Amara Olivia Santoso, seorang mahasiswa Teknik Industri yang sedang berusaha mencari pijakan di tengah tekanan keluarga dan standar hidup di masyarakat. Kehidupannya yang stabil mulai bergejolak ketika ia terjebak dalam permainan seniornya Baskara Octoga.
Situasi semakin rumit ketika berbagai konflik terjadi disekitar mereka. Novel ini menceritakan tentang kisah cinta remaja, persahabatan dan kehidupan kampus.
Sahabat
Kelas telah berakhir, namun kelas terlihat cukup ramai. Beberapa Mahasiswa masih bersiap dan belum keluar. Angkasa menggaruk kepalanya kasar, kini ia tengah pusing dengan tugas mata kuliah kewirausahaan yang menumpuk di depannya. Ia bertopang dagu, terlihat sangat lesu.
“Angkasa jangan lupa setengah jam lagi kita ada friendly match lawan anak elektro di Garasi Futsal” Ucap Raka sembari berjalan keluar dari ruang kelas.
“Aku lagi pusing mikirin tugas besar, kalian bawa bolanya nanti aku nyusul” Balas angkasa yang masih berkutat dengan laptop dan buku di hadapannya.
“Kamu kan yang ngajak latihan, ayo cepetanlah” Raka menunggunya di depan pintu.
“Iyaa iyaaaa” Balas Angkasa datar.
“Gwen jangan ngekor Angkasa, habis ini kamu sama Kabisatia ikut aku buat meeting bahas tugas kewirausahaan” Erica buru-buru mengulti Gwen.
“Okee” Jawab Kabisatia singkat.
“Heeeehh, terus pertandingannya gimana?” Gwen mulai cemberut.
“Udah kubilang, kita ngga bisa ikut Gwen. Nanti jam empat juga ada meeting sama anak Himpunan” Sahut Amara.
“Udah belum sih? Lama banget. Proposalnya juga masih minggu depan ngumpulinnya” Raka mulai berisik.
“Harus ngasih ide dulu, noh ketuaku manusia paling perfect” Kata Angkasa sembari meliriik Agya.
Agya yang terusik pun berdiri, “Aku gamau ya ada nilai selain A di daftar kumpulan nilaiku, lagian kalau ngga karena wheel of name sialan itu aku juga gamau sekelompok sama kamu”.
“Lah Agya, kamu masih mending sekelompok sama Angkasa, masih bisa mikir. Noh si Amara sekelompok sama Sigit sama Ethan udah ngga ada harapan sama sekali” Erica tertawa.
“Mimpi apa sih kamu ra, apes banget nasibmu” Kabisatia menambahi.
“Udahlah sa, terserah kamu mau main futsal apa ngga, yang penting ntar malem kirim list idenya ke email aku” Kata Agya yang kini berjalan ke arah luar.
“Dari tadi kek, besok kalo menang Dekan Cup yang lain makan daging kamu cuma tak kasih jagung bakar” Teriak Raka ke arah Agya yang telah berjalan menjauh dari ruang kelas.
Agya tak merespon, ia hanya melambaikan tangannya tanpa menoleh dan berlalu meninggalkan Raka yang terlihat muak.
***
Meeting telah usai sekitar sepuluh menit yang lalu. Beberapa panitia terlihat sudah menghilang di kejauhan.
Pembubaran panitia makrab sekaligus evaluasi acara berjalan dengan kondusif, hampir semua yang terlibat hadir, kecuali Angkasa dan beberapa teman setim futsal Angkasa yang sedah berlatih untuk acara Dekan Cup bulan depan.
“Gwen” Teriak Amara sembari berjalan mendekat ke Arah Gwen, “Akhirnya kamu mau ikut meeting Himpunan juga”.
“Sekalian habis nugas ga sih, takut aku di marahin Erica, dia sama seremnya sebelas dua belas sama si Agya kalo masalah nilai” Kata Gwen dengan ekspresi sebal.
Amara terkekeh pelan, “Latihan Angkasa gimana?”.
“Gatau, tadi bilang nanti habis selesai bakalan di jemput ke kosanmu” Ucap Gwen.
“Boleh, tapi hari ini aku ga bawa mobil” Kata Amara.
“Loh tumben? Lagi rusak?” Tanya Gwen.
Amara terhenti, “Kaca mobilku pecah”.
“Hahhhh” Gwen terkejut, “Kamu kecelakaan?”.
“Ada maling, kayaknya” Amara ragu melanjutkan.
“Kok kayaknya sih ra” Kata Gwen dengan nada meninggi.
Dengan sedikit paksaan, Gwen menarik lengan Amara dan menyeretnya ke area parkir sepeda motor yang terletak di belakang fakultas.
“Kamu inget kan Gwen, kemarin ada ojol yang tiba-tiba nganter makanan” Amara mulai bercerita.
Gwen mengangguk sekilas, “Iya, kenapa emang?”.
