NovelToon NovelToon
Kau Dan Aku Selamanya

Kau Dan Aku Selamanya

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Selingkuh / Crazy Rich/Konglomerat / Pelakor / Cinta Seiring Waktu / Suami Tak Berguna
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Seraphine E

Hidup Audy runtuh ketika pengkhianatan dalam rumah tangganya terbongkar. Di tengah luka yang menganga, kariernya justru menuntutnya berdiri tegak memimpin proyek terbesar perusahaan. Saat semua terasa mustahil, hadir Dion—direktur dingin yang perlahan menaruh hati padanya, menjadi sandaran di balik badai. Dari reruntuhan hati dan tekanan ambisi, Audy menemukan dirinya kembali—bukan sekadar perempuan yang dikhianati, melainkan sosok yang tahu bagaimana melawan, dan berhak dicintai lagi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9

Acara makan malam akhirnya usai tepat ketika jam di dinding restoran menunjukkan pukul sembilan malam. Riuh tawa dan denting gelas yang tadi mengisi ruangan kini berganti dengan keheningan ruang vip restoran yang mulai sepi. Satu per satu staf bubar dengan wajah puas, sebagian masih membicarakan bonus dan rencana masa depan mereka.

Audy berjalan keluar dengan langkah tenang, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Bayangan Chandra bersama adik tirinya—Jenny—masih saja menghantui, seperti luka yang menolak sembuh. Dia bahkan tidak sanggup membayangkan harus melihat wajahnya saat ini di rumah, kemudian berpura-pura menjadi istri yang baik seakan tidak pernah ada masalah apa-apa.

“Dy, kamu mau pulang kan? Biar aku antar.” Yunita mendekat, suaranya terdengar lembut tapi mendesak.

Audy tersenyum tipis sambil menggeleng. “Nggak usah, Yun. Aku udah manggil taksi online kok.”

“Batalin aja,” potong Yunita cepat, nadanya setengah memaksa. “Udah ikut aku aja. Lagian kita juga searah, kan? Aku khawatir kamu pulang sendirian malam-malam begini.”

Audy berhenti sejenak, menatap wajah sahabatnya itu. Ada ketulusan yang bisa dia rasakan dari tatapan Yunita. Sejenak Audy sempat ragu, ingin menolak lagi, tapi akhirnya memilih jujur.

“Sebenernya aku… nggak pulang ke rumah, Yun.” Suaranya lirih, nyaris tenggelam di antara langkah kaki orang-orang yang masih lalu-lalang. “Udah dua hari ini aku nginap di hotel.”

Yunita terdiam, matanya sedikit membesar menahan keterkejutan. Namun dengan cepat dia menyembunyikan reaksinya. Tidak ada pertanyaan menyelidik, tidak perlu mendesak lebih lanjut. Hanya anggukan pelan sebagai tanda mengerti.

“Ya udah,” katanya lembut. “Aku antar ke hotel, oke?”

Audy menunduk, mencoba menyembunyikan perasaan yang bergemuruh di matanya. “Makasih, Yun…”

Mereka berjalan bersama menuju area parkir. Perasaan Audy terasa sedikit lebih ringan. Setidaknya, ada seseorang yang tetap berada di sisinya, menemaninya disaat dia merasa sendirian.

Mobil melaju pelan menembus keramaian jalan Jakarta malam itu. Dari jendela, lampu kota berkelebat, tampak meriah dan ceria, sungguh sangat kontras dengan apapun yang ada di pikiran Audy. Yunita sesekali meliriknya, ingin mengatakan sesuatu tapi memilih menahan diri. Pada akhirnya, dia hanya memutar musik dengan volume rendah, membiarkan musik mengisi ruang hening di antara mereka.

***

Mobil Yunita berhenti di depan sebuah hotel bintang empat di kawasan Jakarta. Bangunannya sederhana, namun cukup nyaman untuk menjadi tempat singgah. Audy menoleh dengan tatapan ragu, seolah ingin mengatakan sesuatu tapi takut terdengar seperti beban.

“Yun…” suaranya lirih, nyaris bergetar. “Mau ikut nggak ke dalam?”

Yunita terdiam sebentar, menatap mata sahabatnya yang terlihat begitu rapuh. Akhirnya dia tersenyum tipis dan mengangguk. “Ya udah, ayo.”

Mereka melangkah pelan melewati lobi hotel. Tidak banyak yang dibicarakan sepanjang jalan, hanya suara langkah sepatu mereka yang terdengar beriringan. Sesekali Yunita menatap punggung Audy dari belakang—tegak tapi jelas terlihat rapuh, seperti menanggung beban yang beratnya puluhan kilo dipundaknya.

Begitu pintu kamar terbuka, Audy melepaskan napas berat. Yunita segera duduk di sofa, menatap sahabatnya tanpa basa-basi.

“Oke,” katanya tegas, “ceritain sekarang. Sebenarnya kamu kenapa, Dy?”

Audy berusaha tersenyum, tapi hasilnya hanya tarikan bibir yang dipaksakan. “Cerita apa? Aku ngajak kamu biar bisa ngobrol ringan aja.”

