Seorang detektif muda tiba-tiba bisa melihat arwah dan diminta mereka untuk menyelesaikan misteri kematian yang janggal.
Darrenka Wijaya, detektif muda yang cerdas namun ceroboh, hampir kehilangan nyawanya saat menangani kasus pembunuh berantai. Saat sadar dari koma, ia mendapati dirinya memiliki kemampuan melihat arwah—arwah yang memohon bantuannya untuk mengungkap kebenaran kematian mereka. Kini, bersama dua rekannya di tim detektif, Darrenka harus memecahkan kasus pembunuhan yang menghubungkan dua dunia: dunia manusia dan dunia arwah.
Namun, bagaimana jika musuh yang mereka hadapi adalah manusia keji yang sanggup menyeret mereka ke dalam bahaya mematikan? Akankah mereka tetap membantu para arwah, atau memilih mundur demi keselamatan mereka sendiri?
Update setiap hari,jangan lupa like dan komen
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadinachomilk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 14 KEHANCURAN PANTI KASIH
Darren,Gavin dan Selina menghajar para penjaga dan para perawat yang menghalangi mereka hingga mata Darren menatap pada sebuah pintu baja besar dengan angka 011 diatasnya. Lampu neon di atas kepala berkelap-kelip, menebarkan cahaya dingin yang membuat suasana semakin tegang.
"Ini dia,Gavin buka pakai linggis mumpung para penjaga semua terkapar segera vin!!"
"Oke mundur kalian"
Gavin segera mengeluarkan linggis kecil dari tasnya. Dengan tenaga dan teknik yang tepat, ia berhasil membuka kunci besi yang berat. Pintu berderit pelan, menyingkap sebuah ruangan yang lebih mirip arsip rahasia bercampur laboratorium rak-rak penuh map cokelat, komputer tua dengan layar hijau, dan beberapa tabung kaca kosong yang meninggalkan bekas cairan merah kecokelatan di dalamnya.
Selina melangkah masuk, matanya menyapu tiap sudut.
"Ini semua bukti eksperimen mereka. Nama korban, catatan medis, bahkan foto-foto." Tangannya gemetar ketika menemukan map dengan cap merah bertuliskan Confidential.
"Tutup pintunya vin"perintah Darren.
Gavin melihat ke arah penjaga yang masi terkapar lalu dengan cepat menutup pintu.
Darren membuka beberapa laci dan menemukan flashdisk kecil serta rekaman CCTV lama.
"Kita harus bawa semua ini. Biar ornag orang jahat kayak mereka bisa diadili, dunia harus tahu apa yang mereka sembunyikan."
Namun tak ada waktu lama untuk lega. Dari lorong luar, suara langkah kaki berderap keras. Puluhan penjaga dan perawat bersenjata tajam mulai menyerbu.
"Sial,mereka uda bangkit"Gavin mengumpat lalu tanganya dengan cepat mengambil sebuah pipa besi yang ada di sudut ruangan.
Darren membuka pintu pelan pelan, Selina sudah siap dengan satu tas besar berisi barang bukti. Sedangkan Gavin sudah bersedia menghantam para penjaga.
Pertempuran kembali pecah. Darren memukul keras salah satu penjaga hingga jatuh menabrak rak arsip. Selina dengan gesit menendang lutut perawat berseragam putih, merebut pisau dari tangannya lalu berbalik menghalau serangan berikutnya. Gavin, dengan brutal, menghantam dua orang sekaligus menggunakan pipa, membuat mereka terlempar ke dinding.
Lorong sempit itu berubah jadi arena baku hantam. Senjata tajam berkilat, tapi tubuh Darren, Gavin, dan Selina bergerak lincah membuat setiap serangan lawan tak pernah benar-benar mengenai sasaran. Mereka saling melindungi: Gavin menahan pintu, Selina melawan menggunakan gas air mata yang ia bawa, sementara Darren mengamankan map dan flashdisk di dalam tas.
Darren sempat hampir terpojok ketika dua penjaga sekaligus menyerangnya, namun Gavin melompat masuk, menghantam kepala salah satu dengan siku, memberi Darren celah untuk menumbangkan yang lain dengan tendangan keras.
Setelah menit-menit brutal yang seolah tak berakhir, tubuh-tubuh penjaga bergelimpangan di lantai, beberapa mengerang, beberapa pingsan. Nafas ketiga orang itu terengah, tapi mata mereka menyala penuh tekad.
"Buruan ke arah tangga darurat!"Selina berteriak sambil menunjuk salah satu lorong yang berisi tangga spiral.
Mereka bertiga berlari, tas berisi bukti terikat erat di punggung Darren. Suara alarm meraung keras memenuhi lorong, lampu merah berputar-putar, menandakan seluruh fasilitas bawah tanah kini waspada.
