Salah masuk kamar, berujung ngamar ❌ Niat hati ingin kabur dari Juragan Agus—yang punya istri tiga. Malah ngumpet di kamar bule Russia.
Alizha Shafira—gadis yatim piatu yang mendadak dijual oleh bibinya sendiri. Alih-alih kabur dari Juragan istri tiga, Alizha malah bertemu dengan pria asing.
Arsen Mikhailovich Valensky—pria dingin yang tidak menyukai keributan, mendadak tertarik dengan kecerewetan Alizha—si gadis yang nyasar ke kamarnya.
Siapa Arsen sebenarnya? Apakah dia pria jahat yang mirip seperti mafia di dalam novel?
Dan, apakah Alizha mampu menaklukkan hati pria blasteran—yang membuatnya pusing tujuh keliling?
Welcome to cerita baper + gokil, Om Bule dan bocil tengilnya. Ikutin kisah mereka yang penuh keributan di sini👇🏻
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wardha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
salah kamar lagi
Bibi Ramlah langsung melangkah masuk, disusul Pakde yang menutup pintu dari belakang. Suasana kamar seketika berubah jadi mencekam.
"Zha, jangan banyak gaya kamu!" tegur Bibi Ramlah dengan suara keras, membuat Alizha reflek menciut di tempat duduknya.
"Bibi, saya cuma—" suara Alizha tercekat.
Bibi Ramlah mendekat, jarinya menuding tepat ke wajah keponakannya itu. "Kamu pikir bisa kabur, hah? Ingat, kamu itu cuma numpang hidup sama kami. Jangan sampai saya buang kamu ke jalan, biar tahu rasanya jadi pengemis!"
Pakde hanya berdiri di samping, menghela napas berat tapi tidak berniat untuk menolong. Lebih ke tidak berdaya untuk melawan istrinya sendiri.
"Juragan Agus cuma mau kenalan samamu," lanjut Bibi Ramlah dengan nada penuh ancaman. "Jangan geer dulu mau diapa-apain sama dia, Zha! Cukup masuk, kalian ngobrol soal pernikahan."
Alizha tercekat, matanya membelalak. "Pe—pernikahan?"
Bibi Ramlah mendecak. "Iya! Jangan pura-pura bego. Kalau kamu bisa bikin dia suka, hidupmu enak. Tapi kalau kamu bikin malu kami," wajahnya mendekat hingga napasnya terasa di wajah Alizha, "jangan salahkan saya kalau kamu saya bakalan buat hidupmu lebih kacau!"
Alizha hanya bisa menggigit bibir, tubuhnya gemetar. Semua jalur untuk kabur tertutup, dan ancaman Bibi Ramlah terlalu sulit untuk dia abaikan.
"Ingat, Zha. Semua hutang itu gara-gara Bapakmu! Kamu mau kerja buat bayar hutang, mau sampai berapa tahun, ha?!" Bibi Ramlah teriak lagi. "Coba pikir! Hutang Bapakmu itu puluhan juta! Gajimu setahun belum tentu cukup!"
Alizha menunduk. "Iya, maaf. Saya bakalan nurut, asalkan bukan untuk berzinah. Saya akan terima."
Bibi Ramlah tersenyum puas, lalu menepuk bahu Alizha keras-keras. "Nah, begitu! Dari dulu kalau nurut kan enak. Ayo, jangan bikin Juragan Agus yang menunggu!"
Bibi Ramlah mencengkeram pergelangan tangan Alizha begitu keras sampai nyaris meninggalkan bekas. Dia menyeret keponakannya keluar kamar, langkah kakinya cepat dan kasar.
"Masuk sana!" bentaknya sambil menunjuk ke arah sebuah kamar yang pintunya sudah terbuka sedikit. "Sebentar lagi Juragan Agus datang."
Alizha terpaku di ambang pintu, napasnya memburu. Hatinya berontak, ingin lari sejauh mungkin. Tapi dia ingat betul semua ancama Bibi tadi.
Tapi Bibi Ramlah mendekat lagi, kali ini menunduk dengan tatapan dingin. "Awas kalau kamu buat masalah lagi, Zha!" katanya penuh ancaman. "Ingat, semua biaya orang tuamu itu dari siapa? Kalau bukan Juragan Agus yang bantu, bapak ibumu sudah lama sengsara di rumah sakit!"
Tubuh Alizha langsung kaku. Kata-kata itu menghantam dadanya lebih kuat daripada bentakan. Dia menunduk, menahan perih di matanya yang mulai berair.
"Masuk!" Bibi Ramlah mendorong bahunya sampai dia terhuyung ke dalam kamar. Pintu ditutup keras, menyisakan Alizha sendirian dalam ketakutan.
Alizha langsung berjongkok di depan pintu, tubuhnya terguncang. Tangisnya terdengar pelan, penuh rasa takut. Kamar hotel yang tadinya gelap, tiba-tiba menjadi terang.
Dia mendongak dengan cepat, matanya membelalak. Bukan Juragan Agus yang masuk, melainkan pria bule tadi.
