"Heh, anak sialan! Pergi kamu dari
rumah ini. Keluar!! Gak sudi aku
nampungmu lagi!!" usir Bu Elanor.
membuat Alvin yang sedang melamun
segera terperanjat.
"Berhenti bicara yang tidak-tidak
Ela!!" hardik pak Rohman.
"Kamu pilih aku dan anak anak yang
keluar apa anak sialanmu ini yang keluar
pak!?" teriak Bu Elanor membuat pak Rohman terkejut.
Beliau tak pernah berfikir akan
dihadapkan pada situasi se rumit ini.
"Alvin yang akan keluar pak buk"
ucap Alvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fantastic World Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10 Lomba
"Maaf buk, kenapa pasangan saya gak
pernah hadir dalam sesi tambahan jam
pelajaran ini ya?" Tanya Alvin hati-hati.
"Pasangan kamu punya guru privat
sendiri, saya juga sudah memberikan
materi yang sama dengan kamu padanya,
jadi tanpa belajar bareng disini dia pasti
sudah menguasai materi tambahan itu"
jawab Bu Irma, wali kelas Ratih, pasangan
lomba Alvin.
"Tapi saya merasa tetap ada yang perlu
di diskusikan Bu, apalagi nanti ada sesi
presentasi juga kan, menurut saya
sebaiknya dia tetap hadir di jam tambahan
ini"
ujar Alvin.
"Kamu bikin catatan aja, apa yang perlu diperhatikan oleh Ratih soal apa
yang telah kamu pelajari, biar saya
sampaikan ke dia" jawab Bu Irma enteng.
"Kalau begitu, mulai besok saya izin
gak ikut tambahan pelajaran ya Bu, saya
juga ada perlu lain, ibu bisa ngasih saya
materi yang perlu saya pelajari, dan saya
hanya perlu membuat catatan untuk Ratih"
tawar Alvin, sejujurnya ia sedikit kesal
dengan tanggapan guru tersebut.
"Tidak bisa begitu!" tolak Bu Irma
mentah-mentah.
"Kenapa Bu?" tanya Alvin basa-basi.
"Ya karena murid beasiswa wajib ikut
jam tambahan ini, lagipula kamu gak
punya guru privat, siapa yang akan
mengajarimu, meskipun kamu pintar,
sejujurnya murid beasiswa sepertinya tak
sepintar itu, mengingat disini banyak sekali murid pintar. Jadi pelajari yang ada,
jangan pulang sebelum jam tambahan ini
berakhir!" jawab Bu Irma kemudian keluar
kelas dengan raut emosi.
Alvin dan peserta lomba yang lain
hanya bisa menatap Bu Irma dengan
tatapan cengo.
Bu Irma adalah pembantu
pembimbing Alvin dan Ratih, karena
hari ini pak Arif, guru pembimbing yang
sebenarnya berhalangan mengajar.
"Kamu kok gak takut sih vin" sahut
Mingyu.
"Ngapain takut, wong kita cuma
ngeluarin pendapat Ming, lagian gak adil
banget kalau kayak gini" jawab Alvin.
"Ratih emang gitu, dia emang pinter,
selain karena punya guru privat dia juga
cukup ambisius, makanya bisa ngalahin Azam, temen sekelas mu" sahut Alex ikut
berkomentar. Alex memang ikut
olimpiade, ia mendampingi Arumi sebagai
peserta lomba cabang matematika.
"Kamu kenal Ratih?" tanya Alvin.
Alex pun mengangguk.
"Kami satu SMP, sejak dulu emang
anaknya ambisius, mungkin karena tuntutan
orang tua, tapi kamu tenang saja, otaknya
jalan kok. Kalau cuma jadi pendamping
pas tes tulis aja, aman" jawab Alex, ia yang
dulunya tak begitu menyukai Alvin, kini
mulai bisa menganggap Alvin sebagai
teman.
"Oh ya? Apa anaknya emang jarang
sosialisasi?" tanya Alvin.
"Dulu sih masih punya temen
anaknya, kalau sekarang gak tau, tanya aja
sama faisal itu, dia kan sekelas" jawab Alex seraya menunjuk Faisal, pasangan lomba
Mingyu di cabang mata pelajaran kimia.
"Sekarang kayaknya gak punya temen
sih, anaknya pendiem banget, tapi nilainya
tinggi sih, terutama di bidang fisika,
makanya jadi pasangan kamu" jawab Faisal
seraya menatap Alvin.
"Sudah-sudah, jangan bahas orang
yang gak ada terus, kalian pelajari itu
materi yang kalian punya!" tegur Arumi
yang sejak tadi mencoba fokus untuk
belajar, namun terus gagal karena
mendengar pembicaraan teman-
temannya.
Alvin pun akhirnya mau tak mau
harus menerima kenyataan yang ada, ia
juga gak lagi memikirkan mengenai
pasangan lombanya. Tak lupa setiap 3 hari
sekali Alvin juga membuat catatan, atas
apa yang ia pelajari, agar saat sesi presentasi nanti pasangan lombanya bisa
selaras.
3 Minggu berlalu, perlombaan sudah
di depan mata. Namun selama itu Alvin
masih belum pernah bertemu Ratih, di
jam pelajaran tambahan.
Pernah sekali Alvin mencoba
mendatangi kelas Ratih, namun gadis itu
hanya menatap Alvin dengan tatapan
mencemooh, dan menjawab Alvin
dengan angkuh saat Alvin bertanya.
Membuat Alvin enggan untuk
mengajaknya berbincang lagi.
