Nabila Fatma Abdillah yang baru saja kehilangan bayinya, mendapat kekerasan fisik dari suaminya, Aryo. Pasalnya, bayi mereka meninggal di rumah sakit dan Aryo tidak punya uang untuk menembusnya. Untung saja Muhamad Hextor Ibarez datang menolong.
Hextor bersedia menolong dengan syarat, Nabila mau jadi ibu ASI bagi anak semata wayangnya, Enzo, yang masih bayi karena kehilangan ibunya akibat kecelakaan. Baby Enzo hanya ingin ASI eksklusif.
Namun ternyata, Hextor bukanlah orang biasa. Selain miliarder, ia juga seorang mafia yang sengaja menyembunyikan identitasnya. Istrinya pun meninggal bukan karena kecelakaan biasa.
Berawal dari saling menyembuhkan luka akibat kehilangan orang tercinta, mereka kian dekat satu sama lain. Akankah cinta terlarang tumbuh di antara Nabila yang penyayang dengan Hextor, mafia mesum sekaligus pria tampan penuh pesona ini? Lalu, siapakah dalang di balik pembunuhan istri Hextor, yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ingflora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Vila
"Bukankah tadi Saya bilang, Saya mau liburan?"
Hextor menatap kembali wajah Henry, memastikan. "Ok, kamu bisa tinggal di rumahku selama beberapa hari. Terserah kamu saja, mau liburan beberapa hari."
"Kalau setahun?"
Keduanya saling menatap dan tertawa. Ya, Hextor mengenal Henry saat di kampus dulu semasa kuliah dan kemudian menjadi teman. Henry yang preman kampus dan hidup tanpa tujuan akhirnya direkrut Hextor menjadi asistennya.
"Ya udah, Tuan mau duduk?" Henry menegakkan punggung Hextor. Ia menekan tombol pada samping sandaran tangan dan sandaran punggung kursi Hextor perlahan tegak. "Sudah?"
"Ya, terima kasih. Oh ya, titip rumah ya?"
"Apa?"
***
"Nabila, Pak Hextor sudah pulang." Andin yang mengetuk pintu kamar Enzo, memberi tahu ibu sussu Enzo.
"Yang bener, Ndin?" Bola mata Nabila melebar dengan senyum tersungging di wajah.
"Iya, sekarang sudah di kamarnya."
"Ya udah. Biarkan saja. Mungkin dia masih lelah."
"Iya." Andin kemudian pergi.
Nabila kembali duduk di tepi ranjang. Diperhatikannya Enzo yang masih tertidur. Wanita itu nampak salah tingkah. Ia harus bereaksi bagaimana? Tersenyum? Tapi bukankah Hextor tidak suka bila ia tersenyum?
Selagi berpikir begitu, tiba-tiba terdengar pintu diketuk. Saat pintu terbuka, muncul kepala Hextor mengintip ke dalam.
"Oh, Bapak sudah pulang?" Nabila pura-pura terkejut.
"Oh, syukurlah. Aku kira kamu sedang menyussui." Hextor masuk ke dalam.
Nabila terkejut melihat baju pria itu bernoda darrah banyak di sekitar pinggang kanan. "Lho, Bapak kenapa?"
Hextor menunduk melirik pinggangnya. "Oh, ada masalah kecil, tidak apa-apa."
Namun, mata Nabila tak bisa beranjak dari noda darrah di kemeja Hextor. "Tapi ... darrahnya banyak lho, Pak. Apa Bapak sudah ke dokter?"
"Sudah."
Nabila tampak khawatir. "Kalau begitu, Bapak istirahat saja."
"Nabila, dengarkan aku."
"Nanti saja, Pak. Bapak istirahat dulu. Bapak 'kan ...."
"Nabila!"
Wanita itu terkejut dibentak seperti itu. Bahkan Enzo merengek karena terganggu tidurnya.
Hextor jadi serba salah. Ia memelankan suaranya sambil menatap wanita itu. "Nabila, dengarkan yang aku ucapkan."
"Iya ...." Wanita itu masih dalam keadaan bingung.
"Bereskan barang-barangmu."
"Apa?" Nabila tampak syok hingga hampir terhenyak ke belakang. "Apa Pak Hextor mau memecatku? Apa salahku? Aku tidak melakukan kesalahan apa-apa. Rasanya begitu. Apa ... jangan-jangan Pak Hextor punya ibu sussu baru?" "Kenapa, Pak?" tanyanya hati-hati.
"Apa? Jangan banyak tanya. Kerjakan saja." Hextor berpaling dan sedang berpikir.
"Jadi, Saya dipecat?" tanya Nabila hampir tak percaya.
"Apa?" Hextor terkejut dan menatap Nabila sambil mengerut dahi. "Siapa yang pecat kamu? Kita mau pergi ke puncak sekarang. Kemasi juga barang-barang Enzo karena dia juga ikut. Cepat, aku tak bisa menunggu lagi!"
Nabila kaget sekaligus senang. Ternyata pria itu ingin membawanya pergi ke luar kota. "Oh, iya, Pak! Siap ... siap!"
Setengah jam kemudian, barang-barang sudah di dalam mobil. Nabila melangkah ke arah mobil yang terparkir di depan pintu utama sambil menggendong Enzo, disusul Hextor di belakang.
Pria itu menghentikan Nabila ketika ingin masuk ke dalam mobil. "Tunggu dulu." Ia mengerut dahi menatap bayi yang ada dipelukan Nabila. "Kenapa wajahnya ...."
"Berubah jadi bukan bayi lagi?" sahut Nabila. "Ya iya, Pak. Bapak 'kan hampir sebulan meninggalkan Enzo. Untung aku tanya Pak Arman. Katanya Bapak masih sibuk di luar negeri."
