NovelToon NovelToon
Sabda Buana

Sabda Buana

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Fantasi Timur / Kebangkitan pecundang / Epik Petualangan / Pusaka Ajaib
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ilham Persyada

Wira Pramana, seorang murid senior di Perguruan Rantai Emas, memulai petualangannya di dunia persilatan. Petualangan yang justru mengantarnya menyingkap sebuah rahasia di balik jati dirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ilham Persyada, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Misi Perburuan Tahunan Dimulai

Dalam sebuah ruang tahanan di bawah tanah, Barda tergolek tak sadarkan diri. Pada sepasang kakinya, belenggu besi berwarna hitam terpasang, tersambung dengan rantai yang terpaku pada lantai ruangan.

Mungkin, kecuali teman-temannya, tak ada yang akan mengenali Barda dalam keadaannya yang sekarang. Tubuhnya yang semula tegap dan berisi kini tinggal kulit berbalut tulang. Matanya yang terpejam dan pipi-pipinya terlihat begitu cekung. Pada sekujur tubuhnya, tak sedikit kulit yang terkelupas meninggalkan luka yang terbuka.

Dari waktu ke waktu, para tabib perguruan akan melakukan pemeriksaan secara bergiliran dan melaporkan hasilnya kepada para petinggi perguruan, tentunya tanpa terkecuali Ketua Raksala.

Seorang tabib tampak baru selesai memeriksa kondisi barda. Ia berdiri dan keluar dari ruang tahanan itu kemudian menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada Alang Ganendra dan Harya Tama yang kebetulan ada di tempat itu.

Kedua pendekar tingkat tinggi itu menyimak keterangan yang diberikan si tabib.

“Apakah sudah tak ada cara lain lagi?” tanya Harya.

“Untuk saat ini, kami belum menemukan cara terbaik selain yang telah kita usahakan, tuan Harya.”

“Baiklah, terima kasih atas kerja keras Anda. Kami ingin berdiskusi sebentar perihal ini.”

Si tabib pamit undur diri dan pergi meninggalkan ruang bawah tanah. Harya melihat Alang yang sedang berjongkok dan memeriksa nadi Barda.

Pria berbadan kekar itu berdiri dan menggelengkan kepala tak lama kemudian, “Sungguh disayangkan …, kalau saja anak ini mendengarkan kata teman-temannya.”

“Mestinya hari ini surat yang kita kirimkan telah sampai. Untuk sementara, kita hanya bisa menunggu kabar.”

“Ya, mengingat watak Malanata Kuntala, aku ragu ia akan menanggapi masalah ini dengan penyesalan.”

“Kalau masalah itu, posisi kita justru lebih kuat. Kau sendiri tahu, tak sedikit murid yang dapat memberi kesaksian yang memberatkan Barda.”

“Maksudmu, hal ini tentang kemungkinan beredarnya pil darah monster di kalangan pendekar dan para murid?’ tanya Alang.

Harya mengangguk, “Kau tahu kan kalau kita tak bisa mengabaikan hal ini, walaupun kemungkinannya kecil.”

Alang Ganendra menghela napas, “Itu sudah pasti,” ekspresinya seketika berubah menjadi geram, “kalau hal itu benar dan kita menemukan siapa pelakunya, akan kucabik-cabik orang itu dengan tanganku sendiri!”

...***...

Hari pelaksanaan misi perburuan tahunan pun tiba. Sejak pagi buta, persiapan keberangkatan misi membuat Perguruan Rantai Emas terlihat begitu sibuk. Para murid, pendekar, dan Prajurit Suranaga terlihat sibuk dalam mempersiapkan dan memeriksa segala macam keperluan yang akan mereka butuhkan. Peniadaan latihan harian rutin menunjukkan pentingnya misi yang telah menjadi agenda tahunan bagi Perguruan Rantai Emas ini.

Para murid yang menjalani misi telah dikumpulkan di kelas-kelas sesuai dengan kelompoknya dan sedang mendapatkan arahan. Wira pun menjalani pengarahan misinya bersama kelompok tujuh. Ia tak mendapati perubahan berarti pada pembagian kelompok dalam misi ini.

Sebagaimana dirinya yang tetap berada dalam kelompok 7, Ratnasari dan Nala tetap berada di kelompok 3, sementara Mahendra dan Sularsa tetap dengan kelompok 2. Di samping itu, wilayah pelaksanaan misi pun tetap seperti sebelumnya. Wira dan kelompoknya akan tetap beroperasi di sekitar Desa Danpa.

Selepas pengarahan dan pengecekan perlengkapan, Wira dan seluruh murid yang terlibat dalam misi berkumpul di aula utama. Wira yang saat itu baru memasuki tempat itu melihat Mahendra dan Sularsa tengah berbicara dengan Ratnasari dan Nala.

Wira tersenyum, sepertinya Mahendra dan Sularsa meminta maaf kepada Ratnasari dan Nala menjelaskan keterlibatan mereka dalam penyelamatannya. Dari kejauhan, Wira dapat melihat Ratnasari pun telah memaafkan, bahkan berterima kasih kepada mereka. Tentunya, selain penjelasan Nala, Ki Damar pun pasti telah menceritakan hal ini kepada Ratnasari.

Saat Wira mendekati mereka, kelimanya pun bertukar sapa dan berbincang sejenak hingga Mahendra dan Sularsa pamit untuk kembali ke kelompoknya. Kini, tinggallah Wira bersama Nala dan Ratnasari bertiga. Wira merasa suasana antara ketiganya mendadak menjadi canggung sehingga ia pun memberanikan diri untuk membuka pembicaraan lebih dulu.

“Ehm, Non Ratna, bagaimana keadaanmu?”