Namun meski puluhan musuh mengejar, dengan sisa tenaga dan keberanian, Darren, Gavin, dan Selina berhasil menembus jalan keluar. Pintu besi terakhir terbuka, dan cahaya dari dunia luar akhirnya menyambut mereka.
"Akhinya kita keluar juga"kata Selina dengan ngos ngosan.
"Buruan kita ke tempat Pak Doni dan suruh mereka semua tangkap manusia keji disini"perintah Darren lalu berlari keluar ke arah Pak Doni.
Gavin,Darren dan Selina berlari ke luar panti disana ada pak Doni yang sedang menunggu.
"Panti ini bersih tidak ada hal hal yang mencurigakan"kata Pak Doni dengan raut yang sedih.
"Tenang pak,sekarang tangkap mereka bukti sudah di tangan kita"kata Darren masi mengatur nafas.
"Baik saya akan menangkap mereka semua"
Pak Doni memerintahkan semua polisi disana untuk mengamankan anak anak,para penjaga dan pegawai disana.
"Oh ya pak suruh pemilik panti ini untuk datang ke persidangan"kata Darren lalu segere bergegas pergi ke mobil bersama Gavin san Selina.
Di dalam mobil, Selina duduk di kursi depan dengan laptop terbuka di pangkuannya. Lampu jalan yang temaram memantul di layar, membuat wajahnya tampak muram namun penuh konsentrasi. Gavin duduk di kursi kemudi sambil menyenderkan kepalanya di sandaran mobil. Darren di jok belakang sudah hampir terlelap, tubuh mereka masih terasa pegal setelah pertarungan dengan para penjaga tadi.
Meski lelah, rasa lega menyelimuti mereka akhirnya satu bisnis gelap milik Andre Corp berhasil mereka hancurkan. Namun kemenangan itu belum seberapa. Andre sendiri masih bebas berkeliaran, terlindung uang dan pengaruh.
"Sekarang kita memang udah bikin salah satu bisnis hitamnya lumpuh" gumam Selina, jari-jarinya cepat menari di atas keyboard.
"tapi Andre sendiri belum bisa kita sentuh"
Ia menghentikan ketikan, menatap tajam pada satu folder dokumen yang baru saja ia temukan.
"Tapi ada satu hal" suaranya menurun, berat, membuat Darren yang hampir tertidur mendongak lagi.
"Apa?" Gavin menyahut, nada suaranya masih parau karena kelelahan.
Selina menarik napas dalam. "Dari salah satu dokumen ini ada bukti kalau anak dari Andre itu bukan anak kandungnya"
Suasana di dalam mobil seketika hening. Hanya suara mesin yang bergemuruh pelan.
Mata Darren membelalak. "Lo serius, Lin?"
Selina menoleh sebentar, wajahnya tegang. "Ya dan kalau itu benar hantu anak kecil bukan anak kandung andre"
Darren merasakan bulu kuduknya berdiri. Ingatannya kembali ke malam ketika mereka pertama kali melihat hantu kecil itu menangis, tubuhnya terbakar setengah namun matanya penuh luka.
"Maksud lo" Gavin berbisik.
"kematian anak itu ulah Andre, gara-gara dia bukan darah dagingnya?"
Selina menutup laptopnya dengan suara klik yang terdengar nyaring di antara hening. Ia menatap ke luar jendela, lampu jalan berlalu cepat di kaca mobil.
"Mungkin," jawabnya pelan.
"Tapi saat gue masuk ke masa lalu anak kecil, nenek tua itu bilang kalau itu anaknya andre"
"Kalau gitu kita harus selidikin, dan lo tahu Li meditech punya siapa?"kata Selian sambil menatap kedua orang itu.
"Li meditech punya adik iparnya Andre,namanaya Liora"
"Mana gue mau lihat mukanya"kata Dareen penasaran.
Selina memperlihatkan foto seorang gadis cantik masih muda yang tampak familiar bagi Darren.
"Loh ini kan???"Darren tau siapa wanita itu.
"Ini tantenya anak kecil itu yang baik sama dia"kata Darren dengan tegas.
"Tapi gue cari lengkapnya katanya orang ini uda keluar negeri setahun yang lalu"jelas Selina.
"Coba besok kita lihat apakah dia muncul dipersidangan atau ga"Darren menatap foto itu lekat lekat.
"Yauda kita balik ke markas,gue cape banget"kata Gavin sambil menggerak gerakan badannya.
"Ayo,kita bawa anak kecil itu juga ke polisi nanti sehabis istirahat"
Gavin melajukan mobil itu pergi meninggalkan panti kasih yang masi ramai dengan polisi yang masi lalu lalang menangkap para orang disana untuk diinterogasi.