Raden Nandana Rahandika duda tanpa anak yang di jebak oleh seseorang mengakibatkan sebuah tragedi satu malam terjadi. Raden yang dijebak, harus merenggut kesucian gadis asing yang tidak dia kenal.
Apa yang akan Raden lakukan setelah tanpa sadar mengambil paksa kesucian seorang gadis yang tak dia kenal? ikuti kisahnya .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Arum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Panggilan
"Ehhh...Lo mau kemana, kita belum selesai Den!" Bara melihat Raden yang sedang merapihkan barang-barang nya, membuat Bara langsung menegur nya.
" Gue kerjain di rumah. Gue harus balik. Elin ngidam bubur ayam." mendengar ucapan Raden, Bara melebarkan matanya.
Tak lama dia tersenyum tipis melihat tingkah sahabatnya yang terlihat berbeda saat bicara soal Elin yang sedang mengidam.
" Lo kayaknya semangat banget kalau bicara soal Elin, apa jangan-jangan lo sudah jatuh cinta sama calon ibu dari anak lo itu?" Bara sengaja menggoda Raden yang saat ini sedang membenahi bekas-bekas yang ada di atas meja kerjanya.
"Semangat lah, demi anak gue Bar..sudahlah, ayo cepat! Keburu anak gue laper Bar..!" Bara yang melihat tingkah Raden lagi-lagi hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Raden dan Bara keluar dari kantor langsung mencari bubur yang Elin mau. Raden bahkan mencari ke deretan warung tenda yang ada di sekitar hotel Menara.
Tak butuh waktu lama dia melihat warung tenda penjual bubur yang Elin maksud. Namun Raden menghela nafas panjang saat melihat antrian di warung itu.
"Maaf Bu, apa boleh bubur ibu saya beli, saya mau beli tapi ngantri banget. Kalau kelamaan ngantri kasihan istri saya yang lagu ngidam Bu.." karena malas ngantri, Raden menahan salah satu pembeli yang beli bubur lebih dari satu. Raden pun beralasan karena istrinya yang sedang ngidam.
Ibu yang mendengar penuturan Raden pun menoleh ke arah putrinya. Dengan senyum tulusnya, ibu itu pun menyodorkan sebungkus bubur ke arab Raden. " Ambil saja mas, silahkan. Mas bisa langsung pulang, kasihan istrinya nanti lama nunggu." ucapan ibu itu pun membuat Raden tersenyum sumringah. Lalah dia pun meraih dompet yang ada di sakunya dan mengambil uang cash yang ada di dompetnya.
"Terimakasih banyak Bu, maaf ini uangnya buat ganti buburnya juga waktu ngantrinya." Raden memberikan uang cash yang ada di dompetnya pada ibu itu.
Saat ibu itu melihat Raden memberikan dia yang langsung menolaknya. " Nggak perlu pak, saya ikhlas...nggak apa-apa." tapi Raden yang sudah mempunyai niat pun akhirnya membujuk ibu itu untuk menerima uang darinya.
"Tapi, saya ingin memberikan uang ini, anggap saja ini hadiah dari saya. Tolong terima Ya Bu, agar saya cepat pulang." Ibu itu pun tersenyum canggung saat Raden memaksanya untuk menggenggam uang itu.
Akhirnya uang itu pun di terima karena memang, Raden memaksanya. Raden kemudian kembali ke mobilnya dan segera menuju apartemennya.
Sedangkan Elin terlihat mondar-mandir di dalam apartemen menunggu kedatangan Raden sampai merasa kakinya capek.
Elin akhirnya tak sanggup untuk berlama-lama berdiri dan berjalan ke arah sofa dan duduk disana sambil memainkan ponselnya.
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, Elin menuju dapur guna memasak makanan untuk makan malam. Beruntung di sana lumayan banyak stok bahan masakan. Jadi, Elin memasak ala-ala dia.
Sedang asik masak, Elin mendengar suara pintu apartemennya yang terbuka. Dia menebak jika yang masuk itu adalah Raden.
"Elin, kamu sendang apa? Astaghfirullah.. Kamu masak, kenapa repot-repot masak." Raden yang baru saja masuk ke dalam apartemen miliknya, bisa mencium aroma masakan yang menggugah selera. Dia dengan segera berjalan menuju dapur dan dia terkejut saat melihat Elin sedang memasak disana.
