Olivia Wijaya, anak kedua Adam Wijaya Utama pemilik perusahaan Garda Utama, karena kesalahpahaman dengan sang Ayah, membuat dirinya harus meninggalkan rumah dan kemewahan yang ia miliki.
Ia harus tetap melanjutkan hidup dengan bekerja di Perusahaan yang Kevin Sanjaya pimpin sebagai bos nya.
Bagaiman selanjutnya kisah Oliv dan Kevin.. ??
Hanya di Novel " My Perfect Boss "
Follow Me :
IG : author.ayuni
TT : author.ayuni
🌹🌹🌹
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayuni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33
Sejak kehadiran Olivia kembali di Sanjaya Group, sesuatu yang tidak bisa dijelaskan mulai terasa berbeda di seluruh lantai eksekutif.
Mereka tidak tahu sejak kapan persisnya, tapi aura dingin yang dulu melekat pada Kevin Sanjaya, CEO muda yang terkenal tegas dan sulit didekati, kini perlahan berubah.
Dulu, Kevin dikenal dengan langkah cepat dan tatapan tajamnya. Tak ada karyawan yang berani menatap mata pria itu terlalu lama, apalagi bercanda di hadapannya.
Tapi beberapa minggu terakhir… suasana berbeda. Ia mulai menyapa karyawan yang lewat di koridor. Menyapa karyawan yang berpapasan dengannya.
“Pagi.”
“Kerjanya bagus, pertahankan.”
“Jangan lupa istirahat, jangan sampai sakit".
Kalimat sederhana, tapi membuat hampir semua orang di kantor kebingungan sekaligus heran.
“Pak Kev… baru aja bilang jangan lupa istirahat?”
“Serius? Aku kira kupingku salah denger"
“Kayaknya… Pak Kev lagi jatuh cinta deh"
Bisik-bisik itu mulai menyebar pelan, tapi tak ada yang berani mengkonfirmasi.
Hanya Rey, asisten pribadinya, yang tahu dengan jelas sumber perubahan itu, yaitu.. Olivia.
Di ruang kerja, Kevin duduk sambil menatap cangkir kopinya.
Rey datang sambil membawa laporan.
“Pak, ini update kontrak klien dari luar kota"
Kevin mengangguk tanpa menoleh.
“Simpan saja di meja, Rey.”
Rey memperhatikan ekspresi bosnya.
Ada sesuatu di mata Kevin yang tidak sama lagi, lebih lembut, tidak setegang dulu.
“Sepertinya Pak Kev sedang senang, ya?” tanya Rey hati-hati.
Kevin menatapnya datar, tapi sudut bibirnya terangkat samar.
"Senang… mungkin iya.”
“Karena proyek desain berjalan lancar?” pancing Rey lagi.
Kevin hanya menjawab dengan lirikan tajam tapi tidak marah.
"Karena sesuatu yang lebih penting dari proyek, mungkin.”
Rey menahan senyum. “Kalau begitu, saya anggap itu kabar baik, Pak.”
Sementara itu, Olivia di lantai kreatif mulai terbiasa dengan suasana magangnya. Tapi tiap kali Kevin datang ke ruangan itu, suasana langsung berubah. Semua orang tiba-tiba jadi lebih sopan, fokus, dan… agak tegang.
Tapi tidak dengan Olivia.
Ia justru berusaha bersikap biasa, walau kadang jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
Suatu sore, saat tim kreatif sedang lembur, Kevin datang membawa beberapa makanan ringan dan es kopi untuk semua orang.
“Wah, Pak Kev datang bawa makanan?” seru salah satu karyawan.
Kevin hanya tersenyum singkat.
"Kerja sampai malam butuh tenaga. Jangan cuma makan desain, ya.."
Tawa pecah di ruangan itu, sesuatu yang jarang sekali terjadi kalau Kebin ada di sana.
Olivia menatap pemandangan itu dengan senyum kecil. Saat Kevin berjalan ke arahnya, Olivia buru-buru berpura-pura sibuk menatap layar.
Tapi Kevin menaruh satu gelas lemonade di mejanya.
“Untuk kamu.."
Olivia mendongak, terkejut. Memang Lemonade adalah minuman kesukaan Olivia, saat ia sekolah dulu, saat kevin menjemputnya, ia selalu minta untuk berhenti di kedai minuman, untuk membeli es lemonade.
“Masih ingat?"
Kevin menatapnya singkat, dengan senyum lembut.
“Ada hal-hal yang sulit dilupakan, Liv.”
Kata-kata itu sederhana, tapi sukses membuat Olivia kehilangan fokus seketika. Ia pura-pura batuk kecil untuk menutupi rona merah di pipinya.
Ia pun melirik ke sekeliling ruangan, untungnya teman-teman dan karyawan desain yang lain sedang sibuk, sehingga tidak begitu memperhatikan Kevin yang sedang berdiri di samping nya.
Tidak lama, Kevin kembali menghampiri Rey untuk keluar dari ruang desain. Rey yang melihat dari jauh hanya bisa geleng-geleng kepala.
“Kayaknya kantor ini sebentar lagi bukan cuma tempat kerja, tapi juga tempat drama cinta berjalan.”
Setelah kepergian Kevin dan Rey dari ruang desain, ruang desain kembali ramai, mereka memperbincangkan bos nya yang tiba-tiba datang dengan cemilan dan es kopi.
"Eh, tumben-tumbenan loh ini" ucap salah satu karyawan.
"Iya ya bener, tumben banget"
Disudut lain Dira pun mendekati Olivia.
"Eh Liv, kok Lo beda sendiri, kita semua es kopi, kok Lo es lemonade" ucap Dira sedikit nyaring.
Membuat seluruh karyawan menoleh ke arah Dira dan Olivia.
