NovelToon NovelToon
TRANSMIGRASI KE ERA KOLONIAL

TRANSMIGRASI KE ERA KOLONIAL

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Dokter Genius / Romansa / Fantasi Wanita / Transmigrasi / Era Kolonial
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: Archiemorarty

Aruna Prameswari tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah dalam sekejap. Seorang dokter muda abad ke-21 yang penuh idealisme, ia mendadak terhempas ke abad ke-19, masa kelam kolonial Belanda di tanah Jawa. Saat rakyat tercekik oleh sistem tanam paksa, kelaparan, dan penyakit menular, kehadiran Aruna dengan pengetahuan medis modern membuatnya dipandang sebagai penyelamat sekaligus ancaman.

Di mata rakyat kecil, ia adalah cahaya harapan; seorang penyembuh ajaib yang mampu melawan derita. Namun bagi pihak kolonial, Aruna hanyalah alat berharga yang harus dikendalikan.

Pertemuannya dengan Gubernur Jenderal Van der Capellen membuka lembaran baru dalam hidupnya. Sosok pria itu bukan hanya sekedar penguasa, tetapi juga lawan, sekutu, sekaligus seseorang yang perlahan menguji hati Aruna. Dalam dunia asing yang menyesakkan, Aruna harus mencari arti keberadaannya: apakah ia hanya tamu yang tersesat di masa lalu, atau justru takdir membawanya ke sini untuk mengubah sejarah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 32. MARAH

Angin sore yang lembut menyapu halaman besar kediaman gubernur, membawa aroma laut yang samar dari kejauhan. Di sepanjang jalan setapak menuju rumah, burung-burung camar terdengar berteriak, seolah menjadi saksi bisu atas kepulangan Van der dan Aruna setelah hari yang melelahkan. Namun ada sesuatu yang berbeda kali ini.

Raut wajah Van der tidak setenang biasanya. Garis-garis tegas di wajahnya yang biasanya memancarkan wibawa bercampur kelembutan, kini tampak mengeras, seolah menahan emosi yang tidak terucap. Sorot matanya yang teduh berubah menjadi tajam, meski tidak benar-benar murka, namun cukup untuk membuat hati Aruna berdesir cemas.

Aruna melangkah dengan hati-hati di sampingnya. Jemarinya saling meremas di balik kain kebaya sederhana yang ia kenakan. Ia tahu, Van der bukan tipe lelaki yang mudah terbawa emosi. Selama ini, meski banyak masalah menimpa dirinya, Van der selalu menjadi tembok yang kokoh, memberi perlindungan tanpa mengeluh. Tapi sore itu, langkah Van der terasa berat, bahkan suaranya nyaris tak terdengar ketika memberi arahan pada pelayan yang menyambut di teras rumah.

"Aruna, ikut aku," ucap Van der singkat.

Nada suaranya datar, tapi cukup untuk membuat jantung Aruna berdegup kencang. Ia menunduk, mengikuti langkah Van der menuju ruang pribadi pria itu. Setiap derap sepatu Van der di lantai kayu terasa seperti ketukan palu yang menambah kegelisahan di dada Aruna.

Sesampainya di kamar, Van der membuka pintu dan menunggu Aruna masuk lebih dulu. Begitu Aruna melangkah masuk, pintu ditutup rapat, suara kayunya menimbulkan gema kecil di ruangan yang hening.

Aruna berdiri terpaku di tengah kamar, jemari tangannya saling menggenggam erat, seolah mencoba menenangkan dirinya. Van der berjalan perlahan, kemudian duduk di tepi ranjang besar yang terhampar rapi dengan sprei putih bersulam benang emas. Tatapannya terarah pada Aruna, tajam namun dalam.

"Aruna," suaranya akhirnya terdengar, pelan tapi berat. "Kau tahu kenapa aku membawamu kemari?"

Aruna menelan ludah. Suaranya lirih, hampir tak terdengar, saat ia menjawab, "Apakah ... Tuan marah padaku? Karena fitnah yang beredar di luar tentang diriku?"