Hextor masih melongo ketika Nabila masuk ke dalam mobil. Ya, Hextor memang penggilla kerja hingga dulu saat masih bersama almarhum istrinya, didatangi ke tempat kerja, baru ingat pulang. Karena itu, bila saat berada di Jakarta, ia bisa berhari-hari agar bisa menghilangkan rasa bersalahnya meninggalkan keluarga terlalu lama.
***
Ternyata selama dalam perjalanan, Enzo tidur nyenyak hingga Nabila tidak kerepotan memikirkan tempat untuk menyussu. Setengah jam kemudian, mobil sampai ke sebuah vila besar dengan taman yang luas. Seorang penjaga membuka pintu pagar yang tinggi hingga mobil bisa masuk.
"Nanti, Enzo tidur sama kamu, ya?" sahut Hextor menengok ke belakang.
"Apa?"
"Di sini tidak ada tempat tidur untuk bayi. Untuk sementara, dia tidur denganmu."
"Eh, iya, Pak."
Seorang pembantu keluar menyambut mereka.
Hextor keluar bersama Nabila yang masih menggendong Enzo. Pria itu memperkenalkan Nabila pada pembantu paruh baya ini. "Bi Endah, Ini Nabila, ibu sussu baby Enzo."
"Oh, iya." Pembantu itu melirik Nabila dan menganggukkan kepala dengan sopan.
"Tolong antarkan dia ke kamarnya. Dia akan tidur dengan Enzo di sana."
"Oh, iya. Ayo ikut bibi."
Nabila mengikuti, sedang koper-koper di bagasi diambil supir dan penjaga gerbang untuk dibawa masuk ke dalam rumah. Ketika Nabila menaiki tangga, Hextor malah memilih duduk di ruang tengah dan menyalakan televisi.
Pria itu sibuk mencari berita luar negeri. Akhirnya ia mendapatkan berita yang diinginkan.
"Terjadi kontak senjata di sebuah klab malam, dipinggir kota Siberia dekat perbatasan Rusia. Penembakan itu melibatkan seorang tokoh pemberontak Rusia bernama Marco Rumanov yang diduga terluka dengan beberapa orang lainnya cedera. Belum diketahui penyebab pertikaian di klab malam itu karena Marco sendiri melarikan diri dari tempat itu, dan kini klab malam itu ditutup untuk penyelidikan lebih lanjut."
Hextor tampak puas, namanya tidak disebut. Dirinya sebagai mafia hanya diketahui oleh orang-orang tertentu saja, dan ia berharap bisa terus menyembunyikannya.
Terdengar dering telepon dari saku celana. Hextor mematikan siaran televisi dan mengangkat telepon setelah melihat siapa yang menelepon. "Ya, Arman. Kamu sudah bertemu Henry?"
"Sudah, Pak."
"Untuk sementara, aku membawa keluargaku keluar rumah. Aku takut ada yang mengikutiku ke Jakarta. Bagaimana pengamanan di sana?"
"Sudah Saya tempatkan beberapa orang di luar rumah, Tuan."
"Bagus! Berkoordinasilah dengan Henry. Dia akan tinggal di sana sekaligus liburan. Oya. Sudah kamu kirim orang untuk pengamanan di sini?"
"Sudah, Tuan. Sedang dalam perjalanan."
"Bagus!"
"Ada perkembangan baru dari kasus Nyonya Helena, Tuan."
"Apa?"
"Sebuah rekaman video kecelakaan tapi dari sudut yang sedikit sulit dilihat. Seseorang tanpa sengaja merekam kejadian itu."
"Oya?" Hextor sampai menegakkan punggungnya karena terkejut.
"Iya, Tuan. Apa Anda ingin melihat?"
Sesaat Hextor terdiam. Jantungnya seakan terhenti. Apa ia sanggup melihatnya?
"Atau Saya berikan saja pada polisi?" Arman sepertinya tahu apa yang membuat bosnya ragu menjawab.
"Kirim saja padaku dan polisi."
"Baik, Tuan."
Hextor mematikan sambungan telepon, kembali bersandar dan menghela napas berat. Apa ia sanggup melihatnya?
Ia tak bisa menjawab ini. Kepala rasanya berat, padahal beberapa minggu ini ia sudah berjuang agar bisa melewati masa-masa suram itu, tapi sepertinya sia-sia. Apakah video itu akan kembali merusak tidur malamnya?
Hextor menjatuhkan tubuhnya ke samping dan meletakkan kepalanya pada sandaran tangan sofa. Ia lebih baik tidur sebentar sebelum menghadapi video kelam yang mungkin akan kembali merusak mood-nya. Sebentar saja, sampai dirinya merasa siap melihat video itu. Ia menggantungkan lengannya di dahi dan memejamkan mata.
Arman di rumah Hextor, mematikan ponselnya. Baru saja hendak berbalik arah, ia melihat Henry baru keluar dari kamar tamu.
Henry mengeluarkan rokok dan melihat Arman. "Oh, kamu masih di sini?" Pria bule itu menyelipkan sebatang rokok di antara kedua jarinya.
Melirik rokok itu, Arman bicara. "Saya beri tahu, ya. Lebih baik jangan merokok di sini. Tuan Hextor punya bayi. Nanti akan jadi masalah."
Bersambung ....
❤❤❤❤❤
kalo suka bilang aja...
keburu diambil sergi..
suruhan mafia musuh..
atau suruhan sauadara tiri istri hextor..
atau kekasih masa lalu ostri hextor
❤❤❤❤