NovelToon NovelToon
Satu Malam Dengan Kakaknya

Satu Malam Dengan Kakaknya

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Hamil di luar nikah / Tukar Pasangan / Menikah dengan Kerabat Mantan
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Meldy ta

Dikhianati oleh pria yang ia cintai dan sahabat yang ia percaya, Adelia kabur ke Bali membawa luka yang tak bisa disembuhkan kata-kata.

Satu malam dalam pelukan pria asing bernama Reyhan memberi ketenangan ... dan sebuah keajaiban yang tak pernah ia duga: ia mengandung anak dari pria itu.

Namun segalanya berubah ketika ia tahu Reyhan bukan sekadar lelaki asing. Ia adalah kakak kandung dari Reno, mantan kekasih yang menghancurkan hidupnya.

Saat masa lalu kembali datang bersamaan dengan janji cinta yang baru, Adelia terjebak di antara dua hati—dan satu nyawa kecil yang tumbuh dalam rahimnya.

Bisakah cinta tumbuh dari luka? Atau seharusnya ia pergi … sebelum luka lama kembali merobeknya lebih dalam?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meldy ta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Terikat Rindu

Duduk dengan wajah cemberut saat Reyhan melangkah pergi begitu saja. Namun sedetik kemudian, pria itu kembali.

"Rey!" Emma berteriak sambil tersenyum lebar. "Aku tahu kalau kamu nggak mau tinggalin aku begitu saja."

"Ayo aku antar pulang. Aku tahu ini salah, tapi ... lebih salah lagi kalau harus meninggalkanmu sendirian tengah malam di sini."

"Nah gitu dong." Emma merangkul manja sambil bersandar. Mereka melangkah bersamaan.

"Jika seperti ini. Aku semakin mengingat momen kita dulu."

Reyhan terdiam. Di pikirannya terlalu banyak pertanyaan.

"Tunggu dulu, Rey. Kamu mau pulang dalam keadaan begini? Bagaimana kalau Adelia curiga?"

"Apa maksudmu?"

Emma mendekat menghirup bau parfum miliknya yang tertinggal di pakaian Reyhan.

"Sebenarnya bagus sih kalau sampai Adelia tahu. Tapi, wangiku sekarang tercium di bajumu, Reyhan."

"Kalau begitu ... aku akan ganti pakaian, dan mungkin menginap di hotel."

"Hotel? Setelah malam bersama kita, kamu masih mau nginap di hotel?"

"Em, tolong jangan terus menggodaku."

"Siapa yang goda? Kita pulang ke rumahku saja. Lagi pula beberapa pakaianmu masih tertinggal di sana."

Reyhan sadar akan kekalahan. Ia terdiam, namun hanya mengangguk pelan. Emma tersenyum bahagia.

---

Pagi itu, Reyhan pulang ke rumah dengan wajah kaku. Jemari tangannya terasa dingin saat membuka pintu, seolah ia tak punya tenaga lagi untuk menampakkan senyum hangat.

Adelia menyambutnya dengan ragu. "Kamu tidur di kantor?" tanyanya pelan.

Reyhan hanya mengangguk. "Banyak laporan yang harus aku bereskan."

Adelia tersenyum kecut, lalu menyodorkan secangkir teh hangat. "Kamu jarang sekali menatapku akhir-akhir ini. Ada apa, Rey?"

Reyhan mengambil teh itu tanpa menjawab. Ia hanya meneguknya cepat, menghindari tatapan teduh Adelia yang dulu selalu menenangkan, tapi kini terasa seperti pengingat akan semua dosanya.

"Rey … jangan-jangan kamu sedang memikirkan sesuatu?" tanya Adelia lagi, kini dengan suara lebih lirih.

"Enggak. Kamu terlalu sensitif, Del. Aku cuma lelah." Reyhan beranjak ke kamar, meninggalkan Adelia yang hanya bisa memandang punggungnya dengan mata berkaca-kaca.

"Aneh. Biasanya juga aku tanya begitu. Apa mungkin Reyhan sangat lelah bekerja seharian?"

