Lian, gadis modern, mati kesetrum gara-gara kesal membaca novel kolosal. Ia terbangun sebagai Selir An, tokoh wanita malang yang ditindas suaminya yang gila kekuasaan. Namun Lian tak sama dengan Selir An asli—ia bisa melihat kilasan masa depan dan mendengar pikiran orang, sementara orang tulus justru bisa mendengar suara hatinya tanpa ia sadari. Setiap ia membatin pedas atau konyol, ada saja yang tercengang karena mendengarnya jelas. Dengan mulut blak-blakan, kepintaran mendadak, dan kekuatan aneh itu, Lian mengubah jalan cerita. Dari selir buangan, ia perlahan menemukan jodoh sejatinya di luar istana.
ayo ikuti kisahnya, dan temukan keseruan dan kelucuan di dalamnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Aula utama menjulang megah. Pilar-pilar merah, lantai berkilap, dan takhta emas di ujung ruangan membuat Lian nyaris silau. Di sanalah duduk pria itu Raja Xuan, suaminya dalam novel.
Laki-laki itu tampan, tapi wajahnya dingin bagai es. Matanya tajam, penuh perhitungan, seolah siap menelan siapa pun yang salah bicara.
“Selir An,” suaranya dalam, menggelegar. “Kau masih hidup setelah pingsan dua hari. Bagus.”
“Ya ampun, kalimat pembuka macam apa ini?! Bukannya nanya kabar, malah kayak lagi ngecek ayam peliharaan. Hah, dasar suami tidak bermoral!” Lian menahan diri agar wajahnya tetap manis.
Raja Xuan menatapnya lama. Ada ketegangan aneh, seakan ia menunggu Lian tunduk dengan penuh kepasrahan.
Namun tiba-tiba, dari barisan belakang, seorang pria muda berpakaian panglima menunduk. Ia terlihat kaget, matanya melebar sesaat, lalu buru-buru menutupi ekspresinya.
"Apa barusan… aku mendengar suaranya? pikirnya panik. “Suami tidak bermoral”? Dia berani sekali membatin begitu!"
Pria itu, Panglima Chen Yun, adalah satu-satunya bawahan yang benar-benar tulus mengabdi tanpa pamrih. Dan entah kenapa, isi hati Lian bergema jelas di kepalanya.
Tapi ia memilih diam, menyimpannya sebagai rahasia.
Raja Xuan melangkah turun dari tahtanya, mendekati Lian. “Kau terlihat berbeda, Selir An. Biasanya kau menunduk ketakutan. Kini matamu berani menatapku.”
Lian mendengus dalam hati.“Ya jelaslah! Aku bukan Selir An asli. Kalau aku nurut dan lemah kayak dia, habis sudah riwayatku. Hmm… wajahnya sih ganteng, tapi sayang otaknya busuk. Seandainya aku bisa, pengin kutabok pakai sandal jepit.”
Panglima Chen Yun, lagi-lagi nyaris terbatuk mendengar batin Lian. Ia cepat-cepat menunduk lebih dalam agar tidak ketahuan sedang menahan tawa.
Sementara Raja Xuan hanya melihat Lian tersenyum manis. Ia tidak tahu di balik senyum itu ada “sandal jepit imajiner” yang siap melayang.
Pertemuan itu berakhir tanpa banyak kata, tapi Lian merasa bulu kuduknya meremang.
Saat ia keluar dari aula, Panglima Chen Yun, berjalan tak jauh di belakangnya. Ekspresinya rumit antara kagum, terkejut, dan geli.
"Selir An… tidak, perempuan ini… dia benar-benar berbeda. Dan suara hati itu… sungguh jujur, polos, meski tajam. Apa aku orang gila sampai bisa mendengar batinnya?"
Namun ia memilih diam. Suara itu, bagi Chen Yun, bagaikan rahasia yang harus dijaga.
