Kiara Safira Azzahra harus menelan pil pahit mendapati kekasihnya tiba-tiba tidak ada kabar berita. Ternyata ehh ternyata, kekasihnya......
😱😱😱😱
Penasaran????
Yuk kepoin cerita author yang bikin kalian mewek-mewek baper abiss....
Hanya disini.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cahyaning fitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
"Papa?"
"Kia!"
Seperti bertahun-tahun terpisah, Kia berlari menghambur ke pelukan papanya dengan segala rindu yang menumpuk di dada.
Tio yang selama ini menahan rasa rindu beribu malam, melepaskan semua haru yang terpendam dalam pelukan yang mengikat jiwa mereka tanpa kata. Tangis mereka bertaut, membasahi sudut hati yang selama ini hampa, seakan ingin menuntaskan kerinduan yang telah lama terkubur.
"Papa.....?" pekik Kia terisak-isak. Dia sudah tidak bisa menahan air mata yang menggantung di kelopak.
"Papa kemana aja? Kenapa Papa nggak pulang lagi ke rumah?" tanya Kia dengan deraian air mata.
"Maafkan papa, Nak," ucap Tio yang juga ikut terisak-isak, "Papa sudah nggak bisa pulang ke rumah itu lagi. Karena papa......!" Tio menggantung kalimatnya di tenggorokan. Rasanya tidak sanggup mengatakan bahwa dirinya dan sang istri sudah berpisah. Kata talak sudah ia ucapkan.
"Karena papa sudah memiliki perempuan lain?" tebak Kia, menatap nanar.
Tio sedikit terperanjat. Namun tidak kaget kalau Kia tau. Rosalin pasti sudah memberitahu semuanya pada sang putri yang kini sudah dewasa.
"Kenapa, Pah? Kenapa papa tega melakukan itu? Selama ini......papa selalu menjadi panutanku. Tapi kenapa papa justru menghancurkan hatiku? menghancurkan hati Mama? juga menghancurkan hati Kak Ratu? Kenapa, Pah?" cecar Kia terisak-isak. Hatinya sakit sekali, melihat rumah tangga kedua orang tuanya hancur.
Tio terguguk. Dia tau, dia salah. Tapi ada hal kenapa semua itu bisa terjadi.
"Kata mama, papa ninggalin mamah karena ada orang ketiga. Papa selingkuh? Kenapa, Pah?" isak Kia. Andai saja tidak berdosa, rasanya tangan Kia ingin memukul tubuh papanya. Tapi sayangnya tidak bisa, bagaimana pun kelakuannya, pria itu yang selama ini memberinya cinta dan kasih sayang.
"Papa tidak selingkuh." Katanya. Kia memberi kesempatan pria itu untuk menjelaskan.
"Papa sudah menikahinya. Walaupun cuman siri?" lanjutnya lagi.
Kia terkejut. Hatinya benar-benar remuk. Apalagi hati mamanya karena dikhianati.
"Papa menikahinya?" Kia tertawa samar, "Jadi..... yang di RS, apa itu papa, Pah?" tanyanya.
"Ka-kamu ngeliat papa?"
"Ya," angguk Kia.
Kia menatap Tio dengan mata membelalak, suaranya tercekat.
"Aku sempat lihat Papa sama seorang wanita hamil... itu benar, kan?"
Tio mengangguk pelan, tanpa bisa menyembunyikan rahasianya lagi. Tubuh Kia seketika melemas, kakinya seperti kehilangan tenaga. Ia duduk terpaku di kursinya, dada sesak seolah baru saja disambar petir yang menghantam hati tanpa ampun.
"Iya, Nak. Dia istri baru papa. Dan sekarang dia sedang mengandung anak papa," aku-nya.
Kia menatap tak percaya sambil menutupi mulutnya.
Satu tetes air mata kembali terjatuh. Perih rasanya.
Bukan hanya diri yang hancur. Keluarga juga hancur. Apakah dia dan Ratu benar-benar akan kehilangan keluarga yang utuh???
Entahlah.
"Terakhir papa datang ke rumah ---mama marah besar sama aku," ucap Kia. Matanya sembab.
Tio mendongakkan kepalanya menatap dalam mata Kia yang sembab.
"Katanya ---papa baru aja nalak mama," Kia tersenyum getir, "Papa tau apa yang mama lakukan setelah itu?"
Tio semakin menatap dalam wajah penuh luka itu.
"Mama berubah jadi sosok yang tak kukenal. Wajahnya merah padam, matanya melotot penuh amarah. Tangan itu datang begitu cepat, mencambuk tubuh aku tanpa ampun. Rambutku dijambak kasar, seolah tak peduli sakit yang Kia rasakan. Sesaat kemudian, kepalaku terhempas keras ke tembok dingin, Pah... aku sampai dilarikan ke RS sama temen-temen ku," suara Kia bergetar, air mata menetes deras tanpa bisa ditahan.
Tio hanya bisa terpaku, dadanya terasa sesak seperti ditekan palu raksasa, mendengar luka hati putrinya terbuka di hadapannya.
