Camelia tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam satu malam.
Hanya karena hutang besar sang ayah, ia dipaksa menjadi “tebusan hidup” bagi Nerios—seorang CEO muda dingin, cerdas, namun menyimpan obsesi lama padanya sejak SMA.
Bagi Nerios, Camelia bukan sekadar gadis biasa. Ia adalah mimpi yang tak pernah bisa ia genggam, sosok yang terus menghantuinya hingga dewasa. Dan ketika kesempatan itu datang, Nerios tidak ragu menjadikannya milik pribadi, meski dengan cara yang paling kejam.
Namun, di balik dinding dingin kantor megah dan malam-malam penuh belenggu, hubungan mereka berubah. Camelia mulai mengenal sisi lain Nerios—sisi seorang pria yang rapuh, terikat masa lalu, dan perlahan membuat hatinya bimbang.
Apakah ini cinta… atau hanya obsesi yang akan menghancurkan mereka berdua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Biebell, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 — Lembur Bersama
Lampu-lampu gedung sudah mulai redup. Hampir semua lantai kantor sudah kosong, salah satu lantai yang masih menyala terang adalah bagian direksi. Dari balik kaca tinggi, malam kota terlihat gemerlap.
Rayhan bangkit dari duduknya, menatap Nerios di hadapannya yang masih duduk sambil mengetik di laptop.
"Kau sungguh tidak memerlukan bantuanku?" tanyanya memastikan. Tadi Nerios menyuruhnya pulang terlebih dahulu agar dirinya saja yang lembur bersama Camelia.
"Ya, kau pulang saja." Nerios tidak mau diganggu oleh Rayhan, ia ingin berduaan dengan Camelia.
Rayhan mengendus pelan, ia meletakan kunci mobil milik Nerios yang tadi siang ia gunakan. "Nih kunci mobilmu!"
Nerios berdeham pelan tanpa menoleh, dan Rayhan pun menoleh pada Camelia, ia mengangguk sambil tersenyum tipis. Camelia pun membalasnya dengan hal yang serupa.
Nerios melirik Rayhan yang mulai berjalan keluar dari dalam ruangan, ketika pintu tertutup Nerios langsung menatap Camelia, ia menggerakkan tangannya, menyuruh wanita itu untuk mendekat ke arahnya.
"Pakai kursi?" tanya Camelia, ia tau maksud pria itu, karena beberapa waktu yang lalu Nerios berkata bahwa dirinya akan mengajarinya memeriksa laporan dan membuat laporan.
Nerios tersenyum miring pada Camelia. "Tidak perlu, kau bisa duduk di pangkuanku ..."
Tatapan mata Camelia langsung berubah datar. "Kau ingin aku pukul pakai heels?"
Pria itu melepas jas ia kenakan sambil tersenyum geli, ia menyampikannya pada sandaran kursi. "Lagian kau sudah tau, masih saja bertanya!"
"Hanya memastikan," gerutunya sambil mengendus kesal.
Lalu Camelia bangkit untuk mendorong kursinya ke arah Nerios, lalu ia duduk di sana ketika kursinya sudah berjarak dua jengkal dari kursi Nerios.
"Jauh sekali!" gerutu Nerios melihat jarak di antara keduanya.
Dengan mudah Nerios menarik kursi itu agar Camelia semakin dekat dengan dirinya, membuat wanitanya itu tersentak kaget. Camelia merasa dirinya ringan karena Nerios menarik kursi begitu mudah, walaupun kursi itu merupakan kursi yang memiliki roda.
Meja besar di depan mereka penuh dengan berkas laporan keuangan, tabel grafik, dan laptop yang menampilkan angka-angka rumit. Wanita itu menegakkan punggungnya, mencoba mulai seprofesional mungkin meskipun ia bisa merasakan jarak tubuhnya dengan sang CEO terlalu dekat.
