NovelToon NovelToon
Di Selingkuhi Tanpa Rasa Bersalah

Di Selingkuhi Tanpa Rasa Bersalah

Status: tamat
Genre:Pelakor / Poligami / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Selingkuh / Tamat
Popularitas:137.6k
Nilai: 5
Nama Author: Maple_Latte

Malam bahagia bagi Dila dan Arga adalah malam penuh luka bagi Lara, perempuan yang harus menelan kenyataan bahwa suami yang dicintainya kini menjadi milik adiknya sendiri.
Dalam rumah yang dulu penuh doa, Lara kehilangan arah dan bertanya pada Tuhan, di mana letak kebahagiaan untuk orang yang selalu mengalah?

Pada akhirnya, Lara pergi, meninggalkan tanah kelahirannya, meninggalkan nama, kenangan, dan cinta yang telah mati.
Tiga tahun berlalu, di antara musim dingin Prancis yang sunyi, ia belajar berdamai dengan takdir.
Dan di sanalah, di kota yang asing namun lembut, Lara bertemu Liam, pria berdarah Indonesia-Prancis yang datang seperti cahaya senja, tenang, tidak terburu-buru, dan perlahan menuntunnya kembali mengenal arti mencintai tanpa luka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab: 10

Dua Tahun Kemudian

Eropa menyambut musim dingin dengan gigitan udara yang tajam. Langit tampak pucat, salju turun perlahan seperti serpihan kenangan yang enggan benar-benar hilang. Namun, bagi Lara, dingin itu bukan halangan, ia justru membutuhkannya. Sesuatu yang lebih dingin dari luka di hatinya, agar segalanya terasa seimbang.

Sudah dua tahun ia tinggal di kota kecil bernama Annecy, di perbatasan Prancis dan Swiss. Kota yang tenang, dikelilingi danau biru dan pegunungan bersalju. Setiap pagi, kabut turun di antara rumah-rumah tua dengan jendela berbingkai kayu, membuatnya serasa hidup di dalam lukisan. Annecy menjadi tempat pelariannya. Tempat di mana ia mencoba melupakan siapa dirinya dulu, dan siapa yang telah menghancurkannya.

Pagi itu, seperti biasa, Lara mengenakan mantel wol abu-abu dan syal tebal yang membungkus lehernya. Napasnya membentuk asap tipis di udara. Ia melangkah menyusuri jalanan berbatu menuju Café de Lune, kafe kecil bergaya vintage di tepi danau, tempatnya bekerja sebagai barista. Kafe itu sederhana, namun hangat, dengan jendela besar, lampu kuning temaram, dan aroma kopi yang memeluk siapa pun yang datang.

Lara menyalakan mesin espresso, membuka tirai, dan menyambut pagi dengan kesunyian yang sama seperti dua tahun terakhir. Kadang ia membantu Bella, teman kerjanya, menata roti hangat di etalase. Tak ada yang mengenal Lara di kota ini. Tak ada Arga. Tak ada Dila. Tak ada masa lalu. Hanya dirinya, secangkir kopi, dan lagu-lagu Prancis yang sayup terdengar dari speaker tua di sudut ruangan.

Salju turun makin rapat, menutupi atap-atap rumah seperti lembaran putih baru. Di kota kecil itu, waktu berjalan lambat, dan Lara suka begitu. Ia bisa bernapas tanpa harus menatap wajah siapa pun yang mengingatkannya pada pengkhianatan. Tak ada yang menanyakan kenapa matanya sembap di pagi hari, atau kenapa ia sering memandangi hujan salju terlalu lama.

Namun, malam tetap sunyi. Kadang ia terbangun dengan dada sesak, teringat pada hari terakhir di rumah itu, pada Arga, pada Dila, dan pada kata-kata yang menampar lebih keras dari tangan ibunya.

Wajah Arga masih muncul di antara mimpi-mimpinya. Senyumnya, suaranya, caranya memanggil “Sayang,” seolah-olah semua itu nyata. Tapi setiap kali ingatan itu muncul, Lara hanya menutup mata lebih erat. Ia tidak ingin membenci. Tapi ia juga tak mampu melupakan.

