Terkejut. Itulah yang dialami oleh gadis cantik nan jelita saat mengetahui jika dia bukan lagi berada di kamarnya. Bahkan sampai saat ini dia masih ingat, jika semalam dia tidur di kamarnya. Namun apa yang terjadi? Kedua matanya membulat sempurna saat dia terbangun di ruangan lain dengan gaun pengantin yang sudah melekat pada tubuh mungilnya.
Di culik?
Atau
Mimpi?
Yang dia cemaskan adalah dia merasakan sakit saat mencubit pipinya, memberitahukan jika saat ini dia tidak sedang bermimpi. Ini nyata!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9_Penghuni Baru
Seminggu telah berlalu hubungan Aya dan Ramon yang awalnya canggung karena kejadian hari itu, tapi akhirnya kini kembali seperti semula. Aya hanya bisa mengesah kasar saat buku yang dia baca sudah tak menarik lagi karena sudah lebih dari lima kali dia baca.
Ingin pergi keluar hanya untuk sekedar mencari angin, tapi Daniel terus membuntutinya dari belakang membuat Aya merasa risih dan tidak nyaman karena tidak biasa di kawal. Berdiam diri dirumah dengan menghabiskan waktu rebahan, makan, dan nonton drakor kesukaannya lama-lama membuatnya mati kutu karena terus berada di dalam kamar dalam waktu yang cukup lama.
Langit biru mulai berubah menjadi senja. Ini untuk pertama kalinya matahari menampakkan dirinya setelah hari hari yang lalu hujan mengguyur bumi. Udaranya sangat segar dan menyejukkan membuat wanita itu menghirup rakus dan menyetok oksigen dalam paru parunya.
Dia sudah membersihkan diri dengan celana pendek diatas lutut dan kemeja putih kebesaran milik Ramon. Tidak ada lagi stok baju miliknya karena dia belum membeli yang baru. Aiss sial mengingat kata pakaian, pakaian Aya sangat banyak waktu di New York dan baju itu pemberian dari Azka kakaknya dan tentu saja itu menyimpan kenangan.
" Suami pelit!" Aya mengumpat. Biar saja Ramon mendengarnya jika memang pria itu sudah pulang kerja. Toh itu memang kenyataannya, untuk saat ini baju Aya dapat di hitung menggunakan jari berbeda dengan baju Ramon yang sudah memenuhi Almari.
Aya menuruni anak tangga saat perutnya merasa sakit karena kelaparan. Bukan salah para maid yang tidak memasakkan makanan untuknya, justru salahnya sendiri yang terus menunda nunda waktu untuk makan.
Baju kebesaran Ramon mampu menenggelamkan tubuh mungil Aya. Wanita itu sengaja memilih kemeja putih itu karena menurutnya ukurannya paling kecil. Dan sialnya tetap saja kebesaran saat membungkus tubuh mungilnya.
Sedikit polesan warna di bibirnya dengan rambut yang sengaja dia gulung asal dan membiarkan anak rambutnya berjatuhan. Aya memuji penampilannya sendiri saat melihat pantulan wajahnya pada jendela yang terdapat di ruang makan.
Tangannya terulur mengambil buah apel berwarna merah yang sangat menggoda dan ingin segera menggigitnya. Sebelum memakannya Aya terlebih dulu menggosokkan apel itu kepada kemejanya, memastikan tidak ada debu pada apelnya itu.
" Kyaaa" Aya berteriak kesal. Sedikit lagi apel itu akan mendarat di mulutnya tapi tangan yang tidak disekolahkan merebut paksa Apel itu dari tangannya.
" Waw. Sangat manis terimakasih cantik!" Aya semakin murka saat pria yang merebut apelnya itu dengan enteng menggigit apelnya dan berani mengedipkan mata kirinya guna untuk menggodanya.
" Brengsek!" Aya mengepalkan tangannya lalu menjambak rambut berponi yang tersisir rapi.
" Aaa.. Aaa. Lepas. Sakit!" Pria itu meringis kesakitan setelah Aya berhasil merebut kembali Apelnya lalu menimpukannya ke kening pria itu. Aya mencibir, rasa laparnya hilang entah kemana.
" Kyaaa" dan kali ini Aya lah yang berteriak. Kerah baju bagian belakangnya ditarik paksa membuat tenggorokan Aya terasa tercekik saat berusaha membebaskan diri.
" Siapa kau huh? Berani sekali melemparku dengan apel!"
" Dan kau siapa kau huh? Berani sekali kau menggangguku!" Aya terus berontak berusaha untuk membebaskan diri.
Dukkk
Pria itu kembali mengaduh kesakitan saat Aya menyikut perutnya kuat. Aya memanfaatkan kesempatan itu untuk melepaskan diri " Mau kemana kau huh?" Pria itu tak tinggal diam. Diapun kembali mencegah aksi Aya untuk kabur darinya.