Reyhan menatap layar ponselnya dengan gelisah. Ada pesan masuk dari Emma.

'Kamu sudah makan? Jangan sampai lupa. Aku nggak mau lihat kamu sakit.'

Pesan berikutnya masuk lagi, kali ini lebih berani.

'Rey … aku nggak bisa tenang. Suaramu itu candu. Telepon aku sebentar aja.'

Reyhan meremas ponselnya, tapi akhirnya menekan tombol panggil. Suara Emma terdengar di ujung sana, lembut, penuh nostalgia.

"Rey…" bisiknya. "Kamu nggak tidur juga, kan? Sama sepertiku?”

"Emma, ini salah. Kita nggak boleh lagi—"

"Jangan pura-pura kuat, Rey. Kamu merindukanku. Aku bisa merasakannya."

"Em…" Suara Reyhan pecah. Ia menutup telepon sebelum kata-kata Emma semakin menghancurkan benteng pertahanannya.

---

Setelah akhir pekan selesai, Emma muncul di kantor dengan gaun sederhana berwarna krem yang justru membuat pesonanya semakin nyata. Terlebih gaun itu yang pernah Reyhan berikan untuk hadiah ulang tahun. Wangi parfumnya menyapa lebih dulu sebelum langkahnya sampai ke meja Reyhan.

"Rey," sapanya dengan senyum lembut. "Aku bawakan ini…" Ia meletakkan segelas kopi susu di meja Reyhan.

Reyhan menghela napas panjang, lalu tiba-tiba berdiri dan menarik tangan Emma. Ia menyeretnya ke ruang arsip yang sepi.

"Rey, kamu kenapa? Tiba-tiba—"

"Kenapa kamu datang dengan penampilan seperti itu? Kamu mau membuatku gila?!" Reyhan berdesis, menahan gejolak di dadanya.

Emma mendekat, jarinya menyusuri dada Reyhan. "Kalau memang sudah gila … kenapa nggak sekalian saja?"

Reyhan menutup mata, tapi tangannya justru meraih pinggang Emma, menarik tubuh wanita itu hingga nyaris menempel. "Emma, udah cukup."

"Tapi kamu sendiri nggak berhenti, Rey,” bisik Emma sebelum bibirnya menempel di bibir Reyhan.

Ciuman itu panas. Seolah semua dinding logika yang Reyhan bangun runtuh begitu saja. Jemari Reyhan menggenggam rambut Emma, menariknya semakin dekat.

Mereka terperangkap dalam ruang sempit, hanya ada suara napas yang memburu dan degup jantung yang berpacu.

"Ini salah, Em…" bisik Reyhan di sela ciuman. Lagi-lagi ia menyadari kesalahannya, tetapi kesalahan itu kembali terulang, bahkan di perusahaannya.

"Tapi ini nyata," jawab Emma sambil meraih kerah kemeja Reyhan, menyeretnya semakin dalam ke pusaran rasa yang tak bisa mereka hentikan.

Sementara itu, di rumah, Adelia sedang menyiapkan makan malam dengan penuh cinta. Ia menghidangkan sup hangat dan sate sapi kecap. Berharap Reyhan bisa meluangkan waktu untuk mereka.

Namun telepon dari Reyhan mematahkan harapannya.

"Del … maaf, aku lembur lagi. Jangan tunggu aku malam ini."

Adelia mematung. "Rey, apa aku nggak cukup untukmu? Apa sekarang ada orang lain? Kamu tiba-tiba jadi jarang pulang ke rumah."

"Jangan bicara begitu. Aku hanya sibuk."

Air mata menetes di pipi Adelia saat ia mematikan telepon. Di dalam hatinya, ada firasat buruk yang semakin kuat.

Sesi rapat sedang berlangsung, Reno menatap Emma dari jarak yang tidak terlalu jauh. Ia mengamati dengan mata penuh rasa sakit saat melihat Emma tersenyum manis kepada Reyhan di koridor kantor.

"Emma, aku nggak mau kamu jatuh lagi ke dalam lubang yang sama," gumam Reno pada dirinya sendiri. Ia mulai menyadari bahwa cintanya pada Emma bukan lagi sekadar permainan.