Nerios membolak-balik berkas, ia menunjuk satu bagian. “Perhatikan baik-baik, Camelia. Laporan ini bukan sekadar angka. Setiap angka punya cerita. Kalau salah satu salah ketik, bisa menyesatkan investor.”
Camelia mengangguk cepat, ingin mencatatnya tapi ia lupa membawa buku catatan yang ada di mejanya. "Sebentar, aku ingin mengambil buku untuk mencatat dulu!"
Ia hendak bangkit tapi ditahan oleh Nerios. Pria itu membuka laci meja, mengambil buku catatan miliknya, lalu memberikannya pada Camelia, tak lupa juga pulpen untuk menulis.
Camelia mulai mencatat ucapan Nerios yang tadi, Nerios pun dengan sabar menunggu. Ketika Camelia selesai mencatat, wanita itu menatap Nerios dengan tatapan serius.
Kemudian Nerios menarik sebuah laporan, menunjukkannya dengan pena. “Lihat di sini. Total revenue tertulis tiga puluh juta, padahal jika kau jumlahkan dari tabel, hasilnya hanya dua puluh delapan juta lima ratus. Apa yang salah?”
Camelia memicingkan mata, menghitung cepat dengan jarinya. “Ada … salah input di bagian Q3. Seharusnya lima juta, bukan tujuh juta.” jawabnya sedikit gugup, ternyata dirinya tidak terlalu teliti.
Nerios menoleh menatapnya dengan datar seperti sedang menguji. “Bagus. Kau cepat tanggap. Tapi lain kali jangan biarkan aku yang menemukannya dulu. Sekretaris pribadiku harus lebih teliti dari siapa pun.”
Camelia terdiam, merasakan jantungnya berdegup kencang. Ia mencoba fokus pada berkas, mencatat bagian-bagian yang penting. Suasana yang sunyi, suara Nerios yang terdengar tegas membuat Camelia semakin gugup. Terlebih aroma parfum Nerios yang maskulin begitu dekat.
Nerios mencondongkan tubuh, tangannya bergerak di atas kertas sambil menjelaskan. “Untuk laporan, urutannya harus rapi. Pendapatan, pengeluaran, lalu analisis singkat. Setelah itu, siapkan ringkasan eksekutif. Itu yang paling pertama dilihat investor.”
Camelia mengikuti dengan cepat, menulis di buku catatannya. “Kalau saya salah menyusun formatnya?” tanyanya lirih.
Nerios menatapnya sebentar, suaranya rendah. “Aku akan membenarkanmu. Tapi hanya sekali. Kesalahan kedua kali tidak bisa aku toleransi.”
"Begini," Nerios menegangkan tubuhnya, lalu membenarkan posisi duduknya mencari posisi nyaman. "Biar pun aku berkata bahwa kau adalah wanitaku, bukan berarti aku akan terus mentoleransi segala kesalahanmu, karena ini tentang perusahaan yang dibangun oleh keluarga Miller."
"Kau paham?"
Camelia mengangguk, ia jelas paham bahwa tidak boleh menganggap remeh setiap kesalahan. Apa lagi ini adalah perusahaan besar yang dibangun penuh perjuangan yang memakan waktu lama. Lagi pula ia tidak suka dianggap sebagai wanita Nerios, ia hanya menganggap dirinya sebagai karyawan bisa seperti yang lain—atau mungkin tahanan?
Keheningan singkat mengisi ruangan, hanya suara jam dinding yang terdengar. Nerios kembali fokus menandai beberapa bagian dengan stabilo, sementara Camelia sesekali mencuri pandang ke wajah serius pria itu.
Nerios seperti tidak menua, pria itu terlihat lebih tampan dan dewasa dari yang terakhir Camelia ingat. Dirinya tidak pernah berkata bahwa pria itu jelek, bahkan dulu saat kuliah ia selalu setuju jika teman-temannya berkata bahwa Nerios sangat tampan.
