Lian, gadis modern, mati kesetrum gara-gara kesal membaca novel kolosal. Ia terbangun sebagai Selir An, tokoh wanita malang yang ditindas suaminya yang gila kekuasaan. Namun Lian tak sama dengan Selir An asli—ia bisa melihat kilasan masa depan dan mendengar pikiran orang, sementara orang tulus justru bisa mendengar suara hatinya tanpa ia sadari. Setiap ia membatin pedas atau konyol, ada saja yang tercengang karena mendengarnya jelas. Dengan mulut blak-blakan, kepintaran mendadak, dan kekuatan aneh itu, Lian mengubah jalan cerita. Dari selir buangan, ia perlahan menemukan jodoh sejatinya di luar istana.
ayo ikuti kisahnya, dan temukan keseruan dan kelucuan di dalamnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Akhirnya, hari yang dilihat Lian dalam penglihatan tiba. Di aula utama, ia dibawa masuk dengan tuduhan pengkhianatan. Selir Luo berdiri angkuh, sementara Menteri Luo menyerahkan gulungan palsu pada raja.
“Yang Mulia, ini bukti bahwa Selir An bersekongkol dengan negeri asing!” teriaknya.
Raja Xuan menerima gulungan itu, wajahnya muram. Semua pejabat berbisik-bisik.
Selir Luo menatap Lian dengan senyum mengejek. “Kali ini kau tidak bisa lolos, perempuan jalang.”
Namun Lian hanya tersenyum tipis. “Yang Mulia, bolehkah hamba mengatakan sesuatu sebelum Anda memutuskan?”
Raja Xuan mengangguk. “Katakan.”
Lian melangkah maju dengan tenang. “Jika gulungan itu benar-benar tulisanku, izinkanlah hamba menunjukkan tulisan tangan asli hamba.”
Ia mengeluarkan catatan kecil yang dibawanya. Huruf-huruf di catatan itu berbeda jelas dengan huruf di gulungan palsu.
Saat para pejabat mulai bersuara, tiba-tiba Chen Yun masuk dengan membawa gulungan lain. “Yang Mulia! Saya menemukan dokumen ini tersembunyi di gudang belakang, di bawah pengawasan Menteri Luo!”
Semua mata langsung menatap. raja membuka gulungan itu dan isinya adalah bukti transaksi rahasia antara Menteri Luo dengan utusan negeri asing.
Raja Xuan menghantam meja dengan marah. “Luo! Jadi kau yang berkhianat pada negaraku!”
Menteri Luo pucat seketika. “T-tidak, Yang Mulia! Itu fitnah!”
Namun Selir Luo juga ikut panik. “Yang Mulia, ini semua rekayasa! Selir An pasti—”
“Diam!” bentak Raja Xuan. “Penjaga, tangkap mereka berdua! Siapkan hukuman terberat untuk pengkhianat negara!”
Aula gempar. Para pejabat yang tadinya condong pada Menteri Luo kini menunduk ketakutan.
Lian berdiri tegak, menahan senyum tipis. Dalam hatinya ia berbisik, Akhirnya kebenaran menang. Tapi ini baru permulaan. Masih banyak rahasia yang harus kuungkap.
Chen Yun, yang mendengar itu, menatapnya dengan kagum. “Perempuan ini… benar-benar luar biasa,” batinnya.
Dan di kursi para pejabat, Menteri An Xi menatap putrinya dengan mata berkilat. "Lian’er, kau lebih hebat dari siapa pun yang pernah ayah bayangkan."
----
Hari itu juga, keputusan dijatuhkan. Menteri Luo dilucuti jabatannya, hartanya disita, dan ia dijatuhi hukuman mati. Selir Luo dicabut gelarnya dan dikurung di penjara istana menunggu hukuman.
Raja Xuan memandang Lian lama sekali. “Selir An, keberanian dan kecerdikanmu hari ini menyelamatkan kehormatan istana. Aku berutang padamu.”
Lian menunduk anggun. “Hamba hanya melakukan yang benar, Yang Mulia.”