Van der tidak langsung menjawab. Sebaliknya, ia mengulurkan tangan dan menarik Aruna mendekat. Dalam sekejap, tubuh Aruna terhimpit dalam pelukan hangatnya. Pelukan itu begitu erat, seolah Van der takut melepaskannya dan kehilangan gadis itu untuk selamanya. Ia duduk di pangkuan Van der untuk pertama kalinya.

Aruna tersentak, tapi tubuhnya segera luluh. Ia bisa merasakan betapa kerasnya dada Van der berdegup. Bukan amarah, pikir Aruna, melainkan kecemasan yang tertahan.

Van der menunduk, membisikkan kata-kata di telinga Aruna. "Aku marah, Aruna. Tapi bukan karena fitnah itu melainkan karena kau memilih menanggung semua sendirian, tanpa memberitahuku."

Aruna menegang di pelukan itu. Matanya membesar, mencari keberanian untuk menatap wajah lelaki yang memeluknya. Namun yang bisa ia lakukan hanyalah menunduk lebih dalam di dada Van der.

"Aku tidak ingin .... membuat nama Tuan tercemar karena diriku," ucap Aruna pelan, nyaris seperti anak kecil yang mengaku bersalah. "Fitnah itu hanya ditujukan padaku. Aku tidak ingin menyeret Tuan ke dalamnya. Cornelis ... dia terlalu licik, dan aku takut jika semua itu justru merugikan Tuan."

Van der menarik napas panjang, lalu menatap wajah Aruna. Untuk pertama kalinya, Aruna melihat tatapan yang berbeda. Bukan hanya penuh kasih, tapi juga ketegasan yang menusuk hingga ke dasar hatinya.

"Aruna," katanya tegas. "Kau wanitaku. Milikku. Kau milik Van der Capellen, Gubernur Hindia Belanda. Sudah sepatutnya aku tahu apa pun yang menimpa dirimu. Tidak ada satu pun yang boleh kau sembunyikan dariku."

Suara itu bergetar namun mantap, membuat Aruna tercekat. Ia belum pernah mendengar Van der menegur sekeras itu. Lelaki itu selalu lembut, selalu penuh pengertian, tapi kali ini berbeda. Teguran itu seperti tamparan lembut yang membuat Aruna sadar betapa ia telah menutup hatinya dari orang yang paling ingin melindunginya.

Van der melanjutkan, "Aku marah, Aruna, karena kau tidak mengandalkan aku. Karena kau membuatku berpikir mungkin kau tidak percaya padaku."

Air mata mulai menggenang di mata Aruna. Dengan terbata-bata, ia berkata, "Tidak, tidak, Tuan. Bukan begitu. Aku hanya ... aku takut. Aku khawatir semua fitnah itu akan menjatuhkanmu. Aku ... aku tidak tahu harus bagaimana."

Suara Aruna pecah, membuat Van der semakin merasakan luka yang tersembunyi dalam hatinya.

Ia mengangkat dagu Aruna, menatap mata gadis itu dalam-dalam. "Kalau kau benar-benar percaya padaku, maka seharusnya kau tahu kalau aku tidak akan pernah membiarkan siapa pun menyentuhmu, apalagi menjatuhkanmu. Kau tidak sendirian, Aruna. Selama aku ada, kau tidak akan pernah sendirian. Bukankah aku sudah berjanji padamu soal itu?"

Aruna menggigit bibirnya, menahan isak. Ia akhirnya mengangguk, tubuhnya bergetar di hadapan Van der. "Aku minta maaf ... aku minta maaf, Tuan. Aku berjanji tidak akan menyembunyikan apa pun lagi darimu. Apa pun yang terjadi, aku akan memberitahumu. Aku tidak akan menanggungnya sendirian lagi."

Mendengar itu, wajah Van der perlahan melunak. Tegasnya berganti dengan kelembutan yang begitu dalam. Ia menarik Aruna kembali ke dalam pelukannya, menciumi wajah gadis itu dengan penuh kasih, dari kening, pipi, hingga ujung hidung sang gadis.

"Aku hanya takut," bisik Van der, suaranya hampir pecah, "takut sesuatu terjadi padamu saat aku jauh. Itu yang paling kutakuti, Aruna."