Dia dulu berpikir waktu akan menyembuhkan. Tapi ternyata, waktu hanya mengajari luka untuk bersembunyi lebih dalam.

Dan yang paling menyakitkan adalah, ia masih mencintai lelaki itu. Dalam diam. Dalam luka.

Sore itu, Café de Lune mulai sepi. Hanya beberapa pengunjung duduk di dekat jendela, membaca buku atau memandangi salju yang menari di luar. Lara berdiri di balik meja bar, menatap keluar dengan tatapan kosong. Suara musik klasik mengalun lembut dari gramofon tua, mengisi ruang dengan nostalgia samar.

“Eh, duduk dulu, Lara. Kakimu bisa copot kalau terus berdiri begitu,” suara Bella memecah lamunannya. Gadis berdarah Prancis-Indonesia itu datang membawa dua cangkir teh panas.

Lara tersenyum kecil, menerima salah satu cangkir. “Merci,” ucapnya pelan.

“Teh melati campur madu,” kata Bella sambil duduk di bangku bar. “Resep dari nenekku di Bandung. Cocok buat hari dingin begini.”

Lara menyeruput sedikit. Hangat. Wangi melati bercampur madu menenangkan tenggorokannya. “Kamu selalu tahu cara menenangkan orang,” ujarnya pelan.

Bella tertawa kecil. “Itu bukan aku, itu efek madu,” jawabnya ringan, lalu menatap sahabatnya itu beberapa detik lebih lama dari biasanya. Ada sesuatu di mata Lara, sesuatu yang selalu tampak jauh.

“Kadang aku lupa kalau kamu bukan orang sini,” kata Bella pelan. “Tapi wajahmu selalu... entah kenapa, terlihat seperti orang yang menyimpan badai.”

Lara menunduk. Ia tahu apa maksud Bella, tapi ia tak ingin menjawab. Ia hanya mengangkat cangkirnya sedikit dan tersenyum samar. “Je suis fatiguée, Bella. Capek, tapi bukan karena kerja.”

Bella mengangguk pelan, lalu menjawab dengan bahasa yang sama lembutnya.

“Tu as le droit d’être fatiguée. Kamu berhak untuk lelah.”

Kalimat itu menembus dingin sore itu. Lara menatap uap teh yang naik pelan, seperti melihat kepulan kenangan yang tak bisa diusir.

“Bella,” ujarnya tiba-tiba, suaranya pelan tapi getir. “Kamu pernah merasa, terjebak di masa lalu?”

Bella menghela napas dalam. “Pernah,” katanya jujur. “Tapi ibuku selalu bilang, waktu memang tidak bisa menyembuhkan semua luka. Tapi waktu bisa memberimu tempat baru untuk bernapas.”

Lara terdiam lama. Di luar, salju turun semakin deras, menempel di kaca jendela seperti bintik-bintik kecil yang memburamkan dunia. Ia menatapnya, lalu tersenyum lemah.

“Dulu aku pikir, jika aku cukup jauh, semuanya akan hilang. Tapi ternyata, kenangan ikut menyeberangi benua,” ucapnya nyaris berbisik.

Bella meletakkan tangannya di atas tangan Lara. “Kau tak harus melupakan, Lara. Kadang bertahan hidup saja sudah cukup.”

Kata-kata itu membuat Lara menunduk. Ia merasa seolah seseorang baru saja menyentuh bagian paling rapuh dari dirinya, bagian yang selama ini ia sembunyikan di balik tawa kecil dan rutinitas yang tenang.

Di dinding kafe, jam tua berdetak pelan. Sore beranjak menjadi malam. Lampu-lampu jalan di luar menyala, memantulkan cahaya kekuningan di permukaan salju. Lara menatap pantulan dirinya di kaca, perempuan berwajah lelah, dengan mata yang dulu penuh cinta kini hanya menyisakan hening.

“Aku suka kafe ini,” ujar Lara tiba-tiba. “Dan aku senang kamu di sini.”

Bella tersenyum hangat. “Annecy memang kecil, tapi cukup luas untuk menampung dua jiwa yang tersesat.”

