NovelToon NovelToon
Kintania Raqilla Alexander

Kintania Raqilla Alexander

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Diam-Diam Cinta
Popularitas:943
Nilai: 5
Nama Author: Lesyah_Aldebaran

Tidak semua cinta datang dua kali. Tapi kadang, Tuhan menghadirkan seseorang yang begitu mirip, untuk menyembuhkan yang pernah patah.

Qilla, seorang gadis ceria yang dulu memiliki kehidupan bahagia bersama suaminya, Brian—lelaki yang dicintainya sepenuh hati. Namun kebahagiaan itu sekejap hilang saat kecelakaan tragis menimpa mereka berdua. Brian meninggal dunia, sementara Qilla jatuh koma dalam waktu yang sangat lama.

Saat akhirnya Qilla terbangun, ia tidak lagi mengingat siapa pun. Bahkan, ia tak mengenali siapa dirinya. Delvan, sang abang sepupu yang selalu ada untuknya, mencoba berbagai cara untuk mengembalikan ingatannya. Termasuk menjodohkan Qilla dengan pria bernama Bryan—lelaki yang wajah dan sikapnya sangat mirip dengan mendiang Brian.

Tapi bisakah cinta tumbuh dari sosok yang hanya mirip? Dan mungkinkah Qilla membuka hatinya untuk cinta yang baru, meski bayangan masa lalunya belum benar-benar pergi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lesyah_Aldebaran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab Dua

"Pak Brian Jayden Bartles yang terhormat, saya izin pulang ya! Kepala saya tiba-tiba pusing!" ucap Qilla sambil memegangi kepalanya dengan ekspresi meringis dramatis.

Pak Brian hanya menatapnya dalam, tajam, penuh selidik.

Tapi Qilla tak menunggu persetujuan lebih lanjut. Dengan cepat, gadis itu langsung melenggang keluar kelas dan tentu saja langsung pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, nyonya Bella yang sedang menyapu teras langsung menghentikan aktivitasnya.

"Loh, sayang? Kok kamu sudah pulang? Ini baru jam setengah sembilan, sayang," ujar nyonya Bella heran, menatap putrinya dari atas ke bawah.

"Kata mas Brian aku boleh pulang, Bu. Disuruh istirahat di rumah," jawab Qilla sambil tersenyum sok lemah.

"Kamu sakit, sayang?" tanyanya cemas.

Qilla mengangguk pelan, tangannya memegangi kepalanya.

"Sakit banget, Bu... Auuuhh," ucapnya dramatis sambil merosot ke sofa.

Nyonya Bella langsung panik, duduk di sebelah Qilla dan memegang tangannya.

"Yang sakit bagian mana, Sayang?"

"Kepala, Bu… Ugh… Pusing banget..."

"Astaga, ini harus ke dokter! Ayo, kita periksa sekarang juga, sayang!" Nyonya Bella berucap sambil bangkit berdiri dan bersiap mengambil kunci mobil.

"Ehh, ehh… Nggak usah, Bu! Nanti juga sembuh sendiri kok. Qilla mau istirahat aja dulu ya. Byee!" Qilla langsung lari kecil ke arah tangga.

Nyonya Bella hanya bisa melongo, lalu matanya menyipit saat mendengar suara tawa Qilla di atas anak tangga.

"Ya ampun! Dasar anak manis kurang ajar! Berani-beraninya kamu bohongin ibu!" teriak nyonya Bella.

Wanita paruh baya itu hanya bisa memijat pelipis dan pangkal hidungnya, pusing menghadapi kelakuan anak semata wayangnya yang selalu penuh akal.

***

Malam itu, lampu-lampu warna-warni berkelip diiringi dentuman musik keras di sebuah club malam. Qilla berada di tengah keramaian, menari mengikuti irama seakan dunia miliknya. Tubuhnya bergerak luwes, rambutnya berayun setiap kali ia berputar.

"Hai, tampan. Sendiri aja nih?" godanya pada seorang pria yang duduk sendiri di pojok ruangan, terlihat mencolok dengan setelan hitam rapi dan aura dingin yang tak bisa disembunyikan.