Yunita bangkit, melangkah mendekat, lalu tanpa ragu langsung merengkuh Audy dalam pelukannya.

“Dy…” suaranya melembut, “Aku kenal kamu bukan cuma setahun dua tahun. Aku tahu kamu lagi ada masalah. Aku diem selama ini bukan karena nggak peduli, tapi karena aku nunggu kamu cerita sendiri ke aku.”

Kata-kata itu menembus pertahanan Audy. Tanpa dia sadari, air mata mengalir, jatuh satu per satu membasahi bahunya sendiri. Perasaannya sedikit lebih lega—karena akhirnya ada yang mendengar, ada yang memahami kesulitannya.

“Chandra kan?” suara Yunita bergetar menahan amarah, “Dia selingkuh kan?”

Audy tersentak, menatap Yunita dengan mata berkaca-kaca. “Kamu tahu, Yun?”

Yunita menghela napas panjang. “Aku tahu juga nggak sengaja. Aku lihat dia di bioskop beberapa hari lalu, mesra sama cewek lain. Aku nggak bisa lihat jelas mukanya, tapi aku tahu pasti itu bukan kamu, Dy.”

Audy tercekat. Lidahnya kelu. Lalu dengan tangan gemetar dia meraih tablet di atas meja, membuka folder tersembunyi, dan memutar rekaman CCTV.

Gambar itu membuat ruangan seakan berhenti bernapas. Rekaman dari kamar tidur rumahnya sendiri—Chandra, suaminya, bergelimang nafsu bersama seorang perempuan.

Yunita menutup mulutnya, nyaris tak percaya. Tapi keterkejutan itu berubah jadi kemarahan begitu Audy bersuara di sela isaknya.

“Rekaman ini… direkam sehari setelah kita tiba di Singapura. Dan perempuan itu… kamu tahu siapa dia, dia Jenny”

Seketika wajah Yunita memerah. “Bangsat!!!” makinya keras. “Laki-laki kayak gini nggak pantas disebut suami. Kamu harus gugat cerai dia, Dy. Masa kamu mau pertahanin pernikahan sama dia?”

“Apalagi selingkuhannya adik tiri kamu sendiri. Apa sih yang ada di otak Jenny? Nggak ibunya nggak anaknya, sama aja… dua-duanya perusak rumah tangga orang!” Yunita terus memaki, amarahnya meluap-luap.

Audy hanya menggeleng, air mata masih menetes. “Aku pasti ceraiin dia, Yun. Tapi… aku nggak mau segampang itu. Dia harus ngerasain balasan. Dia harus jatuh dulu, baru aku bisa tendang dia keluar dari hidup aku.”

Yunita menatap Audy dengan campuran kasihan dan khawatir. “Tapi Dy, sampai kapan? Kamu juga berhak bahagia.”

Audy menatap sahabatnya, kali ini dengan tatapan penuh tekad meski masih dibalut luka. “Makanya itu, bantu aku, Yun. Bantu aku ambil semua yang jadi hakku. Selama ini aku yang berkorban, tapi dia… dia seenaknya menghabiskan uang dan menghancurkan aku.”

Yunita mendekap Audy lebih erat, seakan ingin menyalurkan seluruh kekuatan yang dimilikinya. “Aku pasti bantu, Dy. Pasti Kita bikin mereka menyesal udah nyakitin kamu.”

***

Selang beberapa hari setelah ia mengasingkan diri di hotel, Audy akhirnya pulang ke rumah. Malam mulai turun ketika mobil yang mengantarnya berhenti di halaman. Lampu rumah menyala terang, lebih terang dari biasanya. Ada sesuatu yang langsung membuat perutnya terasa mual seperti merasa ada firasat buruk yang akan terjadi.

Begitu dia membuka pintu, suara yang paling tak ingin ia dengar langsung menyambutnya.

“Bagus ya kamu,” suara tajam itu datang dari Martha, ibu mertuanya, yang duduk angkuh di ruang tamu bersama Della. “Suami dibiarin kelaparan begini. Meskipun kamu ada perjalanan dinas, seenggaknya siapin dong semua kebutuhan suami.”

Audy berhenti sejenak di ambang pintu, melepaskan mantel pelan-pelan. Wajahnya tetap datar, tapi matanya dingin.

“Loh, aku udah bilang kok kalau Mas Chandra butuh makanan bisa beli di luar. Lagipula Mas Chandra juga bukan bayi, atau dalam keadaan lumpuh yang apa-apa mesti disiapin.” Suaranya tenang, tapi penuh ketegasan.

Chandra yang duduk di samping ibunya mencoba meredam suasana. “Sayang, kamu kok ngomong begitu sama Ibu? Dia cuma khawatir sama aku aja kok. Nggak perlu lah kamu bicara sinis begitu. Dia mama aku loh”

Audy menoleh sekilas, menatap Chandra dengan sorot mata yang membuat lelaki itu menunduk. “Ya sudah. Bilangin mama kamu nggak usah terlalu ikut campur. Lagian, nggak ada yang nyuruh mama ke sini juga. Emang mau ngapain?”