Lara tertawa kecil. Suaranya lirih, tapi jujur. Ia menatap keluar jendela sekali lagi. Salju terus turun, lembut dan tenang. Di dalam dadanya, sesuatu perlahan meleleh, bukan seluruhnya, tapi cukup untuk membuatnya merasa hidup lagi.

Malam itu, sebelum menutup kafe, Lara menulis sesuatu di halaman belakang buku catatan menunya.

“Di antara bahasa yang belum kukenal, dan aroma kayu manis yang asing, aku mulai menemukan potongan diriku yang dulu hilang.

Mungkin, Annecy tidak sedingin yang kukira,

jika ada hati yang mau tinggal di dalamnya.”

Ia menutup buku itu, meniup lilin kecil di meja bar, lalu melangkah keluar. Hujan salju menyambutnya. Ia mendongak, membiarkan serpihan dingin menyentuh wajahnya.

Mungkin luka tak pernah benar-benar sembuh. Tapi malam itu, di bawah langit Annecy yang putih, Lara tahu satu hal: ia sudah mulai pulih.

Catatan:

> Je suis fatiguée \= Aku lelah

Tu as le droit d’être fatiguée \= Kamu berhak untuk merasa lelah

******

Untuk readers selamat datang di karya baru author, untuk yang sudah membaca. Terima kasih banyak, jangan lupa support author dengan like, komen dan vote cerita ini ya biar author semangat up-nya. Terima kasih😘😘😘

1
cinta semu
apa percakapan tadi di rekam ya ...buat barang bukti ...🤔
Siti M Akil
sebagai lelaki arga bodoh nurut aja apa yang d suruh si dil akhir hancur lebur
tutiana
bagus
Maple latte
Terima kasih kak🙏
Himna Mohamad
terimakasih kk authoor,,ceritamu baguss,,semangat trrus karya baru.👍👍👍👍👍
partini
familiar ini sinopsisnya Thor
THAILAND GAERI
terimakasih ya thor
rian Away
dih enak amat, harusnya hukuman MATI
Rati Nafi
😍😍😍😍😍
Mundri Astuti
selamat ya lara...Liam... akhirnya..diberi momongan juga❤️
YuWie
baru nyadar bapak ibuk...dulu merebut suami pertama lara gak dijadikan pelajaran ya
YuWie
memang kejadiann rekayasa dila pada liam sdh berapa lama..kan dna minimal 7week ya... dasar bebal memaksakan diri keluarga dila ini. sekarang baru menyesal.
Ma Em
Terus saja pertahankan kebohongan mu Dila meskipun sdh terbukti bahwa anak yg kamu kandung bkn anaknya Liam tapi Dila msh saja mengatakan anak Liam , hukum saja Dila seumur hidup seret juga si Arga jgn biarkan Arga bebas berkeliaran buat Arga menyesal karena sdh sekongkol dgn Dila dan mengganggu ketentraman rumah tangga Lara dan Liam
Mundri Astuti
klo ortunya dila tau anaknya doyan keluar masuk klub gimana yakk...tambah shock kali y, ngga liat kelakuan anaknya yg ngerebut suami kk nya, disitu aja dah mines, ni malah didukung, tu salah pak bu...
Mundri Astuti
ngga usah dikasihani lara, dah bebel alias tambeng, pasal berlapis kenain sekalian Liam, biar jera
zhelfa_alfira
sebernar nya ngak perlu juga tes dna masa iya baru tidur semalam bisa jadi janin hadeh🤦🤦
Sunaryati
Puas Pak Rahman dan Ny dipermalukan putrinya
Sunaryati
Nah kan kalian sekarang melihat faktanys sendiri tentang putrimu yang kau sanjung dan selalu kau utamakan. Tidak menyesal semua kejahatannya masih menyangkal padahal bukti sudah ditangan penyidik. Nikmati buah perbuatan kamu selama ini pada Lara, Dila
Sunaryati
Ploong, ikut lega, bagaimana Pak Putri yang selalu kau bela melemparkan tinja di mukamu di depan umum. Tamat tingkahmu Dela, kau akan menghadapi tuntutan berlapis, dengan bukti dan saksi yang lengkap. Mantaap Thoor
Aether
RASAIN LU TUA BANGKA BABIK
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!