KYAAAA
BRUKKK
" Aww!" Aya memegangi kepalanya yang terbentur dengan marmer. Bukan itu saja tubuhnya terasa remuk seperti tertimpa beban ribuan ton.
" Menyingkir dari atas tubuhku!" Aya berusaha untuk mendorong pria itu namun tenaganya tidak cukup kuat "MENYINGKIR DARI ATAS TUBUHKU!" Ulanginya berteriak.
" Bastrad. Apa kau tuli? Sudah ku katakan menyingkir dari atas tubuhku!" Geramnya penuh penekanan.
Pria itu menopang sikunya agar tidak terlalu menimpa Aya. Salah satu sudutnya tertarik keatas membuat smirk devil namun tak membuat Aya takut sedikitpun " Jangan berteriak saat berbicara dengan ku atau aku akan menghukum mu."
" Enyahlah dari hadapanku bastrad." Dengan sekali hentakan Aya berhasil menyingkirkan pria itu dari atas tubuhnya. Merasa tidak terima pria itu kembali menahan Aya. Kali ini dia menarik kembali kerah baju Aya membuat langkah Aya tertahan.
" Kau tidak bisa kabur dariku."
" Lepaskan." Aya tidak mau kalah diapun berusaha melepaskan tangan pria itu dari kerah bajunya.
Srekkkkk
Mata Aya membulat sempurna. Dengan sigap dia segera menyilangkan tangan dan memutar tumitnya membelakangi pria itu.
Brukk
Ramon segera membawa Aya kedalam pelukannya. Melindungi tubuh mungil istrinya yang hampir terekspose bebas. Kancing kemeja Aya terlepas dari tempatnya membuat Aya panik seketika.
Aya semakin menenggelamkan wajahnya saat mengetahui sebagian kemejanya itu robek. Ramon segera membuka jasnya dan segera menutupi tubuh mungil istrinya itu.
" KAVIN!" Geram Ramon menatap nyalang Pria itu. Ramon melirik pada Aya yang kini tengah menyembunyikan wajahnya karena malu. Tidak hanya Ramon, Zain dan Mian pun menatap berang pada pria yang bernama Kavin tadi.
" Mondy!" Panggilnya dengan suara teredam. Tanpa ba bi bu lagi Ramon segera menggendong Aya dan membawanya ke kamar mereka.
" Tetaplah tinggal, saya akan segera kembali!" Ramon membanting pintu cukup keras membuat Aya terkejut dalam lamunannya.
Rahang Ramon mengetat, buku kukunya mulai memutih dengan mata yang menajam. Dasi yang melingkar pada lehernya dia tarik paksa lalu menggulung lengan kemejanya sampai siku.
Bughhh
" Ramon!" Zain dan Mian segera menahan tubuh Ramon yang ingin kembali menerjang Kavin. Pria itu sudah tersungkur dengan sudut bibir yang robek karena pukulan Ramon.
Kavin tertawa sumbang lalu menyeka sudut bibirnya " Pukulanmu tetap sama."
" Diam brengsek" Maki Ramon yang ingin kembali menerjang Kavin " Lancang sekali kau menyentuh wanitaku huh!"
" Aku tidak tahu jika dia itu wanitamu. Dimana kau mendapatkannya, aku juga ingin mendapatkan wanita seperti wanitamu."
" Cukup Kavin," Kali ini Mian yang menggertak pria itu. Lagi dan lagi Kavin tertawa sumbang lalu bangkit sendiri walaupun dengan sedikit sempoyongan.
" Aku hanya bercanda." Dia berlalu menuju ruang tamu dan mendaratkan bokongnya pada Sofa " aisss. Apa tidak ada air minum di mansionmu? Aku haus tolong ambilkan minum untukku." Teriaknya diseberang sana.
Ramon menggusar wajahnya kasar. Zain dan Mian lalu menepuk pundaknya secara bersamaan" Dia tetap gila."
" Kau benar. Sepertinya kita harus membawanya kerumah sakit jiwa." Timpal Zain menambahi.
Setelah menenangkan dirinya Ramon ikut bergabung duduk bersama Sepupunya itu yang tak lain adalah Kavin. Dia menatap nyalang pada Kavin yang tengah asik memainkan ponselnya " Kenapa kau kembali?"
" Kembali? Aku tidak punya alasan untuk itu." Balasnya yang masih fokus pada ponselnya.
" Kavin, Ramon sedang berbicara denganmu." Ucap Mian memperingati.
" Kau pikir dia sedang berbicara dengan mahluk gaib? Tentu saja denganku, aku tahu itu!" Zain dan Mian hanya bisa menggelengkan kepala tidak habis fikir dengan sifat Kavin yang masih menyebalkan seperti dulu.
" Kavin." Geram Ramon yang mulai kembali kehabisan kesabaran.
Kavin mematikan Ponselnya, lalu menoleh kearah mereka " Dia kembali. Hai manis!" Sapa Kavin pada Aya dengan tangan yang melambai.