Aruna menutup mata, membiarkan air matanya jatuh. Namun kini bukan karena takut, melainkan karena hangatnya cinta yang begitu tulus dari lelaki di hadapannya. Dalam dekapan Van der, ia merasakan sebuah janji yang tak terucap: bahwa ia tidak perlu lagi berjalan sendirian menanggung beban hidup.

Keheningan menyelimuti kamar itu, hanya terdengar detak jam dinding yang berdetak perlahan, menyuarakan waktu yang terus berjalan. Namun bagi Aruna, seakan waktu berhenti ketika Van der merengkuhnya erat, seolah ingin menyalurkan seluruh rasa takut, cemas, dan cinta yang bercampur menjadi satu.

Aruna tidak terbiasa melihat Van der seperti ini, tegas, penuh api dalam tatapannya, namun di saat yang sama menyimpan kegelisahan yang begitu nyata. Lelaki itu biasanya seperti gunung yang tak tergoyahkan, wajahnya sulit ditebak, suaranya tenang. Tapi sore itu, gunung itu retak, menyingkapkan lahar perasaan yang selama ini disembunyikan di balik keteguhan.

Aruna mengangkat wajahnya perlahan, menatap mata Van der yang dalam, kehijauan seperti samudra yang tengah bergejolak.

"Tuan, aku benar-benar menyesal. Aku tidak bermaksud membuat Tuan merasa seperti ini. Aku hanya ingin melindungi nama baikmu. Aku pikir dengan aku diam, dengan aku menanggungnya sendirian, semuanya bisa selesai. Tapi ternyata aku salah, aku membuatmu terluka," ucap Aruna kembali saat ia masih mendapati sirat kecewa di wajah Van der.

Van der mengusap pipi Aruna yang basah oleh air mata, gerakan jemarinya lembut namun mantap. "Kau memang salah, Aruna," ucapnya, kali ini dengan nada lebih lembut tapi penuh makna. "Salah besar jika kau berpikir aku lebih peduli pada namaku sendiri daripada dirimu. Apa gunanya semua kehormatan itu, jika aku kehilanganmu? Apa gunanya segala kekuasaan dan kedudukan, jika wanita yang kusayang harus berdiri sendirian menghadapi fitnah? Melihatmu berdiri sendirian di tengah ruang sidang, beruntung aku tidak menembak semua pejabat yang ada di sana karena sudah berani membuatmu berdiri di tempat itu."

Kata-kata itu menghantam hati Aruna, membuat dadanya sesak. Ia menggenggam tangan Van der yang masih menempel di pipinya, seakan mencari pegangan agar tidak tenggelam dalam lautan emosi yang melanda.

"Aku ... aku takut, Tuan," lirih Aruna. "Aku takut jika aku menyeretmu dalam masalahku, semua orang akan menertawakanmu. Mereka akan berkata seorang gubernur tidak tahu menilai wanita yang dipilihnya. Aku takut mereka akan menyebutku hanya beban."

Mendengar itu, Van der menghela napas panjang. Ia meraih pinggang Aruna, menariknya hingga benar-benar duduk di pangkuannya. Aruna terkesiap, tubuhnya kaku sesaat, namun kehangatan tubuh Van der membuatnya tidak mampu melawan.

Dengan lembut namun tegas, Van der menangkup wajah Aruna dengan kedua tangannya, memaksa gadis itu menatapnya lurus.

"Dengar aku baik-baik, Aruna. Kau bukan beban. Kau tidak pernah menjadi beban, dan tidak akan pernah. Kau adalah wanita yang kupilih dengan hatiku sendiri, bukan karena kewajiban, bukan karena paksaan. Aku memilihmu karena aku percaya padamu, karena aku melihat sesuatu di dirimu yang tidak dimiliki orang lain," kata Van der.

Aruna membeku, hatinya seolah mencair dalam kehangatan kata-kata itu. Air matanya kembali mengalir, kali ini lebih deras, bukan karena sedih, melainkan karena terharu.