Sebenarnya ada rasa senang saat melihat sosok wanita yang sedang memasak di dapur apartemen nya tapi, mengingat Elin sedang hamil, Raden pun lekas mendekati calon istrinya itu.
" Maaf tuan, saya lancang. Saya cuma ingin masak untuk tuan biar tuan pulang langsung makan malam." mendengar penuturan Elin membuat Raden tersenyum tipis.
Ehemmm...
Suara orang dehem membuat Raden dan Elin menatap ke arah Bara yang sedang bersandar di tiang dengan melipat kedua tangannya.
"Kayaknya gue salah moment, gue rasa kayak nyamuk kebon." mendengar sindiran Bara, Raden dan Elin saling tatap dan saling melempar senyum.
" Maaf pak Bara, saya nggak tahu kalau ada pak Bara juga." Bara yang mendengar Elin memanggil Bara dengan sebutan 'Bapak' membuat Bara mendengus.
"Lin, memang harus manggil gue bapak ya? Ini kan nggak di Hotel Lik, panggil saja Bara jangan ada embel-embel nya segala, risih gue." Elin mendengar Bara yang protes dengan panggilan dirinya terkekeh.
"Baiklah, Elin panggil kakak saja kalau gitu, gimana?" Bara menatap ke arah Raden.
"Emmm...itu lebih baik dari pada gue di panggil bapak sama Lo..oke, deal Lo panggil gue kakak." Bara menyetujui untuk Elin memanggil dia kakak saat tidak di lingkungan hotel.
Ehemmm...
"Kalau Bara di panggil kakak, terus saya ?" Elin dan Bara menatap ke arah Raden. Elin menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal itu, dia berpikir tentang panggilan nya pada Raden.
"Gimana kalau Elin panggil Ma_mas?" Elin sebenarnya ragu untuk mengatakan hal itu tapi, karena Raden yang memintanya untuk memanggilnya dengan sebutan lain, akhirnya dia memilih untuk memanggil Raden dengan sebutan Mas.
Raden mengernyitkan dahinya. Dia menatap ke arah Bara. Terlihat sahabat nya itu mengacungkan jempol nya ke arahnya.
"Kalau taun nggak setuju dengan pang...
" Saya setuju kamu panggil saya dengan sebutan mas, itu lebih baik dari pada kamu panggil saya tuan."
Raden pun langsung memotong ucapan Elin dan mengucapkan jika dirinya tidak keberatan jika Elin memanggil dirinya dengan sebutan mas. Sedangkan Elin mendengar nya pun merasa lega.
"Kalau gitu, kalian mau langsung makan atau mau bebersih dulu, masakannya sudah siap." Elin pun mengalihkan pembicaraan agar sedikit mencairkan suasana.
"Kita langsung makan saja, habis makan kami masih ada pekerjaan yang harus kami selesaikan. Kamu juga makan, saya sudah bawa pesanan kamu. Bubur ayam dekat Hotel." Raden menyodorkan plastik yang ada di tangannya ke arah Elin.
Elin pun mengambil nya dan tersenyum senang. "Terimakasih tuan.."
"Kok masih manggil tuan bukannya kamu sendiri yang bilang kalau kamu mau panggil saya..
"Ahhh...iya, maaf maksud Elin..ma_mas, maaf karena belum biasa." Elin memotong ucapan Raden dan mengubah panggilan dari Tuan ke Mas untuk Raden.
"Kamu biasakan kalau gitu, biar terbiasa." kata-kata Raden barusan membuat Elin malu karena bagaimanapun disana bukan hanya mereka berdua tapi ada Bara disana yang sudah duduk anteng di kursi meja makan.
"Sudah-sudah, masalah panggilan nanti lagi kalian bahas, gue sudah laper nih.." Raden dan Elin pun akhirnya tersenyum mendengar penuturan Bara dan mereka pun bergabung dengan Bara duduk di kursi meja makan.
Mereka pun akhirnya makan malam bersama dengan makan masakan Elin yang menurut Bara dan Raden rasanya juara. Kedua laki-laki itu tak henti-hentinya memuji masakan sederhana Elin yang membuat mereka menghabiskan semua hidangan yang ada di atas meja makan.
Bersambung.
orang orang sekeliling memank harus ekstra sabar...
jangan sampe Elin pergi jauh baru kamu nyesal Raden