"Dia juga ngumpatin aku, bilang kalau aku anak sial. Kelahiran ku membawa sial. Yang ingin ku tau....?" Kia menjeda kalimatnya sambil menyeka air mata, "Kenapa mama begitu membenciku, Pah? Kenapa mama selalu mengatai ku- anak pembawa sial? Aku ingin tau alasannya, Pah? Setiap mama marah, pasti dia akan mengatakan itu. Tapi sama Kak Ratu, mama tidak pernah mengatakan itu? Sikapnya pada ku juga jauh berbeda. Papa pasti tahu kan alasannya?"
"Aku mohon, Pah. Katakan padaku? Jelaskan semuanya? Jujur pada ku, Pah?" mohon Kia.
Tio juga menitikkan air matanya. Tubuhnya bergetar menahan beban yang sangat berat.
Apa hari ini adalah waktunya dia jujur???
"Nak....?"
"Papa katakan saja? Aku tidak apa-apa?" ucap Kia, berusaha kuat. Karena memang tujuan dia bertemu papanya, dia ingin tau sebuah kebenaran.
Tio menahan nafasnya, lalu menghelanya begitu berat.
"Kamu yakin ingin dengar?" tanyanya.
Kia menganggukkan kepalanya.
Ya, hari ini dia benar-benar ingin tahu kebenarannya dari mulut papanya sendiri.
"Yakin kamu kuat?" tanya Tio menatap wajah putrinya dengan sayang. Wajah itulah yang dulu ia kecup. Yang ia belai-belai dengan penuh kasih sayang.
Kia mengangguk yakin.
Sebelum mereka sempat bicara lebih jauh, seorang pelayan mendekat sambil membawa pesanan keduanya.
Kafe itu masih sama seperti dulu, tempat favorit ayah dan anak itu menghabiskan waktu bersama. Namun, di antara aroma kopi dan riuh rendah pengunjung, ada keheningan yang berat menghimpit, mengingatkan betapa semuanya kini terasa berbeda.
"Dua puluh satu tahun yang lalu," Tio mengingat masa lalunya.
"Papa, mama dan kakakmu Ratu yang saat itu berusia 2 tahun, adalah keluarga yang sangat bahagia. Kami hampir tidak pernah bertengkar," Tio Tio memulai ceritanya. Kia mendengar dengan penuh antusias.
"Suatu hari, kami berencana untuk liburan ke rumah nenek mu. Kami sudah mempersiapkan semuanya dengan matang. Kami bahagia. Sangat bahagia. Mama mu tersenyum lebar. Ratu yang saat itu sedang lucu-lucunya. Papa merasa menjadi seorang ayah yang sempurna. Hingga.....!" Tio menjeda kalimatnya.
Tubuhnya gemetar hebat, seolah setiap inci mengerang dalam kesakitan. Matanya membasahi pipi yang menipis, napasnya tersengal tak teratur. Ia berusaha menahan tangis yang sudah di ambang lepas, tapi suara isaknya malah pecah keluar.
Tio menatap dalam mata Kia, berusaha menakar seberapa dalam luka yang akan ditinggalkan jika ia memaparkan semuanya.
Rahasia itu—beban yang selama ini ia pendam—begitu berat untuk diungkap, namun desakan putrinya semakin menggenggam erat hatinya. Ia tahu, kejujuran ini bisa merobek harapan Kia, tapi kebohongan yang ia simpan juga mulai memenjarakan rasa saling percaya di antara mereka. Dalam hening yang mencekam, napas Tio tercekat, antara takut menyakiti dan terpaksa jujur.
"Hingga apa, Pah?" desak Kia.
"Hingga..... kejadian naas itu terjadi....?" lanjutnya dengan bibir bergetar.
"Kejadian naas....?" Kia tidak paham.
"Ya, Nak. Kejadian naas yang terjadi pada mamahmu." Ucapnya.
Hening sejenak---Karena Tio menghirup udara dalam-dalam.
"Ditengah perjalanan menuju rumah nenekmu," ucap Tio pelan, matanya menatap kosong ke arah gelas kopi di tangannya. "Kami dirampok. Semua barang berharga—ponsel, perhiasan, uang—diambil habis." Ia mengusap wajahnya yang penuh luka batin, jari-jarinya bergetar halus.
"Tapi..." suaranya tiba-tiba menurun, seakan menahan beban yang sulit diungkap.
Tio berhenti sejenak, menyesap kopinya perlahan, napasnya bergetar. "Salah satu dari mereka sudah..." kalimatnya terhenti, menyisakan keheningan yang menekan. Kia begitu penasaran dengan apa yang ingin papanya katakan.
"Salah satu dari mereka sudah melecehkan mama mu....?" nafasnya tersengal-sengal begitu rekaman memori mengerikan itu berputar-putar di kepalanya.
"APA?"
To be continued....
Sedih..... 😓😓😓😓
Komennya sedikit...... 😓😓
benarkah???