"Tapi semua orang di luar sana-"

"Biarkan mereka bicara," potong Van der, suaranya dalam, penuh wibawa. "Biarkan mereka menuduh, memfitnah, menghinamu. Selama aku ada di sini, tak ada satu pun dari mereka yang akan menyentuhmu. Jika mereka mencoba, aku sendiri yang akan berdiri di depanmu."

Aruna menunduk, bahunya bergetar. Ia menutup wajahnya dengan telapak tangan, tapi Van der dengan lembut menurunkannya.

"Aku marah, Aruna," ucap Van der lagi, kali ini lebih pelan, "karena kau tidak memberitahuku. Karena kau tidak memberiku kesempatan untuk melindungimu. Bukan karena fitnah itu aku marah. Aku bisa menghadapi fitnah, bisa menghadapi seribu musuh di luar sana. Tapi yang tak bisa kuterima adalah ketika wanita yang kusayang memilih menyembunyikan luka dariku."

Kata-kata itu menusuk Aruna seperti pisau yang tajam, tapi bukan untuk melukai, melainkan untuk membuka mata. Ia sadar, selama ini ia terlalu sibuk melindungi Van der, hingga melupakan bahwa Van der juga butuh tahu, bahwa lelaki itu pun berhak melindungi dirinya.

Dengan suara bergetar, Aruna berkata, "Aku ... aku sungguh minta maaf. Aku tidak pernah ingin membuatmu merasa tidak dipercaya. Aku hanya terlalu takut. Tapi aku berjanji, aku tidak akan menyembunyikan apa pun lagi darimu. Apa pun yang terjadi, sekecil apa pun itu aku akan memberitahumu."

Van der menatapnya dalam-dalam, memastikan bahwa janji itu lahir dari lubuk hati Aruna. Perlahan, garis keras di wajahnya melunak, berganti dengan senyum tipis yang penuh rasa lega.

"Baik," katanya sambil menarik Aruna lebih dekat. Ia menempelkan keningnya pada kening gadis itu, menghirup aroma lembut rambutnya. "Aku akan memegang janji itu, Aruna. Jangan pernah membuatku merasa sendiri dalam menjaga dirimu. Aku tidak ingin ada jarak di antara kita."

Aruna menutup matanya, membiarkan kehangatan itu membalut dirinya. "Aku berjanji, Tuan," ucapnya.

Pelukan itu kembali erat, lebih dalam, lebih penuh arti. Van der menyalurkan rasa takut yang selama ini ia sembunyikan dalam kecupan lembut di wajah Aruna, di kening, pipi, bahkan kelopak mata yang basah oleh air mata. Setiap kecupan seolah menjadi doa, seolah menjadi mantra yang ingin memastikan bahwa gadis itu benar-benar aman di sisinya. Bahwa gadis ini baik-baik saja dna bahagia bersama Van der.

"Aku takut kehilanganmu, Aruna," bisik Van der dengan suara yang nyaris pecah. "Itu satu-satunya hal yang benar-benar kutakuti di dunia ini sejak aku bertemu denganmu. Kau satu-satunya yang menemaniku di tanah asing ini. Yang paham apa yang aku pikirkan, yang bahkan melihatku bukan sebagau gubernur tapi sebagau diriku sendiri. Aku tidak tahu akan seperti apa jika aku tanpamu, Aruna. "

Aruna menggenggam kerah kemeja Van der, membenamkan wajahnya di dada bidang lelaki itu. Ia bisa mendengar detak jantung Van der berpacu cepat. Membuat Aruna yakin kalau Van der tulus pada Aruna.

