menjadi sukses dan kaya raya tidak menjamin kebahagiaanmu dan membuat orang yang kau cintai akan tetap di sampingmu. itulah yang di alami oleh Aldebaran, menjadi seorang CEO sukses dan kaya tidak mampu membuat istrinya tetap bersamanya, namu sebaliknya istrinya memilih berselingkuh dengan sahabat dan rekan bisnisnya. yang membuat kehidupan Aldebaran terpuruk dalam kesedihan dan kekecewaan yang mendalam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni Luh putu Sri rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Setelah turun Di halte bis Lilia dan Tommy berjalan kaki dari halte ke sekolah. Sepanjang perjalanan mereka tidak saling bicara, diam-diam Tommy memperhatikan Lilia yang berjalan di sampingnya, matanya masih sembab dan langkah kakinya lamban. Membuat Tommy sedikit jengkel, karena melihat Lilia yang berjalan lamban seperti siput di matanya.
"Hei! Cerita saja! Aku akan mendengarkan." ujar Tommy. Masih terlihat tenang.
Lilia terdiam, kepalanya masih tertunduk dalam, pandangannya tertuju ke kakinya. Rambutnya yang tergerai menutupi sebagian wajahnya.
"Apa kau di tolak orang yang kau sukai sampai kau sesedih itu?" tanya Tommy lagi, nada bicaranya masih datar, namun sesungguhnya ia khawatir.
Tommy yang masih berjalan di samping Lilia melirik Lilia dari sudut matanya, ia memperhatikan gadis itu.
"Oi, Imut! Kalau mau menangis, menangis saja! jalanmu itu kayak zombie yang makan buffet gratis—lelet!" kata Tommy.
Lilia mengangkat wajahnya, air matanya sudah mengenang di matanya yang besar. Pipinya merah, hidungnya mengkerut—seperti anak kecil yang di larang jajan.
"Senior... Lilia... Hiks..." katanya akhirnya. Lilia menatap Tommy dengan mata berkaca-kaca hampir menangis. Hingga akhirnya ia menangis juga.
"EH—TUNGGU—"
Tiba-tiba Lilia menerjang Tommy seperti rudal yang di luncurkan! Lilia memeluk Tommy kencang sampai Tommy bisa merasakan tulang rusuknya berderak.
"IMUT! AKU BUKAN BANTAL STRES, WOI—!!"
Ia mengangkat tangan seperti kena rampok, matanya liar memandang ke sekeliling memastikan tidak ada orang yang meliat kejadian itu.
Hingga ada seorang emak-emak meliat kearahnya dan menatapnya tajam, Tommy langsung mengakat tangannya tinggi-tinggi ia tahu apa yang di pikirkan emak-emak itu yang mengira dia telah membuat Lilia menangis di tempat umum.
"INI SALAH PAHAM!! AKU GAK BIKIN DIA MENANGIS!! AKU KORBAN! KORBAN PELUKAN TIDAK SENONOH!!" teriaknya histeris. "Ini benar-benar mengkhianati penampilanku.." gumamnya penuh penderitaan.
Saat Tommy berusaha melepaskan pelukan Lilia darinya, gadis itu malah makin menggali wajahnya ke dalam dada Tommy, sampai Tommy bisa merasakan nafas hangat gadis itu menembus kaosnya.
"IMUT! KAU TIDAK BISA SEMENA-MENA SEPERTI INI—"
Tiba-tiba Tommy terdiam, ia merasakan sensasi lembut menekan perutnya. Sontak mata Tommy membelalak lebar, wajahnya tiba-tiba memerah dan jantungnya berdetak kencang seolah ingin melompat dari dadanya.
"OH, SH—ITU APA?! ITU PAYUDARA, KAN?! ITU PAYUDARA?! YA, ITU PAYUDARA! AKU TAHU ITU PAYUDARA!" Jerit Tommy dalam hati, panik nyaris putus asa.
Otaknya langsung meledak dan error. Darahnya mendidih dan mengalir kedua tempat sekaligus—ke kepalanya hingga membuat wajahnya memerah seperti cabe kriting dan ke bawah, eh?!
"JANGAN—INI BAHaya—AKU BISA JADI MONSTER—" Jeritnya, sambil membayangkan kepala guru matematika botak untuk menenangkan pikiran kotornya dan kejantanannya yang mulai terasa berdenyut.
Lilia tidak sadar, tindakannya bisa membuat Tommy merasa berada di ambang hidup dan mati. Ia malah menggosokan wajahnya di dada Tommy seperti kucing yang lagi manja.
"Senior..." ia masih menggosokan wajahnya di dada Tommy sambil masih menangis.
"JANGAN GERAK-GERAK!! AKU BUKAN SANDAL JEPIT YANG BISA KAU GOSOK-GOSOK SEMAUmu!" Teriak Tommy lagi, kali ini suaranya terdengar putus asa.
Bukannya mengindahkan teriakan Tommy, Lilia malah mengencangkan pelukannya, membuat tubuh bagian atasnya semakin menekan ke tubuh Tommy.