-----
Sampai di kediamannya, Lian menghempaskan tubuh ke kasur empuk.
“Aduh, ya Tuhan. Aku harus tahan hidup dengan suami toxic begitu lama?!” ia mengeluh sambil menutup wajah dengan bantal.
Tapi kemudian ia teringat sesuatu, “Aku punya musik. Aku bisa mengobati. Dan entah bagaimana aku bisa lihat masa depan… Oke, Lian, ini kesempatanmu! Kalau hidupku jadi novel, maka aku yang pegang pena cerita ini!”
Ia tersenyum lebar, tak sadar bahwa dari kejauhan, Panglima Chen Yun, masih memikirkan suara hati yang ia dengar tadi.
Dan dalam diam, satu orang sudah mulai melihat Lian bukan sebagai selir malang… melainkan sebagai sesuatu yang lebih berbahaya sekaligus memikat.
---
Matahari pagi merambat lembut ke sela jendela istana. Burung-burung kecil berkicau, sementara pelayan mondar-mandir menyiapkan air hangat untuk mandi.
Lian masih malas-malasan di ranjang, memeluk bantal besar.
“Huff… kemarin ketemu suami gila itu bikin aku capek jiwa raga. Wajahnya memang paket lengkap, tampan, berwibawa, karismatik. Tapi sayangnya mental toxic, hati minus nurani, dan otak penuh ambisi. Aduh, kenapa nggak bisa ditukar aja sama pedagang bakso di depan rumah kosku? Lebih enak hidup sama abang bakso yang tiap ketemu bilang ‘bonus kerupuk, Neng’.”
Di luar, beberapa pelayan yang menunggu hanya melihat sang selir menghela napas panjang. Mereka tidak mendengar apa pun. Tapi di tempat lain, ada satu sosok yang tiba-tiba mengernyit, Yuyan
Ia sedang berada di kamar Lian untuk membantu Lian, ketika suara batin itu bergema jelas di telinganya.
Pedagang bakso? Kerupuk? Apa maksud Selir An? Yuyan terhenti, menahan tawa yang hampir pecah. Sejak kemarin, ia terus memikirkan fenomena aneh ini. Hanya dirinya yang mendengar suara jujur dari perempuan itu. Suara yang menusuk sekaligus… lucu.
Tanpa Yuyan tau bukan hanya dirinya yang bisa mendengar suara hati Lian, dia panglima Chen Yun juga dapat mendengar suara itu.
----
Siang itu, istana mengadakan jamuan kecil untuk menyambut utusan dari negeri tetangga. Para selir diundang untuk memperlihatkan bakat masing-masing.
Lian, yang baru saja “menetap” di tubuh Selir An, tentu saja kebingungan.
“Selir An, Yang Mulia menginginkan Anda tampil bermain musik,” bisik seorang pelayan sambil berlutut.
“M…musik?” Lian hampir terloncat.
“Ya ampun, ini lagi-lagi jebakan! Kalau aku salah petik satu senar aja, bisa-bisa kepalaku dipenggal. Padahal aku baru belajar kemarin sore!” ujar Lian kesal
Chen Yun, yang berdiri di sisi ruangan mengawal acara, mendengar batin itu. Ia menunduk cepat, berpura-pura menata sabuk pedangnya. "Baru belajar kemarin sore? Mustahil! Tapi… sejujurnya aku penasaran."
Lian melangkah ke depan. Di hadapannya, sebuah guqin besar sudah disiapkan. Semua mata tertuju padanya, termasuk Raja Xuan.
Ia menelan ludah. Jari-jarinya menyentuh senar. Anehnya, rasa gugup itu lenyap seketika. Melodi mengalun indah, bening, seakan langit sendiri ikut mendengarkan.
Alunan itu lembut namun tegas, penuh perasaan tapi juga bertenaga. Utusan asing tertegun, para selir saling pandang iri, dan bahkan Raja Xuan pun sempat mengangkat alis.