"Euh.. Ya.. Gue gak tahu Dir, tiba-tiba udah ada di meja Gue" ucap Olivia salah tingkah, ia berusaha menenangkan hatinya.
"Sudah.. Sudah.. Apapun yang dibawa Pak Kev ini suatu anugerah dan rejeki buat kita tim kreatif.. Mungkin proyek kemarin masuk ke Pak Kev.. Jadi anggap aja ini hadiah buat tim kreatif" ucap Rachel menengahi.
Olivia tersenyum kecil, ia kembali fokus pada layar monitor, ia harus berterima kasih kali ini kepada Rachel. Karena Rachel, Dira tidak mencecar nya dengan berbagai pertanyaan.
***
Jam makan siang tiba, Olivia, Dira, Rani berniat untuk makan di kantin kantor. Karena kantor menyediakan kantin untuk karyawannya. Kantin besar di lantai bawah dipenuhi karyawan dari berbagai divisi mulai dari staf administrasi sampai desainer muda.
Olivia dan dua temannya, Dira dan Rani baru saja mengambil makanan dari counter.
Dengan nampan di tangan, mereka berjalan ke arah meja dekat jendela tempat yang biasa mereka duduki setiap istirahat. Namun saat tiba, meja itu sudah ditempati oleh tiga orang dari Divisi Marketing, yang sedang asyik tertawa.
Dira menatap mereka sopan. “Permisi, Kak. Ini biasanya meja kami, tapi kalau kalian duluan duduk, nggak apa-apa, kok.”
Salah satu dari karyawan marketing, seorang wanita dengan rambut dicat pirang, menatap mereka tajam.
“Oh, jadi kalian pikir meja ini ada nama kalian? Ini kantin umum, Dek.. Anak magang jangan sok punya tempat.”
Nada suaranya tinggi, membuat beberapa orang di meja sekitar mulai melirik.
Rani langsung memegang lengan Dira, memberi isyarat agar tidak memperpanjang. Tapi Dira, yang memang punya darah cepat panas, membalas dengan nada datar tapi jelas.
“Kami tahu ini tempat umum, Kak. Cuma bilang biasanya duduk di sini. Nggak niat rebutan.”
“Ya kalau tahu, jangan nyolot dong. Udah magang, gaya udah kayak karyawan tetap aja.”
Olivia yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara pelan.
“Kami cuma mau makan, Kak. Kalau memang mau di sini, silakan. Kami cari tempat lain aja.”
Ia menarik tangan Dira dan Rani untuk mundur, mencoba menghindari masalah. Tapi si wanita malah menahan langkahnya sambil berkata cukup keras.
“Eh, tunggu. Kamu ini ya.. Dulu kalo gak salah kamu OB kan disini?"
Beberapa meja langsung menoleh. Suasana yang tadinya riuh mendadak hening.
Dira spontan berbalik. “Hei! Jangan ngarang ya Kak"
Wanita itu tersenyum sinis. “Lho, bener kan?"
Rani dan Dira membulatkan matanya, mereka tidak tahu perihal ini, tetapi Olivia wajahnya berubah sedikit merah, saat Olivia memberanikan diri untuk berbicara, tiba-tiba ada suara yang membuat Olivia tidak jadi berbicara.
“Ada apa ini?”
Semua kepala menoleh. Bagas salah satu manajer muda dari divisi keuangan, berdiri di depan pintu kantin sambil membawa gelas kopi. Wajahnya serius.
Si Karyawan marketing langsung menegakkan badan, nada suaranya berubah sopan.
“Nggak, Pak Bagas, cuma anak magang ini.."
“Saya dengar cukup jelas,” potong Bagas dengan tenang tapi tajam. Ia berjalan mendekat.
“Kamu baru saja bicara tidak sopan ke rekan satu kantor. Status magang atau tetap, mereka tetap karyawan di bawah perusahaan ini"
Wanita itu menelan ludah. “Tapi, Pak, mereka yang.."
"Sudah! Kalau kalian nggak bisa jaga etika di tempat umum, saya yang laporkan ke HRD"
Suasana benar-benar hening sekarang. Wanita itu langsung bangkit dari kursi dan menunduk.
“Maaf, Pak. Kami salah paham.”
Bagas menatap mereka bergantian, lalu berkata datar.
"Silakan cari meja lain. Biar mereka makan di sini.”
Tiga karyawan marketing itu buru-buru mengemasi barang dan meninggalkan meja tanpa berani menatap balik.
Dira masih terlihat marah, tapi Bagas menepuk pundaknya pelan.
"Jangan diladeni. Kalian nggak salah.”
Olivia mengangkat kepalanya, menatap Bagas pelan.
“Terima kasih, Pak…”
Bagas menatapnya, senyumnya lembut.
“Panggil aja Bagas, bukan ‘Pak’. Di sini kita makan bareng, bukan rapat.”
Dira dan Rani langsung saling pandang jelas mereka mulai menggoda lewat tatapan.
“Wah, Liv… udah ada yang jadi pahlawan baru nih" bisik Dira pelan, membuat Rani menahan tawa.
Olivia hanya bisa menggeleng dan tersenyum kecil.
“Kalian tuh, bisa nggak, sekali aja nggak ngelucu di saat kayak gini?”
Bagas mendengar, tertawa kecil.
"Santai aja. Kantin Sanjaya emang kayak mini drama series tiap jam makan siang.”
Dira langsung menimpali "Iya, bedanya hari ini pemeran utamanya Oliv.”
Semua tertawa, termasuk Bagas.
Untuk pertama kalinya, ia merasa tak sendirian menghadapi sorotan orang-orang di kantor itu.
🌹🌹🌹
Jangan lupa untuk dukung author dengan vote, like dan komennya ya ❤️