Di tengah tatapannya, ponselnya bergetar dari Karin. Namun Reno sengaja mengabaikannya.

Emma mengirim pesan kepada Reyhan, tepat setelah Reyhan melakukan presentasi proyek terbaru mereka.

'Datanglah ke hotel Carlton jam 9 malam. Kita harus menyelesaikan semuanya, Rey. Sekali untuk selamanya.'

Reyhan menatap pesan itu lama. Hatinya berperang hebat, namun pada akhirnya, ia mengetik balasan.

'Aku akan datang.'

Tiba di tempat tujuan. Reyhan dan Emma bertemu dalam kamar yang remang-remang. Mata mereka bertemu, penuh gairah sekaligus rasa bersalah.

"Rey, kita nggak bisa terus begini,” ucap Emma. "Aku semakin menginginkan dirimu seutuhnya untukku—hanya aku."

"Tapi aku ... nggak bisa ninggalin Adelia."

Emma mendekat, meletakkan telapak tangannya di dada Reyhan. "Kalau begitu … biarkan aku ada di sini. Di hatimu. Diam-diam."

Tanpa kata lagi, Reyhan mengecup mesra Emma dengan ganas. Mereka terjatuh di atas ranjang, menumpahkan segala kerinduan yang tak lagi terbendung.

Malam itu menjadi malam kedua, di mana Reyhan dan Emma resmi kembali menjalin kasih—meski semuanya dibungkus rahasia.

Di rumah, Adelia terjaga di sofa, memeluk perutnya yang mulai membuncit. Air matanya jatuh tanpa ia sadari. "Apa aku … hanya pelarian baginya?" bisiknya pada diri sendiri.

Ia merasakan sedikit tendangan kecil pada perutnya hingga membuat Emma terjaga. Namun tiba-tiba ia merasa seperti ingin memakan sesuatu.

Sesuatu yang sulit ia pahami. "Kenapa aku jadi mau makan soto ayam sama sate kambing pedas. Rasanya ... mulutku sampai menetes. Padahal tadi udah makan malam."

Menatap jam dinding, sadar sedang tengah malam. Tetapi rasa inginnya semakin kuat.

"Mau hubungi Reyhan, nggak enak. Dia pasti lagi sibuk kerja," lirihnya pelan.

Tanpa pikir panjang, Adelia menelan ludahnya. Ia mengambil kunci sepeda motornya—miliknya sendiri.

Udara angin malam yang sangat dingin, tetapi Adelia tidak peduli. Meskipun rintik hujan mulai turun.

1
Adinda
lanjut thor
Adinda
sudah del lebih baik cerai saja
NurAzizah504
seromantis ini dibilang datar?! /Sob/
NurAzizah504
mantapppp
NurAzizah504
dan kamu termasuk salah satunya
NurAzizah504
kali aja reyhan memiliki firasat kalo adel hamil
NurAzizah504
hai, Thor. aku mampir nih. jgn lupa mampir di lapakku juga, ya. 'Istri Kontrak Sang Duda Kaya'. terima kasih ^^
NurAzizah504
hayo, Del. tanggungjawab tuh /Facepalm/
NurAzizah504
ya ampun /Sob/
NurAzizah504
wah, ada juga ya kasus begini. hubungan hambar lah istilahnya
NurAzizah504
ini bukan lagi ditusuk. tp ditikam berkali2
Adinda
cerai Saja del suami kamu gak perduli sama kamu,kamu keguguran saja dia tidak tau karena asyik dengan jalangnya
Adinda
cerai saja adelia untuk apa sama suamimu tukang selingkuh
Cindy
lanjut kak
Adinda
cerai aja del tinggalin reyhan buat apa bertahan kalau dia bersama dengan jalangnya terus
Adinda
pergi adelia tinggalin reyhan buat apa bertahan sama pria yang tidak bisa lepas dari masalalu
Cindy
lanjut kak
Adinda
lebih baik adel tinggalin reyhan dan cerai tak usah punya urusan sama keluarga itu lagi
Cindy
next
Cindy
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!