"NGGAK—INI SUDAH KELEWAT BATAS— AKU MASIH PRIA NORMAL, IMUT!! AKU BISA—" Teriaknya dalm hati. "JANGAN BANGKIT SIALAN! JANGAN SEKARANG!!!" jerit Tommy, lebih pada dirinya sendiri, merasakan kejantanannya berkibar.
Tiba-tiba, Lilia mendongak. Tatapan mereka bertemu, Tommy masih melihat bekas air mata di wajah Lilia.
"Senior itu berisik sekali!" bentak Lilia, tampak merajuk. "Memangnya tidak bisa, apa? Sekali saja Senior baik sama Lilia!" katanya lagi lalu mulai menangis lagi. "Lilia lagi sedih, marah, kesal... Lilia tidak tahu harus bagaimana..."
"Kau saja tidak bilang apa maslahmu, main terjang saja, kau pikir aku samsak?!" Kata Tommy lagi.
Di tengah omelannya, tiba-tiba Lilia terdiam dan berhenti bicara. Ia menatap wajah Tommy yang memerah seperti kepiting rebus.
"Eh?! Senior kenapa?" tanya Lilia, ia tiba-tiba berhenti menangis. Kenapa wajah Senior merah begitu? Senior sakit?" tanya Lilia dengan polos, meski sisa air matanya masih tersisa di pipinya.
"Bukan sakit... Itu...itu karena..." Katanya gugup, sambil menutupi mulutnya dengan punggung tangannya, berharap Lilia tidak akan memperhatikan rona merah yang mulai menjalar ke leher dan telinganya. "Sinar matahari! Ya, sinar matahari sangat berbahaya!" lalu Tommy mengipas-ngipas wajahnya dengan tangan sementara tangannya yang lain memegangi bahu Lilia yang masih memeluknya.
Lilia hanya mengangguk polos.
"Oohh, tapi... Senior, ini apa? Lilia merasa ada yang keras di perut Lilia." Katanya, dengan gerakan pelan Lilia mengarahkan tangannya ke bawah mencoba menyentuh sesuatu yang ia bilang keras tadi.
Seketika mata Tommy membelalak lebar. "ITU HPKU! HP! MENGERTI, KAN?!" Teriak Tommy dengan panik keringat dingin bercucuran dari dahinya.
"O,oohh... HP, tapi kenapa di taruh di depan?" kata Lilia dengan polosnya, lalu perlahan melepaskan pelukannya, tapi masih memegang lengan Tommy.
"Imut! Ada sakunya Imut!" kata Tommy lagi, suaranya sedikit meninggi, ia berusaha menyembunyikan wajahnya memerah.
"Baguslah... Dia melepaskanku" gumam Tommy, saat Lilia melepaskan pelukannya. "Kau masih sedih?" tanyanya lagi.
Sesaat Lilia terdiam, sebelum ia menggeleng pelan.
"Y-ya, sudah! Baguslah kalau kau sudah tidak sedih lagi. Tapi jangan ulangi lagi! Aku bukan boneka samsak!" kata Tommy sok cool, tapi sesungguhnya dalam hatinya, "Tapi... Rasanya enak, sih..."
setelah Lilia melepaskan pelukannya, sekali lagi Tommy celingukan meliat keadaan sekitar, ia berusaha memastikan agar tidak ada orang yang memperhatikan ia habis di peluk Lilia, terutama oleh anak buah gengnya.
Setelah memastikan tidak ada siapapun di sana Tommy berbalik dan melangkahkan kakinya.
"Ok, sudah cukup sekarang kita—" belum sempat Tommy menyelesaikan kalimatnya, tanpa sengaja ia menginjak kulit pisang yang entah darimana, hingga membuatnya terpeleset dan terjengkang, secara refleks Tommy menarik tangan Lilia tanpa sengaja saat ia terjatuh, dan membuat gadis itu ikut terjatuh bersama dengannya.
Tommy jatuh menindih tubuh mungil Lilia tepat di bawahnya, posisinya sekarang: Tommy berada di atas Lilia, tangan kanannya tersangkut di tali tas sekolah Lilia, tangan kirinya menghujam dan berpegang di tanah di sisi kepala Lilia, sementara lutut kanannya hampir saja menyentuh area terlarang. Yang membuat rok lipit seragam sekolah Lilia sedikit tertarik keatas.
"?!" mata Tommy kembali melebar, ia kaget sejadinya menyadari posisi mereka yang sangat dekat. Seketika jantung Tommy berdetak tidak karuan.
"Senior..." Lilia hanya memandanginya.
"I-INI BUKAN YANG KAU PIKIRKAN ! A-AKU TERPELESET!! TERPELESET!!" Terima Tommy panik, ia semakin panik saat menyadari tubuhnya nyaris bersentuhan dengan Lilia.
keringat dingin mulai mengucur dari dahinya dan ia sudah merasakan punggungnya basah karena keringat.
Tiba-tiba.....
sukses buat novelnya, jangan lupa support baliknya di novel baru aku ya 🙏☺️