Alizha terperanjat. Begitu juga dengan si bule, ekspresi wajahnya sama kagetnya.
Pria itu menunjuk Alizha dengan raut heran. "You again?!" (Kamu lagi?!)
Alizha buru-buru menggeleng, tangannya menutup dada yang sesak. "No, no, not follow you! Wrong room, salah kamar!"
Pria itu berdecak kesal. "Stop lying. You follow me, да?!" (Berhenti berbohong. Kamu mengikutiku, ya?!)
Alizha mengangkat kedua tangannya. "No! Saya, saya tidak ikut you! This ... accident! Accident, Mister!" Dia terus menjelaskan jika bukan kesengajaan.
Bule itu memicingkan mata, masih merasa ragu. "You Indonesians, always tricks." (Kalian orang Indonesia, selalu pakai tipu daya.)
Alizha semakin panik, air matanya jatuh. "No trick! Please believe me ... wrong room! Please, Mister!" (Bukan tipu daya! Tolong percaya saya, salah kamar! Tolong, Mister!)
Pria bule itu melangkah mendekat, wajahnya semakin tegang. "Why you here?! Speak truth!" (Kenapa kamu di sini?! Katakan yang sebenarnya!)
Alizha menggeleng cepat, suaranya tercekat. "I—I don’t know, forced—Bibi, push me Juragan."
Pria itu semakin bingung. "Что? Bibi? Who is that?" (Apa? Bibi? Siapa itu?)
Air mata Alizha menetes dengan deras, dia mencoba menjelaskan dengan bahasa campur aduk. "My aunt, force me! I don’t want ... not want this! Please understand!" (Bibi saya memaksa saya! Saya tidak mau, tidak mau ini! Tolong mengerti!)
Wajah si bule yang tadinya keras perlahan melunak. Dia memperhatikan Alizha yang meringkuk di lantai, dengan tangan gemetar menutupi wajah.
"You crying."
Alizha hanya mengangguk, tubuhnya kaku menahan rasa takut.
Pria itu menarik napas panjang, ekspresinya berubah. Nada suaranya jadi lebih lembut. "Okay ... don’t cry. Я не буду hurt you." (Oke jangan menangis. Saya tidak akan menyakitimu.)
Alizha mengangkat kepalanya perlahan, matanya sudah merah dan basah. Dia seperti tidak percaya dengan kata-kata itu.
Pria itu menoleh ke arah pintu, lalu kembali menatap Alizha. "Who send you here? Bibi? Or Juragan?" (Siapa yang kirim kamu ke sini? Bibi? Atau Juragan?)
Alizha terdiam, bibirnya bergetar, lalu berbisik lirih, "My aunt, Bibi Ramlah. She said, Juragan want me here."
Alizha menggaruk kepalanya gugup, lalu buru-buru membenarkan kerudungnya yang miring. Baru saja ia menarik napas, pintu kamar terdorong. Ternyata asisten si bule.
Dia langsung terbelalak, matanya melebar. "Mon Dieu! Dia lagi?!" tangannya refleks menunjuk ke arah Alizha, seperti melihat sesuatu yang tidak masuk akal.
Si bule pertama mengerutkan alis, menahan kekesalan bercampur bingung. "I don’t know! She said... forced by Bibi. Salah masuk kamar seperti tadi lagi."
"Oh, My God!" sang asisten shock.
Alizha menunduk, jantungnya berdebar.
Namun, belum sempat asisten itu berkata lebih jauh, suara langkah berat terdengar di luar. Bibi Ramlah dan Paman membawa juragan Agus.
"Hah!" seru Bibi Ramlah, dia terperangah.
Pandangan matanya langsung membeku begitu melihat kenyataan: Alizha berdiri di tengah kamar, diapit dua pria bule yang sama-sama terkejut.
"Astagfirullah!" Bibi menutup mulutnya dengan tangan. "Kenapa ... kenapa ada dua bule di sini?!"
Paman hanya terdiam, melirik tajam ke arah Juragan Agus, seolah ingin meminta penjelasan.
Juragan Agus mengernyit. "Kenapa dia di sini? Apa kalian ingin mempermainkan saya?!"
"Ha? Jadi ini bukan kamar juragan?" tanya Bibi Ramlah.
"Kamar saya di sebalah!" tunjuknya ke arah kamar sebelah si bule.
Bibi tepuk jidat. "Astaga!"
Si bule pertama melangkah ke depan, menunjuk Alizha dengan tegas. "She’s not my guest. Who send her here?!" (Dia bukan tamuku. Siapa yang mengirimnya ke sini?!)
Suasana mendadak membeku. Bibi Ramlah kehilangan kata-kata, Paman menatap curiga, sementara Alizha hanya berdiri gemetar, wajahnya jadi makin panik.
"Ngomong apa ini bule?" Paman kebingungan.
Mereka bertiga saling tatap, lalu menunjuk Alizha. "Zha, siapa mereka? Ngomong apa dia?"
Keadaan jadi semakin genting. Ditambah mereka yang bingung sendiri dengan bahasa si bule. Sang asisten bule tadi pun berusaha. Kembali menggunakan translate bahasa.