasaran adam belum nikah ya thor, padahal kan dia lebih tua dari wulan dan Damar, wulan aja malah udah punya anak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!