Pria itu menoleh, memperhatikannya tanpa sepatah kata pun.

"Mau saya temenin nggak, tampan?" lanjut Qilla dengan senyum nakalnya. Dia lalu cepat-cepat meralat ucapannya sambil terkekeh. "Eh, maksud saya, nemenin saya gitu, om."

Pria itu menatap Qilla lebih tajam, ekspresi wajahnya masih dingin.

"Kenapa ada siswi SMA di sini? Kamu sadar tidak, kamu bahkan belum cukup umur buat masuk ke tempat seperti ini."

Qilla dengan santainya merangkul pundak pria itu, lalu menunjuk ke arah pintu masuk.

"Saya masuk lewat sana tuh, om," jawabnya enteng, seolah yang dia lakukan sah-sah saja.

"Kamu belum legal untuk ada di sini, Qilla," ucap pria itu, suaranya datar tapi tegas.

Qilla menyipitkan matanya. "Loh? Bapak guru? Pak Brian?!"

Brian mengangguk pelan, ekspresinya tak berubah.

"Sial." Bisik Qilla pelan. "Ketemu Pak Brian di club malam? Tamat riwayat gue."

Qilla mundur selangkah, ekspresinya berubah dari santai jadi panik. Dia melirik ke kanan dan kiri, seolah mencari celah buat kabur.

"Pak Brian... Gini, ini... Bukan kayak yang Bapak pikirin," ucap Qilla sambil nyengir kaku, tangannya mengusap tengkuk.

"Oh ya?" Brian berdiri dari kursinya. Tingginya membuat Qilla refleks menelan ludah. "Lalu, menurutmu, saya sedang mikir apa sekarang?"

Qilla tertawa kecil, canggung. "Mungkin... Bapak lagi mikirin kenapa murid secantik saya bisa nyasar ke tempat gelap kayak gini?"

Brian menghela napas panjang, memijat batang hidungnya, kebiasaan yang mulai Qilla kenal sebagai sinyal: bahaya, mau ngamuk.

"Ayo, kita pulang sekarang juga!" Tegasnya sambil meraih tangan Qilla.

"Eh, eh! Nggak bisa gitu dong Pak! Saya belum selesai dansa, lagian ini kan malam selasa—"

"Dan kamu masih pelajar," potong Brian tajam. "Yang seharusnya malam selasa nya di rumah, bukan di club malam!"

Qilla mencoba menarik tangannya, tapi cengkeraman Brian terlalu kuat. Dia mengerucutkan bibirnya, mendengus kesal.

"Ih, rese banget sih Pak. Bapak tuh guru paling nyebelin yang pernah saya temuin tau nggak!"

Brian hanya menatapnya dingin. "Dan kamu murid paling bandel yang pernah saya ajar."

Dengan sedikit tarik-menarik dan gumaman protes dari Qilla, akhirnya mereka keluar dari club malam. Udara malam yang lebih tenang menyambut mereka.

Sesampainya di parkiran, Qilla menatap Brian dengan tatapan protes.

"Pak, boleh nggak satu hal aja sebelum pulang?"

"Apa?"

"Jangan bilang ke ibu saya, plis..."

Brian mengangguk, tapi kemudian menatap Qilla tajam.

"Asal kamu janji. Mulai besok, tidak ada lagi club, tidak ada lagi bolos, dan tidak ada lagi drama di kelas."

Qilla menghela napas panjang. "Oke deh, Pak. Tapi jangan berharap saya langsung jadi anak rajin. Proses ya, proses."

Brian hanya mendengus kecil. "Naik motormu. Saya pantau dari belakang. Sekali kamu belok arah, saya telepon kepala sekolah."

Qilla melongo. "Sial. Bapak lebih horor dari Pak Satpam sekolah."

Tapi yang namanya Qilla, anak paling bandel seantero sekolah, mana mungkin nurut begitu aja? Gadis itu malah melajukan motornya sambil sesekali menoleh ke arah mobil Brian yang mengikutinya di belakang. Tawa kecil lolos dari bibirnya saat melihat mobil Brian melaju lebih cepat, seakan ikut bermain kejar-kejaran.