“Hmm … kenapa sih selalu pakai Non?” Ratnasari mendadak cemberut.

Sementara Nala menggaruk pipinya yang sebenarnya tak gatal, Wira tersedak ludahnya sendiri. Namun, sikap Ratnasari yang seperti itu justru memperlihatkan kalau selain dirinya sudah benar-benar pulih dan siap untuk mengikuti misi ini, suasana hatinya pun sedang sangat baik.

Wira menghela napas, “Baiklah, Ratna, bagaimana kea –,”

“Huft – aku baik-baik saja Wira …, terima kasih,” Ratnasari menyela dan tersenyum hangat kepada Wira.

“Terima kasih,” Ratnasari kemudian menatap Nala, menunjukkan bahwa ungkapan tersebut juga ia tujukan kepada Nala, “aku sudah mendengar cerita lengkapnya dari ayahku dan Guru Harya Tama, jadi, terima kasih karena kalian berdua sungguh menyelamatkanku.”

“Tapi Ratna, aku hanya …,”

“Kalau Nala tidak datang bersama Guru Harya Tama dan timnya, mungkin kami masih akan direpotkan dengan Barda.” Wira menyadari Nala hendak mengatakan yang sebenarnya sehingga ia menyela sahabatnya itu dan menyampaikan bahwa Nala pun turut berperan penting atas penyelamatannya.

Melihat cara Ratnasari menatap Nala yang sedang salah tingkah, Wira tersenyum dalam hati. Ia berharap hal ini dapat membuka jalan bagi Nala agar menjadi lebih dekat dengan Ratnasari.

Suasana di antara tiga sekawan itu pun mulai mencair saat Ratnasari mulai menceritakan awal mula ia memergoki Barda menerobos masuk kamarnya. Ia menyesal karena tak cukup sigap untuk menghadapi Barda saat itu dan belum cukup puas karena hanya memberi Barda luka yang tidak berarti.

Nala menanggapi dengan menceritakan hukuman yang didapatkan Barda karena perbuatannya itu sekaligus konsekuensi dari meminum pil darah monster.

“Aku tidak menyangka Barda akan senekat itu …, ya …, tapi syukurlah Mahendra dan Sularsa sepertinya betul-betul berubah ya?”

Ketiganya menatap Mahendra dan Sularsa yang tengah bersama kelompoknya. Tak lama kemudian, Ki Damar meminta perhatian kepada seluruh peserta misi perburuan. Wira pun berpisah dengan Nala dan Ratnasari untuk kembali kelompoknya. Wira tersenyum saat sempat melihat Ratnasari menggandeng tangan Nala sebelum berbalik dan bergabung dengan kelompok mereka.

Setelah mengucapkan beberapa wejangan, Ki Damar menyerahkan pembicaraan kepada Ketua Raksala. Para murid dengan serius menyimak perkataan pria sepuh yang merupakan Ketua Perguruan Rantai Emas itu.

Setelah mengingatkan semua peserta untuk memprioritaskan keselamatan satu sama lain, Ketua Raksala berkata, “ …, dengan ini, saya menyatakan bahwa Misi Perburuan Tahunan Perguruan Rantai Emas secara resmi dimulai!”

Para murid bersorak menyambut pelepasan dari sang ketua perguruan. Hampir semuanya menyambut hal itu dengan antusias sebelum mulai berangkat sesuai kelompok dan urutan yang telah ditentukan.

Di antara lautan peserta misi perburuan, Wira sempat melihat Jenderal Dranasapta dan kedua wakilnya berkumpul dengan Ketua Raksala beserta Ki Damar dan para guru lainnya. Wira mendapati sedikit ketegangan dalam raut wajah setiap orang itu walaupun sebagian besarnya berusaha memperlihatkan sikap tenang.

Ingatan Wira pun kembali kepada perbincangannya dengan Nala semalam sebelum keberangkatan itu. Mungkin, di antara sekian banyak murid perguruan, hanya dirinya dan Nala yang memikirkan nama kelompok Kala Hitam untuk saat ini.

Wira menangkap tatapan mata Nala kepadanya saat kelompok tiga mulai bergerak meninggalkan perguruan dan melewati kelompok lainnya. Tatapan yang menunjukkan niatnya untuk melindungi Ratnasari sekuat tenaga. Wira pun mengangguk menunjukkan keyakinannya pada Nala.

Setelah beberapa waktu, tibalah giliran kelompok tujuh. Dari posisinya di dalam barisan, Wira melihat seorang pendekar madya yang menjadi ketua dari kelompok tujuh memberi instruksi dan mereka pun mulai bergerak meninggalkan perguruan dalam misi perburuan tahunan.

Wira menggenggam pedang peraknya. Entah kenapa, nalurinya mengatakan bahwa misi perburuan tahunan kali ini akan menjadi hari-hari yang panjang. Wira hanya berharap mereka semua dapat menyelesaikan misi dan berkumpul kembali di perguruan dalam keadaan baik-baik saja.

1
anggita
like, iklan utk novel fantasi timur lokal, moga lancar👌
anggita
Wira...,,, Ratnasari😘
Mythril Solace
Seru banget ceritanya, thor! Alurnya ngalir dan gaya penulisannya hidup banget—bikin aku kebawa suasana waktu baca. Aku juga lagi belajar nulis, dan karya-karya kayak gini tuh bikin makin semangat. Ditunggu update selanjutnya ya! 👍🔥
Ilham Persyada: siyap kak ..🫡
total 1 replies
Hillary Silva
Gak kebayang ada cerita sebagus ini!
Kaede Fuyou
Ceritanya bikin saya ketagihan, gak sabar mau baca kelanjutannya😍
Ilham Persyada: terima kasih Kak ... mohon dukungannya 🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!