1
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
cie cie yang mau MP jadi senyum" sendiri 🤣🤭😄
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
menjadi melow deh dan jadi baper sama perkataan nya Van Der 😍😭❤❤
Archiemorarty: waktunya romance dulu kita...abis itu panik...abis itu melow...abis itu...ehh..apa lagi ya /Slight/
total 1 replies
Jelita S
gantung z si Concon itu
Archiemorarty: Astaga 🤣
total 1 replies
Jelita S
adakah ramuan pencabut nyawa yg Aruna buat biar tak kasihkan sama si Concon gila itu😂
Archiemorarty: Tinggal cekokin gerusan aer gerusan biji apel aja, sianida alami itu /Slight/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
Van Der lucu banget
Archiemorarty: Hahaha /Facepalm/
total 3 replies
gaby
Tukang Fitnah niat mempermalukan tabib, harus di hukum yg mempermalukan jg. Dalam perang sekalipun, Dokter atau tenaga medis tdk boleh di serang.
Archiemorarty: Benar itu, aturan dari zaman dulu banget itu kalau tenaga medis nggak boleh diserang. emang dasar si buntelan itu aja yang dengki /Smug/
total 1 replies
Wulan Sari
semoga membela si Neng yah 🙂
Archiemorarty: Pastinya /Proud/
total 1 replies
gaby
Jeng jeng jeng, Kang Van der siap melawan badai demi membela Neng Aruna/Kiss//Kiss/
Archiemorarty: Sudah siap sedia /Chuckle/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
Akhirnya sang pujaan hati datang plisss selamat Aruna 😭😭😭😭
gaby
Aduuh Kang Van der kmanain?? Neng geulisnya di fitnah abis2an ko diem aja, kalo di tinggal kabur Aruna tau rasa kamu jomblo lg. Maria & suaminya mana neh, mreka kan berhutang nyawa sm Aruna, mana gratis lg alias ga dipungut bayaran. Sbg org belanda yg berpendidikan harus tau bakas budi. Jadilah saksi hidup kebaikan Aruna. Kalo ga ada Aruna km dah jadi Duda & kamu Maria pasti skrg dah jadi kunti kolonial/Grin//Grin/
Archiemorarty: Hahaha...sabar sabar /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
plisss up yang banyak
Archiemorarty: Hahaha...jari othor keriting nanti /Facepalm/
total 1 replies
Jelita S
dasar si bandot tua,,,tak kempesin perutnya baru tau rasa kamu kompeni Belanda
Archiemorarty: Hahaha...kempesin aja, rusuh dia soalnya /Facepalm/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
aduh bagaimana Aruna menangani fitnah tersebut
Archiemorarty: Hihihi...ditunggu besok ya /Chuckle/
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
seru bangettt, ternyata Van deer romantis juga yaa kan jadi baperrr 😍😍😭😭😭
Archiemorarty: Bapak Gubernur kita diem diem bucin atuh /Chuckle/
total 1 replies
gaby
" Jangan panggil aq lagi dgn sebutan Tuan, tp panggilah dgn sebutan Akang". Asseeek/Facepalm//Facepalm/
Archiemorarty: Asyekkk
total 1 replies
gaby
Akhirnya rasà penasaranku terbayarkan. Smoga Maria & suaminya menyebarluaskan kehebatan & kebaikan Aruna, agar Aruna makin di hormati. Kalo Aruna dah pny alat medis, dia bisa jd dokter terkaya di Batavia, ga ada saingannya kalo urusan bedah. Kalo dah kaya Aruna bisa membeli para budak utk dia latih atau pekerjakan dgn upah layak. Ga sia2 Van der membujang sampe puluhan tahun, ternyata nunggu jodohnya lahir/Grin//Grin/
Archiemorarty: Hahaha...membujang demi doi dateng ya/Proud/
total 1 replies
gaby
Babnya lompat atau gmn thor?? Kayanya kmrn babnya tentang Aruna yg menolong wanita belanda yg namanya Maria, apa kabarnya Maria?? Bagaimana reaksi publik ketika melihat Aruna menyelamatkan pasien sesak napas di tengah2 keramaian pasar. Dan bagaimana respon warga kolonial ketika mendengar kesaksian dr suami Maria yg jd saksi kehebatan Aruna. Ko seolah2 bab kmrn terpotong
Archiemorarty: owalah iya, salah update aku...astaga. maapkan othor... update lagi ngantuk ini. ku ubah ya
total 1 replies
gaby
Keren Van der, bisa ga nafsu berada di dekat Aruna yg cantik bening. Jd curiga jgn2 Van der biksu/Grin//Grin/
Archiemorarty: Astaga biksu gx tuh 🤣
total 1 replies
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
aduh deg degan banget baca nya
RJ §𝆺𝅥⃝©💜🐑
Akhirnya Aruna sembuh juga 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!