Namun dalam hatinya, ia bergumam, "Utang ini kelak akan aku gunakan, Kaisar. Karena masih ada kebenaran lain yang harus kau ketahui"
Chen Yun dan Yuyan yang berdiri di belakangnya mendengar gumaman itu, dan mereka tahu perjuangan mereka baru saja dimulai.
...----------------...
Pagi Itu, suasana istana masih riuh dengan berita runtuhnya keluarga Luo. Para pejabat yang tadinya selalu menjilat dan menyanjung kini berjalan dengan kepala tertunduk, takut ikut terseret. Di balairung, Raja Xuan, duduk di singgasananya, wajahnya gelap, memikirkan bagaimana pengkhianatan itu bisa begitu dekat dengannya tanpa ia sadari.
Namun ada satu sosok yang tetap tenang Selir An, atau Lian, yang kini berdiri anggun di hadapan para pejabat. Kemenangannya hari itu bukan sekadar keberhasilan menyelamatkan keluarga, melainkan awal dari sesuatu yang lebih besar.
Raja Xuan, menatapnya lama, lalu berkata, “Selir An, apa hadiah yang kau inginkan? Aku adalah Raja. Tak ada permintaan yang tidak bisa kupenuhi.”
Semua pejabat terperanjat. Biasanya, seorang selir akan meminta gelar lebih tinggi, kekayaan, atau keluarga mereka diangkat jabatannya. Tetapi Lian hanya menunduk dalam-dalam, lalu menjawab dengan suara tenang namun jelas:
“Yang Mulia… hadiah yang hamba inginkan adalah kebebasan.” ujar Lian
Aula seketika hening. Raja Xuan, mengernyit, tidak mengerti. “Maksudmu?”
Lian mengangkat kepalanya, mata hitamnya berkilat penuh tekad. “Hamba ingin surat cerai dari Yang Mulia. Dan hamba ingin ayah hamba diberhentikan dengan terhormat dari jabatannya sebagai menteri, agar keluarga An dapat hidup tenang di luar urusan istana.”
Para pejabat langsung berbisik heboh. "Bagaimana mungkin seorang selir meminta diceraikan? Itu sama saja menolak kehormatan menjadi bagian dari keluarga Kerajaan."
Wajah Raja Xuan berubah muram. “Selir An, kau tahu apa yang kau minta? Surat cerai? Itu berarti kau bukan lagi bagian dari istana. Kehidupanmu tidak akan semewah ini lagi. Mengapa kau memilih jalan seperti itu?”
Lian tersenyum tipis. “Karena hamba tidak pernah menginginkan kemewahan, Yang Mulia. Hamba hanya ingin ketenangan. Jika terus berada di sini, hidup hamba akan selalu dipenuhi intrik dan darah. Hamba sudah cukup melihat itu semua. Biarlah hamba mengabdi pada rakyat dengan cara yang berbeda.”
"Aku juga ingin bebas, jauh dari belenggu ini, agar aku bisa hidup dengan jujur tanpa harus memakai topeng setiap hari." ujar Lian
Chen Yun, yang berdiri di samping, mendengar isi hatinya, Ia menunduk, menahan senyum samar.
Raja Xuan, menatap Lian lama sekali. Dalam hati, ada gelombang yang sulit ia kendalikan. Perempuan ini… justru membuatnya kagum dengan sikapnya yang tidak tamak. Tapi juga, di sudut hati yang dalam, ia merasa kehilangan.
“Tidak,” jawab Raja Xuan singkat. “Aku tidak bisa memberimu surat cerai. Kau terlalu berharga. Istana ini membutuhkanmu.”
Lian tetap tenang. “Yang Mulia, bahkan istana pun akan lebih baik tanpa bayangan intrik yang mengejarku. Jika hamba tetap di sini, selalu akan ada selir atau pejabat yang ingin menyingkirkan hamba. Jika Yang Mulia benar-benar berutang budi pada hamba, biarkanlah hamba pergi.”
Raja Xuan, terdiam. Ia tidak bisa langsung menjawab.
bersambung
seorang kaisar yang sangat berwibawa yang akan menjadi jodoh nya Lian