Selain fokus pada lomba, Alvin juga
tak melupakan kewajibannya untuk
bekerja, mengingat dirinya sudah
berkomitmen menjadi pengambil sampah,
ia tetap nmelakukan hal itu dengan senang
hati.
Sedikit perubahan baik yang
dilakukan oleh ibunya, dimana kini
Alvin selalu di minta untuk makan di
rumah dan di beri uang saku, hal yang
membuat Alvin merasa diperhatikan
serta dianggap sebagai anak. Meski ia tetap
lebih baik makan di warung Mak Na, dan
hanya sesekali makan di rumah.
Hari H lomba, seluruh peserta lomba
olimpiade berangkat bersama, dengan
Menggunakan mobil yang telah di sediakan
sekolah. Selama perjalanan, Ratih terus
terdiam seolah ia sedang sendirian,
dengan headset yang menempel di telinga,
Ratih tampak menatap jendela, menikmati
pemandangan perjalanan.
Sementara Alvin dan yang lainnya
terlibat pembicaraan, mereka bercanda
untuk menghilangkan rasa gugup yang
ada, meski persiapan telah dilakukan, namun tetap saja ada rasa gugup bagi
beberapa teman Alvin.
"Lakukan yang terbaik, aku ingin kita
keluar sebagai juara!" bisik Ratih sebelum
memasuki ruang tes tulis.
"Ya" jawab Alvin singkat.
Tes tulis pun berlangsung, meski
Alvin dan Ratih duduk berdampingan,
keduanya seolah seperti tak saling kenal.
Jika pasangan lain memanfaat
kesempatan untuk berdiskusi mengenai
soal yang dianggapnya sulit, namun bagi
Ratih tes ini seperti tugas individu, ia
bahkan menutup diri dari Alvin,
membuat Alvin hanya bisa menghela
nafas.
Satu setengah jam berlalu, sesi tes
pun berakhir. Keseluruh peserta lomba di
ijinkan untuk beristirahat, sambil menunggu sesi presentasi.
Alvin pun keluar, ia menoleh ke
kanan dan ke kiri, mencari keberadaan
Mingyu, teman baiknya. Karena tak
menemukan keberadaan Mingyu, Alvin
pun memilih mencari tempat yang sepi.
la menaiki tangga menuju lantai tiga,
dimana ia lihat ada sudut yang tampak
aman untuknya menyendiri. Sesampainya
di lantai tiga, benar saja sudut yang ia lihat
dari bawah tampak condong ke dalam,
sehingga menurutnya pastilah aman.
"Untung tadi sempat beli ini"gumam
Alvin seraya mengeluarkan sebatang
rokok, yang sempat ia beli secara ecaran di
warung Mak Na tadi pagi.
Baru mencoba menghidupkan korek,
Alvin dikejutkan dengan kedatangan
Ratih yang tiba-tiba sudah berada didepannya, seraya membawa selembar
kertas.
"Kemungkinan soal presentasi nanti"
ucap Ratih seraya memberikan selembar
kertas tersebut.
Alvin pun menerimanya dengan
heran.
"Dapat darimana?" tanya Alvin
membaca sekilas.
"Gampang itu, tinggal transfer 5 juta,
bocoran keluar dengan sendirinya" jawab
Ratih bangga, seolah uang segitu tak ada
artinya.
"Kamu ngeluarin segitu hanya untuk
selembar ini? Ini juga belum tentu keluar,
dibanding ini jauh lebih baik catatan yang
sering aku berikan ke kamu"
protes
Alvin.
"Itu valid kok, liat aja nanti pasti
keluar. Lagian aku cuma pengen berbagi,
karena kamu udah baik hati sering ngasih
aku catatan" jawab Ratih.
"Hmmm makasih, sepertinya aku gak
butuh ini" jawab Alvin seraya
menyerahkan selembar kertas tersebut.
"Aku gak peduli, yang jelas itu untuk
kamu, dan aku gak mau tau, kita harus
keluar sebagai juara, tolong kerjasamanya
saat presentasi nanti!" bentak Ratih, seraya
berlalu.
"Hey, nona Ratih yang terhormat,
jangan mengingatkanku soal kerja sama,
jika kamu sendiri tak pernah hadir untuk
berdiskusi dengan saya, saat jam pelajaran
tambahan" ujar Alvin kesal. Sementara
Ratih tampak menghentikan langkahnya,
Mendengar ucapan Alvin.
"Cepetan lanjutin aktivitasmu, jangan
sampai masuk ruangan dengan bau!"
jawab Ratih tak mengindahkan kalimat
Alvin, ia justru mengingatkan Alvin.
Alvin pun segera menyalakan
korek, bukan untuk menyulut rokok yang
ia bawa, melainkan untuk membakar
lembaran kertas yang diberikan Ratih tadi.
"Jangan khawatirkan aku" jawab
Alvin sembari tersenyumn ngece, pada
Ratih yang wajahnya kini memerah
menahan amarah, melihat Alvin
membakar apa yang ia berikan tadi.
Sepeninggal Ratih, Alvin pun lanjut
menyulut rokok dan menghisapnya sambil
menatap seluruh penjuru sekolah tempat
olimpiade dilaksanakan, tampak sekolah
yang tak kalah elit di banding SANG
JUARA.
Alvin menghentikan aktivitasnya,
saat mendengar suara langkah kaki
mendekat, ia berusaha mematikan
rokoknya saat seorang laki-laki
mendekatinya.
"Lanjut aja gpp, santai ini. Orang cuma
saya aja kok" ucap pak Arif mendekati
Alvin.
Bintang masih menatap tak percaya.
"Pinjam korek!" ucap pak Arif, seraya
mengeluarkan sebungkus rokok, membuat
Alvin sedikit tersentak.