Laura Clarke tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis. Pertemuannya dengan Kody Cappo, pewaris tunggal kerajaan bisnis CAPPO CORP, membawanya ke dalam dunia yang penuh kemewahan dan intrik. Namun, konsekuensi dari malam yang tak terlupakan itu lebih besar dari yang ia bayangkan: ia mengandung anak sang pewaris. Terjebak di antara cinta dan kewajiban.
"kau pikir, aku akan membiarkanmu begitu saja di saat kau sedang mengandung anakku?"
"[Aku] bisa menjaga diriku dan bayi ini."
"Mari kita menikah?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bgreen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
acara pesta yang megah.
Mentari pagi menyambut Grace, Laura, dan Fia saat mereka melaju menuju vila tempat pesta malam akan diselenggarakan.
Aroma segar pegunungan bercampur dengan wangi parfum Laura yang lembut di dalam mobil.
Semua keperluan pesta, termasuk bahan-bahan makanan segar yang akan mereka masak, telah tertata rapi di bagasi.
Saat tiba di vila megah itu, mata Fia berbinar. Ia sudah akrab dengan tempat ini, sering membantu aunty Grace yang setiap tahun mendapat pekerjaan mendekorasi vila untuk pesta. Sentuhan familiar dari bangunan itu membuatnya merasa seperti di rumah sendiri.
Laura, Fia, dan beberapa pelayan mulai mendekorasi ruangan atas yang menghadap langsung ke pemandangan gunung yang memukau.
Sinar matahari pagi menari-nari di antara pepohonan, menciptakan suasana yang damai dan menyenangkan.
Nyonya pemilik vila sangat menyukai warna ungu. Dekorasi ruangan pesta didominasi warna ungu dan putih, dengan bunga-bunga ungu segar yang memesona di setiap sudut ruangan. Aroma manis bunga lavender memenuhi udara, menambah kesan romantis.
"Laura, Fia... hati-hati, jangan memanjat terlalu tinggi. Biar para pria saja yang mengerjakan bagian itu," seru Grace, khawatir melihat semangat Laura dan Fia mendekorasi dinding bagian atas.
Keduanya menoleh ke arah aunty Grace yang memasang wajah khawatir. Mereka pun segera turun dan membiarkan para pelayan pria melanjutkan pekerjaan mereka.
Setelah dekorasi ruangan pesta hampir rampung dan dilanjutkan oleh pelayan lainnya, Laura dan Fia bergegas kembali ke dapur untuk membantu Tante Grace. Suara riang tawa mereka mengisi ruangan, menciptakan kehangatan yang menyenangkan.
*
Tanpa terasa, waktu telah beranjak siang. Suara deru mobil memecah keheningan, menandakan kedatangan pemilik vila. Celia, dengan anggunnya, memasuki pekarangan.
Laura dan yang lainnya masih sibuk dengan persiapan ketika suara lembut seorang wanita menyapa aunty Grace di dapur.
"Grace, apa kabar?" sapa Celia, nyonya pemilik Villa, suaranya renyah seperti alunan musik. Meskipun usianya tak lagi muda, Celia tampak sangat memesona.
"Kabarku baik, Celia. Bagaimana denganmu?" jawab Grace, menyambut Celia dengan pelukan hangat. Keduanya berpelukan erat, layaknya sahabat lama yang baru bertemu kembali.
"Aku juga baik," sahut Celia, senyumnya merekah.
"Hallo, aunty Celia," sapa Fia dengan manis, matanya berbinar.
"Ooh, Fia... kau sudah besar sekarang. Rasanya baru kemarin kita bertemu, dan sekarang kau sudah semakin dewasa, sayang," ucap Celia, mengagumi perubahan Fia.
Pandangannya kemudian beralih pada seorang wanita muda cantik yang berdiri di belakang Fia. Senyum ramah terukir di wajahnya.
"Siapa wanita cantik di belakangmu, Fia?" tanya Celia, penasaran.
"Perkenalkan, dia Laura. Dia bekerja denganku, Celia. Laura baru tinggal di kota ini selama hampir dua bulan," jelas Grace, memperkenalkan Laura.
"Hallo, Nyonya. Senang bertemu dengan Anda," sapa Laura dengan sopan, suaranya lembut dan merdu.