Sifat yang pendiam dan tidak mudah bergaul membuat Camelia merasa kasihan pada Nerios yang sulit mendapatkan teman, jadi ia berinisiatif untuk mendekatkan diri terlebih dahulu, hanya sebagai teman sekelas.
Tapi karena perilakunya itu membuat Nerios menjadi terobsesi padanya, ribuan cara untuk melepaskan diri dari Nerios sudah Camelia pikirkan, tapi ia ragu, ia takut akan tertangkap kembali. Lawannya adalah keluarga Miller yang punya banyak koneksi, ia ingin menyerah, akan tetapi ia tidak mau jika harus terus tinggal bersama orang yang tidak ia cintai dan begitu memaksa kehendaknya.
"Kau baru saja mengetahui aku ini tampan atau bagaimana?" tanya Nerios tanpa menoleh, itu membuat kedua mata Camelia terbelalak.
"A-apaan sih!" ketusnya, ia dengan kaku menarik berkas yang tadi ia pelajari, membacanya dengan seksama.
Nerios tertawa kecil, wanita itu ketahuan telah menatap wajahnya dengan intens, dan sekarang Camelia berpura-pura fokus pada tulisan di hadapannya, betapa lucunya wanita itu.
Pria itu menatap wajah Camelia yang sok serius itu, setiap gerak-geriknya mampu membuat senyum Nerios mengembang. Lalu ia melirik ke arah jam yang ada di pergelangan tangannya, jam sudah menunjukan pukul 9 malam.
"Camelia?" panggil Nerios dengan pelan.
Camelia menoleh dengan wajahnya yang datar, menutupi rasa malunya. "Ada apa?" tanyanya dengan sinis.
"Boleh tolong buatkan aku kopi di pantry?" Nerios tidak mau merasa ngantuk karena pekerjaannya hari ini cukup banyak.
"Pantry di mana? Yang di lantai ini mesin pembuat kopinya masih rusak."
Tadi sore mesin pembuat kopi yang ada di lantai teratas ini rusak, tapi belum ada yang membetulkannya, karena orang yang bisa datang untuk membetulkan beberapa alat di kantor sedang tidak ada.
"Di pantry utama aja, di sana penerangannya tidak dimatikan." Harusnya ia cepat mencari orang untuk membetulkan mesin itu agar Camelia tidak perlu turun lantai, tapi mau bagaimana lagi, ia benar-benar sibuk hari ini.
Camelia berdecak pelan ia malas sekali harus turun karena yang lembur pasti bukan mereka berdua saja, dirinya benar-benar tidak mau mendengar gosip para karyawan yang pastinya ada saja yang membicarakannya dengan Nerios.
"Kenapa nggak penjaga aja sih yang bikin?" protesnya.
Nerios tersenyum kecil. "Salah satu tugas sekretaris itu harus bisa membuat kopi."
Camelia berdecak pelan, matanya melirik sinis Nerios. "Bilang saja kau ingin merasakan kopi buatanku!"
Nerios menjentikkan jarinya. "Betul sekali, aku ingin merasakan kopi buatanku, jadi cepat pergi!"
Dengan malas Camelia bangkit dari duduknya, ia berjalan dengan perlahan menuju pintu, saat ia hendak membuka pintu, tiba-tiba Nerios berkata, "Jangan takut, di pantry utama ada beberapa penjaga."
"Aku tidak takut ya!" kesal Camelia, ia membuka pintu dengan kasar dan menutupnya begitu saja.
Nerios tidak bisa menahan tawa melihat itu, Camelia seperti orang yang sedang merajuk, dan ia suka melihatnya. Mungkin ia akan lebih sering menjahili wanitanya ...
Berikan dukungan kalian teman-teman!
Jangan lupa like dan komen
Aku baru sadar kalo di sini itu like bukan vote huhu:)
Koreksi aja kalau ada kesalahan kata atau typo, ya!
Salam cinta, biebell