Dengan spontan, Qilla memutar balik motornya dan kembali ke arah club malam. Tanpa pikir panjang, Qilla turun dari motor dan langsung masuk ke dalam club itu dengan langkah ringan dan penuh percaya diri.

Sementara itu, mobil Brian berhenti mendadak di parkiran. Pria itu buru-buru turun dan mengikuti Qilla masuk ke dalam club, menghela napas panjang. "Dasar anak nakal," gumamnya sambil menggeleng-geleng kepala.

Begitu melihat Brian masuk, Qilla melambai-lambaikan tangan sambil berteriak kecil karena tertutup dentuman musik. "Pak! Ayo menari!"

Brian tidak membalas ajakan itu, hanya menunjuk kursi di sampingnya. "Duduk!" Titahnya tegas.

Dengan cemberut, Qilla menuruti perintah itu dan duduk di samping Brian. "Kenapa balik lagi ke tempat ini? Dan kenapa tadi sempat pulang?" tanya Brian, suaranya nyaris tenggelam oleh musik.

Qilla mengangkat bahu santai. "Bosen di rumah, Pak. Lagian, dengerin Bapak ngejelasin rumus-rumus kayak buah jatuh dari pohon dengan kecepatan sekian-sekian duh, kepala saya serasa diputar blender. Saya tuh maunya pelajaran yang santai, nggak bikin pusing."

Brian tersenyum tipis, lalu mendekatkan wajahnya ke Qilla, membuat gadis itu sedikit mengernyit, tapi tak bergeming.

"Besok, kamu akan kena hukuman karena bolos dan masuk club malam. Seorang siswi SMA tidak seharusnya berada di tempat seperti ini," ucap Brian pelan tapi tajam.

Qilla justru terkekeh kecil. "Dan Bapak juga bakal kena hukuman, soalnya memberi contoh buruk pada murid. Kita satu tim dong, Pak. Romantis banget nggak sih?"

Brian menghela napas berat. "Saya benar-benar tidak mengerti cara pikirmu, Qilla."

Qilla tersenyum manis, memutar minuman cocktail di depannya. "Itu karena Pak Brian terlalu lurus. Sesekali, belok dikit biar hidup lebih berwarna."

Brian memejamkan matanya sejenak. Berbicara dengan Qilla memang selalu menguras tenaga. Bukan hanya dirinya, bahkan sebagian besar guru di sekolah pun sudah angkat tangan jika harus berurusan dengan gadis cantik dan imut yang satu ini.

Omongan Qilla tak pernah ada habisnya. Selalu ada saja alasan, candaan, atau celotehan nyeleneh yang membuat lawan bicaranya kewalahan. Meskipun baru duduk di bangku kelas 2 SMA, Qilla seolah sudah mencicipi semua bentuk hukuman yang tersedia di sekolah mulai dari yang ringan sampai yang paling ketat.

1
kalea rizuky
orang kaya pasti demi harta biar g kemanaa tuh makanya di jodoin sedari kecil hadeh pak buk egois demi harta anak di korban kan meski akhirnya cinta klo enggak apa gk hancur masa depan anak katanya orang kaya tp kayak orang desa aja kelakuan
kalea rizuky
panass
kalea rizuky
koo ortunya ijinin anak nya nikah muda pdhl orang kaya knp thor
kalea rizuky
meleleh ya qil/Curse//Curse/
kalea rizuky
jd mereka uda nikah g ada flashback nya apa thor
wait, what?
yah, belum lanjut kah? :(
wait, what?
Ditunggu lanjutannya yaa kak
wait, what?
rekomendasi banget sih untuk kalian baca, seruu banget
wait, what?
seruuuu banget, aku sangat suka sama cerita nya. Ditunggu kelanjutannya
Shoot2Kill
Thor, jangan bikin kami tidak bisa tidur karena ingin tahu kelanjutannya 😂
Shion Fujino
Menyentuh
Mabel
Wah, cerita ini anjreng banget! Pengen baca lagi dan lagi!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!