To heal & to grow
Remember,
when you forgive, you heal.
And when you let go,
you grow.
-unknown
Aku membaca tulisan di dinding ruang tunggu, yah aku juga tau teorinya namun kenyataan tak semudah teori, ucap Alena dalam hati.
Aku Alena, ini kisah percintaanku, dimana aku seorang pengecut yang merasa rendah diri, setiap ujian datang menghampiriku maka aku akan memilih untuk pergi, merasa menghindari masalah adalah jawaban yang tepat. Lagipula menjalani cinta dan jatuh cinta adalah 2 hal yang berbeda. Kamu bisa jatuh cinta tanpa perlu memikirkan latar belakang dan konsekuensi yang datang bersamanya. Sedangkan menjalani cinta berarti perjalanan panjang yang penuh dengan pertanyaan dan keputusan disetiap ujiannya.
"Al, aku berjanji untuk selamanya bersamamu menjalani kehidupan ini, apapun yang terjadi di masa depan, yakinlah, kamu akan selalu menjadi pilihan pertamaku".
Full of love,
Author 🤎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom fien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Canggung dan Debaran
"Selamat datang kembali ke rumah Al", ucap Jason sambil tersenyum begitu ia membuka pintu apartemen kami.
Hmmm.... rumah kami, kata kami berbanding terbalik dengan perasaanku saat ini. Aku melihat sekelilingku, dan segalanya terlihat asing.
"Mau tiduran di kamar Al?".
"Kamar?", tanyaku pelan, kemudian ia menuntunku menuju kamar yang ia maksud.
Di dinding kamar terpampang foto pernikahan kami. Aku bahkan tidak mengingat saat foto ini diambil.
"Apa kita tidur di kamar yang sama?".
Ia hanya tersenyum menjawab pertanyaanku.
"Istirahatlah dulu Al, aku akan membereskan barang-barang didepan".
Aku mengangguk mengiyakan Jason. Setelah Jason keluar kamar, aku kembali melihat-lihat keadaan kamar. Terlihat semua barang-barangku berada di kamar ini, sepertinya aku memang sungguh menikah dengan Jason. Aku duduk diatas tempat tidur berusaha mengingat keberadaanku di kamar ini, tapi aku sungguh tidak mengingat apapun.
"Jas apa kita memiliki foto-foto saat menikah?", tanyaku saat melangkah keluar kamar. Ia sedang memasukkan pakaianku ke dalam mesin cuci saat ini.
"Jas, aku saja yang beresin barangku sendiri nanti".
"Sudah selesai kok Al, ayo sini duduk", ia menggandeng satu tanganku lalu mengajakku duduk di sofa.
"Kita tidak mengadakan resepsi, jadi hanya mendaftarkan pernikahan secara legal lalu mengundang keluarga dan kenalan dekat untuk makan malam bersama".
"Jadi hanya beberapa foto saja saat acara makan malam", ucapnya lagi.
"Foto saat makan malam?", aku mengecek foto yang Jason maksud pada handphoneku, tapi tidak menemukannya.
"Tapi aku tidak memiliki foto-foto itu Jas, aku hanya punya foto ini", tunjukku pada foto kami berdua duduk didalam mobil Jason.
"Sungguh Al?", tanyanya bingung.
Aku mengangguk dan menyerahkan handphoneku. Ia memeriksa handphoneku dengan wajah bingung.
"Kenapa kamu hanya punya foto ini?", tanyanya pelan, lalu ia berkata lagi.
"Foto ini adalah foto sesaat setelah aku memintamu untuk menikahiku, aku memberikanmu sebuah kalung saat itu".
Aku kembali melihat foto itu lebih dekat lagi, kini tampak kalung yang Jason maksud, kemudian tanpa sadar aku meraba leherku.
"Aku juga sempat mempertanyakan keberadaan kalung itu, tapi mungkin itu terlepas dan hilang saat kecelakaan", ucap Jason.
Aku kembali memperhatikan foto itu.
"Apa kamu tau Al, kalung itu memiliki arti khusus. 'All In', aku selalu mencintaimu Alena, baik masa lalu, sekarang dan masa depan, dan dalam kondisi apapun, seutuhnya aku menyerahkan jiwa ragaku, karena kamulah satu satunya yang terpenting dalam hidupku", ia menatap lekat pada bola mataku saat mengatakannya.
