SALAH NIKAH

“Apa ada hal buruk yang terjadi dengan kaki saya, Dok? Apa ada tulang yang retak? Atau patah kaki? Kenapa rasanya sakit sekali?” tanya Zalfa pada Dokter perempuan yang meletakkan beberapa butir obat ke meja sampingnya berbaring.

Dokter tersenyum dan menggeleng. “Tidak apa-apa. Hanya memar dan luka luar akibat benturan yang mengenai tulang pergelangan kaki. Rasanya memang nyeri, mudah-mudahan lekas sembuh dalam waktu dekat. Mungkin butuh pemulihan dalam satu atau dua minggu. Jangan cemas.”

Zalfa melepas nafas lega. Syukurlah kakinya tidak apa-apa.

Seorang perawat sedang mengolesi kakinya dengan obat. Kemudian membalutnya dengan perban.

“Di sini sudah ada obat anti nyerinya. Minumlah tiga kali sehari.” Dokter menunjuk obat-obatan yang terbungkus plastik kaca.

“Baik, Dok. Terima kasih.”

“Sama-sama. Permisi.” Dokter keluar ruangan. Perawat pun berlalu pergi.

Pintu kamar tertutup. Namun detik berikutnya terdorong kembali dari luar. Sesosok pria masuk. Zalfa terkejut melihat pria itu, sampai-sampai tanpa sadar ia bangkit bangun dan duduk. Menatap wajah pria itu, kembali Zalfa teringat malam itu, saat pria itu menggagahinya.

Huh, jantung Zalfa menghentak begitu keras kala netranya bertemu dengan netra pria itu. Bagimanapun pria itu telah memberinya pengalaman yang tak pernah bisa Zalfa lupakan. Pengalaman yang waktu itu sempat Zalfa nikmati. Bahkan malam itu, antara sadar dan tidak, Zalfa mengakui betapa gagah pria itu, Zalfa juga mengagumi semua yang pria itu lakukan. Kekaguman itu berlangsung disaat ia menganggap semuanya itu mimpi. Namun saat tahu kalau itu adalah nyata, perasaan kacau langsung menyerang kehidupan Zalfa.

Zalfa segera mengalihkan pandangan. Ingin ia mengusir pria itu, tapi kenapa lidahnya kelu sekali untuk bicara?

“Selamat malam!” sapa pria berkemeja putih diiringi seulas senyum.

“Kenapa Anda ada di sini?” Zalfa menekankan kata ‘anda’ dalam kalimatnya. Pandangannya masih ke samping, tak sudi menatap pria itu.

“Aku yang membawamu ke sini.”

Zalfa baru ingat, pria itu yang sibuk berunding dengan orang-orang yang mengeroyoknya dan kemudian membayar ganti rugi saat kecelakaan terjadi.

“Kau sudah baikan? Dokter tadi bilang nggak ada luka serius,” ucap Arkhan.

“Aku baik-baik aja. Pergilah! Urusanmu udah selesai.”

Arkhan diam tanpa ekspresi. Ia tahu, gadis di hadapannya itu tidak menginginkan kehadirannya. Tapi harus bagaimana lagi, gadis itulah yang menyelusup masuk ke kamarnya, dan bahkan tidak menolak saat Arkhan menyentuhnya. Apa itu kesalahannya? Meski Arkhan akui, gadis itu terlihat sangat menyesali kejadian yang sepertinya dibawan kesadarannya, namun Arkhan tak bisa menyalahkan siapapun di sini. Semua sudah terjadi.

“Arkhan.” Ia menyebut namanya.

Zalfa masih diam tanpa menatap pria itu.

“Ibadullah Al Arkhan,” tegas lelaki itu menyebut nama lengkapnya. “Baiklah aku pergi.” Arkhan membalikkan badan, namun kemudian ia berbalik lagi seperti ada yang ketinggalan.

“Ini kartu namaku. Siapa tahu kamu butuh bantuan, silakan calling aku.” Arkhan meninggalkan kartu nama. Kemudian melangkah pergi. Dan langkahnya itu kembali terhenti saat mendengar suara merdu Zalfa yang angkat suara.

“Aku akan mengganti uang ganti rugi yang kau berikan kepada kakek dan Bapak itu.”

Arkhan menoleh, Zalfa masih di posisi yang sama, wajahnya berpaling tanpa menatap Arkhan.

“Whatever.” Arkhan kembali melenggang. Namun langkahnya terhenti ketika di ambang pintu bertemu sepasang suami istri. Yaitu Ibu Fatima, wanita tengah baya berhijab panjang, dan Pak Ibrahim, lelaki tengah baya berpostur gagah, tak lain ayah dan ibunya Faisal. Mereka langsung meluncur ke rumah sakit begitu emndapat kabar kalau Zalfa kecelakaan.

TBC