Chen Yun? Ia membeku di tempat, hatinya seperti disentuh alunan itu. Tapi justru saat itu, suara batin Lian muncul lagi.
“Ya ampun… ini tanganku yang main atau roh nenek moyangku? Kok bisa lancar banget? Hahaha! Kalau aku tahu begini, dulu aku buka les musik, bukan jadi budak kerjaan kantor!” batin Lian
Chen Yun dan Yuyan buru-buru menutup mulut dengan kepalan tangan, berpura-pura batuk. Untung semua orang fokus pada musik, jadi tak ada yang memperhatikan wajahnya yang merah menahan tawa.
Ketika musik selesai, ruangan hening sejenak, lalu disambut tepuk tangan meriah.
“Bagus,” ujar Raja Xuan singkat, tapi matanya jelas berbinar.
Sementara Lian hanya menunduk sopan, batinnya mendengus.“Bagus katanya? Halah, wajahmu aja kaku begitu, kayak habis makan pare mentah. Untung aku jago mendadak, kalau enggak, tamat sudah nyawaku.”
Dan sekali lagi, Chen Yun dan Yuyan mendengarnya jelas. Kali ini ia harus menggigit bibir bawah agar tidak ketahuan tersenyum lebar.
----
Sore harinya, seorang pelayan panik berlari ke kediaman Lian.
“Selir An! Selir An! Salah satu pengawal anda jatuh pingsan di halaman! Tidak ada tabib yang mau dipanggil!” seru seorang dayang panik
Lian terperanjat. “Pengawal pingsan? Duh, aku bisa apa coba? Eh, tapi tunggu… kemarin aku lihat kilasan masa depan Tabib tua. Waktu itu aku kayak tahu titik nadinya lemah. Apa ini berarti aku bisa… mengobati?”
Ia segera berlari keluar. Seorang pengawal besar tergeletak, wajahnya pucat. Nafasnya berat. Orang-orang panik mengerumuni.
Lian menyingkirkan mereka dengan gerakan tegas. “Minggir, biar aku coba!”
Semua melongo. Sejak kapan Selir An berani seperti ini?
Ia meraba nadi pengawal itu. Anehnya, kepalanya langsung dipenuhi gambaran ramuan herbal, daun ginseng, akar licorice, dan bunga kering tertentu. Seolah ada buku kedokteran kuno tertanam dalam otaknya.
“Wah, otakku kayak Google herbal. Oke, mari kita praktek!” ujar Lian senang
Chen Yun, yang kebetulan ikut datang mengawal, mendengar suara itu dan hampir terbatuk. "Google herbal? Apa lagi itu?"
Dengan sigap, Lian memerintahkan pelayan mengambil bahan-bahan di dapur istana. Ia menumbuk, merebus, lalu memberikan ramuan pahit itu pada pengawal.
Tak lama, wajah pengawal itu memerah, napasnya teratur kembali. Semua orang bersorak lega.
“Selir An… luar biasa!” seru salah seorang pelayan.
Raja Xuan yang diam-diam mendengar kabar itu mengernyit, tapi matanya jelas mengandung rasa ingin tahu.
Sementara Lian hanya mengibas tangannya, duduk kelelahan.“Ya Tuhan… kalau aku jadi dukun dadakan gini tiap hari, bisa kurus mendadak. Tapi lumayanlah, setidaknya aku nggak cuma selir manis-manisan. Aku dokter cantik sekaligus musisi berbakat, paket lengkap!”
Chen Yun menunduk dalam, menutupi senyum yang lagi-lagi tak bisa ia tahan. Suara hatinya benar-benar tak terduga kadang penuh tekad, kadang konyol, tapi selalu jujur.
Sedangkan Yuyan terkikik pelan di belakang Lian
Bersambung
.
seorang kaisar yang sangat berwibawa yang akan menjadi jodoh nya Lian