"Aku masih menyimpan foto kalung itu Al", kemudian ia menunjukkan foto kalung itu yang masih tersimpan rapi dalam box beserta artinya. Aku membaca tulisan arti kalung itu dalam hatiku.
Kemudian aku merasakan satu tangan Jason meraih wajahku dan mengelus pipiku, secara otomatis aku mendongak kearahnya dan kami saling bertatapan. Kini Jason memegang wajahku dengan kedua tangannya,
"Kamu mungkin melupakan cinta dan cerita hubungan kita, tapi jangan pernah meragukan ketulusan cintaku Al".
Entah apa yang terjadi, mungkin aku terbuai oleh cerita dan kata-kata Jason, mungkin aku terhipnotis olehnya, kini bibir kami saling bersentuhan, dan aku membiarkannya. Ia mencium bibirku dengan lembut, aku menyukai bagaimana caranya yang berhati-hati saat menciumku.
Ciumannn...tunggu ini ciumannn... dengan cepat aku bergerak mundur, tanpa menatap matanya aku berkata,
"Kurasa aku mau istirahat di kamar Jas", kataku kikuk dan berjalan dengan canggung ke arah kamar.
Ini gila, bagaimana aku bisa dengan cepat luluh kepadanya. Kataku dalam hati di balik pintu kamar.
Setelah melewati sore yang canggung, aku baru keluar kamar menjelang malam.
"Aku sudah menyiapkan makan malam Al".
"Maaf aku tidak membantumu, saat keluar kamar tadi aku baru saja mau menawarkan memesan makanan, tapi ternyata kamu sudah mempersiapkannya duluan".
"Kita memang sering makan diluar Al, dan bergantian menyiapkan makanan seperti ini. Apa kamu masih merasa canggung karena ciuman tadi? Karena biasanya kamu tidak bersikap formal begini. Tidak perlu minta maaf untuk hal kecil, ini terlalu formal Al, bahkan terlalu formal jika dipandang dari sudut pandang pertemanan kita dulu".
Deg...ia membahas lagi ciuman itu.
"Sejak kapan kamu pandai berbicara Jas? Dulu kamu tipe cool yang irit bicara".
"Sejak aku kehilanganmu, tuntutan hidupku membuat aku pandai berbicara. Tapi aku tetap tipe introvert di depan umum Al, aku tidak bisa mengubah itu".
Setelah makan malam, aku membantu membereskan meja makan. Setelah itu bersiap tidur. Sementara aku memainkan handphoneku diatas tempat tidur, Jason menggunakan kamar mandi yang berada didalam kamar kami. Sebenarnya aku merasa tidak tenang memikirkan akan tidur bersama Jason, aku merasa gugup untuk banyak alasan yang terus menerus muncul dalam pikiranku.
"Belum mengantuk Al?", tanyanya setelah keluar kamar mandi.
Ya Tuhan... kenapa ia tampak menarik saat ini, ini sungguh gila. Sadarlah Al, kendalikan dirimu, ucapku dalam hati.
"Ya kurasa aku mau tidur sekarang", ucapku kikuk, meletakkan handphoneku di meja samping, berbaring memunggungi Jason lalu menarik selimut.
Jason mematikan lampu ruangan kami, kini yang tersisa hanyalah sedikit penerangan dari lampu balkon. Bisa kurasakan ia naik keatas tempat tidur. Lalu ia memelukku tubuhku dari belakang. Aku kaget dengan perlakuannya dan berusaha melepaskan tangannya.
"Sebentar saja Al, aku mohon, aku sangat merindukanmu, senang rasanya kamu bisa kembali ke rumah".
Kami sama-sama terdiam, bahkan aku tidak berani bergerak sedikitpun. Pikiranku mendebat perasaanku sendiri, kenapa aku menuruti perkataan Jason dan membiarkannya memelukku, anehnya ada rasa nyaman dipeluknya seperti ini.
"Selamat tidur Al", ia mencium belakang kepalaku, lalu melepaskan pelukannya.
"Ya Jas", kataku pelan. Semoga obatku mengandung obat tidur, jadi aku bisa terlepas dari kecanggungan saat ini.