"Hallo, cantik. Kau bisa memanggilku aunty Celia. Jangan memanggilku nyonya, aku tidak terbiasa mendengarnya," balas Celia, tertawa kecil.
Celia tampak terpesona dengan Laura. Wajahnya yang cantik dan suaranya yang indah membuatnya terkesan.
Dalam benaknya, Celia berencana untuk mengenalkan Laura pada putranya yang masih sendiri. Sebuah ide romantis mulai bersemi di hatinya.
*
Seorang pria dengan aura gagah, meski tak lagi muda, memasuki dapur dan menyapa Grace. "Hallo, Grace," sapanya dengan suara bariton yang berwibawa.
"Hallo, Marco," balas Grace, tersenyum ramah.
"Apa kabar, Uncle Marco?" sapa Fia, menghampiri pria yang merupakan suami Celia.
"Hallo, Fia. Bagaimana sekolahmu?" tanya Marco, mengusap lembut rambut Fia.
"Baik, Uncle," jawab Fia, ceria.
"Honey, kenalkan, ini Laura, karyawan baru Grace. Dia baru sebulan lebih tinggal di kota ini," Celia memperkenalkan Laura pada suaminya.
"Hallo, Laura. Senang bertemu denganmu. Semoga kau betah tinggal di kota ini," ucap Marco, menjabat tangan Laura dengan hangat.
Laura menyambut jabatan tangan Marco dengan sopan. "Terima kasih, Tuan..."
"Kau tak perlu seformal itu. Panggil saja aku Uncle, seperti Fia," potong Marco, tersenyum.
"Baik, Uncle," jawab Laura, merasa sedikit canggung.
"Honey, aku akan masuk dulu untuk mengecek pekerjaanku, oke?" ucap Marco pada Celia.
"Baiklah, Honey. Aku masih akan di sini untuk membantu memasak makan malam pesta nanti," jawab Celia.
Marco mengecup kening istrinya dengan sayang, lalu berbalik menuju ruang kerjanya di vila.
"Kenapa kau tidak istirahat saja, Celia? Kau tidak percaya pada masakanku?" tanya Grace, bercanda.
"Bukan begitu, Grace. Aku hanya ingin belajar memasak darimu. Lagipula, aku sudah tidur sepanjang perjalanan tadi," jawab Celia, terkekeh.
Celia mengambil celemek dan memakainya. Ia mulai membantu Grace menyiapkan makan malam untuk pesta.
Sembari menyiapkan makanan, Celia melirik Laura yang terlihat cekatan dan bersemangat. Celia semakin kagum dengan Laura yang bukan hanya cantik, tetapi juga rajin.
"Laura, apa kau sudah menikah?" tanya Celia, rasa penasarannya memuncak.
"Ooh, God. Kau ingin menjodohkan Laura dengan putramu?" timpal Grace, tertawa.
"Ya?" Laura terkejut dengan pertanyaan mendadak itu.
"putraku belum punya pacar sampai sekarang, Grace, dan itu membuatku pusing," keluh Celia.
"Bagaimana bisa pria tampan sepertinya masih belum punya kekasih?" tanya Grace, heran.
"Itu karena putra aunty Celia sangat playboy dan pemilih. Itu sebabnya dia masih sendiri di usianya yang sudah tua," celetuk Fia, polos.
"Kau benar, Fia," timpal Celia, tertawa.
Laura tersenyum tipis melihat keakraban pemilik vila dengan Grace dan Fia. Tante Celia sangat ramah dan tidak terlihat sombong, meskipun ia sangat kaya.
"Jika kau belum punya kekasih, aku ingin mengenalkanmu pada kedua putraku," ucap Celia, antusias.
"Kau membuatnya takut, Celia," tegur Grace, melihat wajah Laura yang tampak bingung.
"Maaf, sayang. Aku hanya ingin mengenalkan mereka padamu. Jika kau tidak menyukai mereka, itu hakmu. Jadi, kau tidak perlu merasa canggung, oke?" ucap Celia, lembut.
Semua yang ada di dapur tersenyum ceria. Mereka kembali menyibukkan diri karena sebentar lagi anak-anak Marco dan Celia akan tiba.
Semua tugas telah diselesaikan dengan baik, kini mereka hanya menunggu waktu pesta tiba. Marco hanya mengundang keluarga dekat dan teman dekat. Suasana hangat dan akrab terasa begitu kental di vila itu.