Martha langsung melotot. “Lihat ini, Chandra! Istri kamu jadi kurang ajar sama mama. Kayak nggak pernah diajarin sopan santun. Sama mertua bantaaaaaaahhhhh mulu!” suaranya meninggi, bergema di seluruh ruangan.

“Udah, Ma. Udah. Maklumin aja Audy capek, baru pulang dari perjalanan dinas,” ujar Chandra dengan nada lelah, mencoba menenangkan.

Tapi Martha tidak berhenti. Dia membenamkan punggungnya ke sofa, lalu berkata dengan nada perintah, “Siapin kamar tamu. Mama sama Della akan menginap di sini beberapa hari.”

Audy terdiam sesaat, lalu menoleh ke arah Chandra. Tatapannya tajam, dingin, penuh amarah.

“Nggak bisa!!!"

"Kalau mau, Mama nginap aja di hotel. Aku capek, udah nggak ada tenaga buat bersihin kamar. Yah, kecuali Mama mau tidur di kasur penuh debu.”

“Nginep di hotel itu mahal! Emangnya kamu mau bayarin?” teriak Martha, wajahnya memerah.

Audy tersenyum miring, senyum yang sama sekali tidak menyiratkan keramahan. “Lah, kenapa aku yang harus bayar? Ada anak Mama nih, yang suka keluar masuk hotel. Minta aja sama Mas Chandra. Lagian aku juga nggak minta Mama datang ke sini.” Tolehnya pada Chandra.

"Iya kan sayang, kamu bisa dong bayarin hotel mama kamu beberapa hari. Masa kayak gini juga mestinaku yang turun tangan" sindir Audy sambil tersenyum lebar.

Hening.

Ucapan itu jatuh seperti petir, menyambar ruangan yang tiba-tiba membeku.

Chandra menegang, matanya membelalak sebentar lalu menunduk, seolah tertikam kata-kata istrinya. Seakan-akan rahasia yang dia simpan rapat mulai terbuka.

"Iya, bisa kok sayang. Nanti biar aku yang urus" kata Chandra gugup.

"Oke, makasih sayang. Aku keatas dulu ya, capek mau istirahat. Aku harap mama sama adik kamu cepet-cepet pergi ke hotel ya, kasian mama kamu, nanti penyakit rematiknya kumat lagi" sahut Audy.

Dia menaiki tangga, melangkah ke kamarnya sendiri, meninggalkan semua orang yang ads di ruang tamu. Audy bahkan masih bisa mendengar bagaimana Martha dan Della kembali mengomel, mengeraskan suara mereka untuk menunjukkan rasa tidak puas mereka.

Sementara, Chandra berusaha menenangkan keduanya, berbicara terbata, berulang kali memohon agar suara tidak meninggi. Tapi telinga Audy sudah menutup.

Sampai kemudian Audy mendengar suara mobil dinyalakan, dan dari balik jendela kamarnya dia bisa melihat ibu Mertua dan adiknya masuk kedalam mobil dengan wajah bersungut-sungut. Sedangkan Chandra, sempat bertatapan dengan Audy sesaat sebelum memasuki mobil dan pergi. Dari tatapan itu Chandra bisa merasakan perbedaan yang cukup kontras, dengan tatapan teduh Audy yang biasa dia lihat. Tatapan Audy sekarang tampak seperti hewan buas yang sedang mengincar mangsanya untuk dia lumat habis.

"Kamu pasti akan aku buat menyesal Mas" ucap Audy yang langsung menutup tirai jendela kamarnya dengan kasar.

...***...

1
Widya Herida
lanjutkan thor ceritannya bagus
Widya Herida
lanjutkan thor
Sumarni Ukkas
bagus ceritanya
Endang Supriati
mantap
Endang Supriati
engga bisa rumah atas nama mamanya audi.
Endang Supriati
masa org penting tdk dpt mobil bodoh banget audy,hrsnya waktu dipanggil lagi nego mau byr berapa gajinya. nah buka deh hrg. kebanyakan profesional ya begitu perusahaan butuh banget. td nya di gaji 15 juta minta 50 juta,bonus tshunanan 3 x gaji,mobil dst. ini goblog amat. naik taxi kwkwkwkwkkk
Endang Supriati
audy termasuk staff ahli,dikantor saya bisa bergaji 50 juta dpt inventaris mobil,bbm,tol,supir,by perbaikan mobil di tanggung perusahaan.bisa ngeclaim entertaiment,
Endang Supriati
nah itu perempuan cerdas,sy pun begitu proyek2 sy yg kerjakan laporan 60 % sy laporkan sisanya disimpan utk finslnya.jd kpu ada yg ngaku2 kerjja dia,msmpus lah.
Syiffa Fadhilah
good job audy
Syiffa Fadhilah
sukur emang enak,, menghasilkan uang kaga foya2 iya selingkuh lagi dasar kadal
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!