“Gwen, sebenernya dari kemaren itu aku sering dapat kiriman makanan dari ojol entah itu di kos atau di kampus, terus bunga diatas kap mobil. Sebenernya aku tuh udah overthinking banget, Cuma tiba-tiba semalem ada maling di kosan. Tapi dari beberapa mobil dan motor, Cuma mobilku aja yang kacanya di pecahin. Padahal ngga ada apapun di dalem yang ilang” Amara mulai frustasi.
“Ehh serius ra, kamu udah lapor polisi atau bilang ke siapa aja?” Tanya Gwen.
“Aku takut Gwen, makanya sekarang aku sering parno kalo kamu kagetin” Kata Amara lirih.
“Kalo di biarin nanti kamu yang bahaya ra, kalo kamu takut nanti aku temenin ke kantor polisi” Ajak Gwen menenangkan.
Amara menghembuskan nafasnya pelan, “Aku gamau kalo sampai orangtuaku tau Gwen”.
“Hayooo kalian lagi ngomongin apaan si seru banget” Kata Angkasa yang entah dari mana tiba-tiba berdiri di belakang Gwen dan Amara.
“SAAA, bikin kaget ajaa deh” Gwen memukul Angkasa pelan.
Amara tertawa kecil, Ada kelegaan terlihat dari sorot matanya. Entah seberantakan apa kehidupan kampusnya, setidaknya ia selalu bersama Gwen dan Angkasa. Duo bucin akut kesayangannya.
“Nihh nihh makan inii” Angkasa dengan jahil membungkam Gwen dengan jersey bekas latihannya.
“Bauuuu, Angkasaaaaaaaa” Teriak Gwen.
“Ehh kalian stop dulu dehhh, malu di lihatin orang” Amara tak kuasa menahan tawanya.
“Iya nih Angkasa, lagi serius ini kamu jangan bercanda aja” Gwen mulai sebal.
“Iyaaa baik, maafkan aku tuan putri” Angkasa mengambil sikap hormat kepada Gwen.
“Amara lagi di terror sa” Gwen mulai serius, “Ojol kemaren, semua kiriman makanan, kiriman bunga, mobil yang di rusak, intinya Amara lagi di incar orang”.
“Fans fanatikmu kali ra” Angkasa mulai menerka.
“Tapi keterlaluan, sampai mobilnya di rusakin loh sa” Gwen menambahkan.
“Ada yang kamu curigain akhir-akhir ini?” Tanya Angkasa.
Amara sadar, keputusannya untuk terbuka dengan kedua sahabatnya ini akan berakibat fatal jika masalahnya tidak selesai dan semakin melebar. Ayahnya pasti akan segera tahu dan itu akan membuat hidupnya semakin berat. Kali ini dia butuh bantuan, Dia harus segera bertindak.
“Sebenarnya ada sih, tadi pagi aku ketemu kak Kevin, dia sedikit aneh. Dia tahu loh kalo mobilku rusak. Padahal yang tahu kejadian semalem itu cuma anak kos aja” Amara sedikit ragu.
“Dia dendam kali pernah kamu tolak?” Tanya Gwen.
“Ngga Gwen, dia ngga pernah nembak aku buat jadi pacar” Jelas Amara.
“Hhmmm kayaknya itu bukan style Kak Kev deh, okay mungkin dia stalk kamu ra, tapi dia bukan tipe orang yang akan nyakitin kamu meskipun kamu tolak” Kata Angkasa.
Amara Gusar, “Nanti malem dia ngajakin ketemu, mau ngomong sesuatu”.
“Terus kamu ngeiyain gitu aja?” Tanya Gwen frustasi.
“Iyaa gimana, kalo aku ngehidar malah dia curiga” Amara tersenyum lesu.
Angkasa terdiam sejenak, di liriknya Gwen dan Amara bergantian.
“Aku punya ide, kamu ketemuan aja sama kak Kev, nanti aku sama Gwen bakal ngikutin kalian dari jarak aman, terus ngrekam buat barang bukti. Gimana?” Usul Angkasa.
“Terus tugas yang di kasih Agya gimanaaa” Amara mengingatkan.
“Aduhh iyaa lagi” Angkasa mulai berdecak sebal.
“Aku gapapa guys, Kak Kev ga mungkin macem-macem. Kalo misal besok aku ga berangkat nanti tolong cariin aku yaaa” Kata Amara sambil terkekeh.
“Ehh serius kamu ra? Dia paling sus lohh” Gwen kembali menyakinkan Amara.
“Sebenernya rada ngga percaya sih, Cuma kalo ngga ngapa ngapain juga tambah overthinking. Aku ngga bisa tidur dari kemarin” Curhat Amara.
“Pokonya, nanti share location aja. Aku pantau terus sama Gwen, kalo misal situasi udah gawat jangan lupa telfon kita. Besok setelah tugas dari Agya selesai aku bakalan bantu buat nylelesaiin masalah ini” Kata Angkasa yang cukup membuat hati Amara lega.
“Makasih ya guys, kalo ngga ada kalian mungkin aku udah stress menjalani kehidupan kampus di kota orang” Amara menghembuskan nafas lega.
“Aaaa Amaraaaa” Gwen memeluk Amara erat. Seerat harapan Amara untuk bisa menyelesaikan terror ini. Dia tidak ingin kalah.