Sean Montgomery Anak tunggal dan pewaris satu-satunya dari pasangan Florence Montgomery dan mendiang James Montgomery yang terpaksa menikahi Ariana atas perintah ayahnya. Tiga tahun membina rumah tangga tidak juga menumbuhkan benih-benih cinta di hati Sean ditambah Florence yang semakin menunjukkan ketidak sukaannya pada Ariana setelah kematian suaminya. Kehadiran sosok Clarissa dalam keluarga Montgomery semakin menguatkan tekat Florence untuk menyingkirkan Ariana yang dianggap tidak setara dan tidak layak menjadi anggota keluarga Montgomery. Bagaimana Ariana akan menemukan dirinya kembali setelah Sean sudah bulat menceraikannya? Di tengah badai itu Ariana menemukan dirinya sedang mengandung, namun bayi dalam kandungannya juga tidak membuat Sean menahannya untuk tidak pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dimana Ariana
Langkah sepatu kulit Sean terdengar berat ketika ia memasuki rumah Ariana. Dua anak buahnya membuka pintu lebar-lebar, memberi jalan, sementara Jerry mengikuti dari belakang dengan wajah tegang.
Namun rumah itu sunyi.
Lampu ruang tamu menyala, sofa masih rapi, aroma sabun cucian tercium samar dari arah dapur. Sean berjalan perlahan, matanya menyapu setiap detail. Rak buku kecil masih terisi, meja kayu masih dipenuhi peralatan bayi. Ada botol susu, kain lembut dan mainan plastik berwarna pastel. Semua ada di sana, lengkap dan masih utuh.
Sean berjalan ke kamar Ariana, ini terlalu rapih. Ia membuka lemari, baju-baju lipat Ariana masih tersusun. Jari-jari Sean menyentuh sebuah gaun biru muda yang tergantung di balik pintu. Ia menatapnya lama, lalu menghela napas keras kembali ke ruang tamu.
Sean menyingkap tirai jendela, menatap keluar sebentar lalu kembali berbalik. “Tidak ada tanda perlawanan,” gumamnya dingin. “Tidak ada barang yang hilang. Dia pergi… dengan sadar.”
Jerry menelan ludah. “Atau dipaksa, Bos.”
Tatapan Sean seketika menukik tajam. “Tutup mulutmu atau aku akan membakarnya! Kemungkinan besar Ariana masih ada di sekitar sini. Kemana terakhir ia pergi?”
“Ke pasar Bos.” jawab Jerry hati-hati.
Sean tidak menjawab. Ia berbalik, melangkah keluar rumah, sorot matanya tajam menusuk gelap malam. “Kita cari ke pasar sekarang.”
Sean memekik begitu ada gerobak menghalangi jalannya. Ia sedang tidak dalam keadaan baik untuk berbicara santai. Jerry buru-buru membantu mendorong gerobak itu supaya menghilang dari pandangan bosnya. Sean tidak pernah menjejakkan kaki di tempat seperti ini, tapi hari ini ia turun langsung, dengan rombongan pria berbaju hitam yang membuat orang-orang memandang dengan heran dan takut.
Para pedagang berhenti berbicara ketika Sean lewat. Beberapa pelanggan menyingkir bahkan menunduk.
“Dicari perempuan hamil, berwajah Asia, kira-kira kandungannya berusia delapan bulan.”
Anak buahnya segera menyebar, menanyakan pertanyaan yang sama pada para pedagang. Jerry tetap di sisi Sean, menatap sekeliling waspada.
Tak lama, seorang penjual sayur tua mendekat, wajahnya masih menyimpan kegelisahan. “Tuan… tadi siang, saya menolong seorang ibu hamil...”
“Ceritakan.” Suara Sean menekan, membuat si penjual gemetar.
“Wanita itu hampir tertabrak mobil. Untung saya segera menariknya. Tapi dia sempat terjatuh, lalu kami membawanya ke klinik dekat sini. Ia bersama gadis kecil yang menangis terus.”
Sean menoleh sekilas ke Jerry. Kode tanpa kata Jerry segera merogoh tasnya, mengeluarkan segepok uang tunai tebal, dan meletakkannya di genggaman si penjual sayur.
Mata pria tua itu terbelalak. Mulutnya terbuka, namun kata-kata tercekat di tenggorokan.
“Tunjukkan dimana kliniknya!” Perintah Jerry.
Penjual sayur itu dengan tergesa-gesa meninggalkan jualannya di pinggir jalan. Uang di genggamannya lebih dari cukup untuk membuka toko kelontong. Ia menuntun jalan menuju klinik tempatnya mengantar wanita hamil tadi.
Jerry menganggukkan kepala mempersilakan penjual sayur pergi saat mereka tinggal lima meter lagi dari klinik. Begitu Sean dan anak buahnya sampai di klinik kecil di tepi jalan suasana mendadak mencekam. Para pasien di ruang tunggu otomatis menyingkir dan para perawat menunduk gemetar.
Dokter wanita paruh baya yang menangani Ariana keluar dari ruang periksa, wajahnya kaku ketika melihat siapa yang datang.
Sean melangkah maju, suaranya tegas dan menekan. “Di mana Ariana?”
Dokter itu menelan ludah, mengingat kembali nama-nama pasien yang baru saja ia periksa. “Oh ya saya ingat. Nyonya Ariana sudah pulang sekitar tiga jam yang lalu, Tuan. Dia sehat dan bayinya juga sehat. Tidak ada masalah.”
Tatapan Sean menusuk, seperti pisau yang memberikan ancaman. “Pulang ke mana?”
“S-saya tidak tahu Tuan.” Suara dokter bergetar.
Ruangan hening sejenak. Lalu, dengan gerakan tiba-tiba, Sean meraih meja kerja, membalikkan isinya hingga dokumen, stetoskop, dan obat-obatan berhamburan ke lantai. Para perawat menjerit tertahan.
“Tidak tahu?” suaranya meledak. “Kau dokter yang menanganinya dan kau berani bilang tidak tahu?”
Dokter itu pucat pasi, hampir menangis. Dengan kaki yang kaku melangkah mendekati meja pendaftaran. Tak lama ia kembali dengan sehelai kertas berisi alamat Ariana. Ia tahu ini salah, tapi dokter mana yang akan mengorbankan kliniknya untuk sebuah alamat!?
Sean merampas kertas itu dari tangan dokter. Belum sempat dokter itu menghela napas lega Sean merobek kertas itu menjadi serpihan kecil lalu menendang kursi yang disediakan untuk pasien.
Sial, alamat ini sama dengan rumah Ariana. Sebenarnya kemana dia pergi?
Jerry segera maju, berusaha meredakan suasana. Ia mengeluarkan buku cek, menandatangani kosong tanpa angka, lalu meletakkannya di meja yang porak-poranda. “Kami ganti semua kerugian. Tutup mulut dan jangan pernah sebut nama Ariana lagi pada siapa pun.”
Dokter itu mengangguk cepat, tubuhnya gemetar. Sean hanya menatapnya sekali lagi, lalu berbalik, meninggalkan klinik dengan langkah panjang.
Di luar, udara malam terasa panas meski angin berhembus. Sean berdiri di samping mobil hitam panjangnya, rokok tipis di tangannya menyala merah.
Jerry tertegun, selama mengabdi pada Sean Montgomery ini pertama kalinya Sean menyentuh barang itu... lagi.
“Sebarkan semua orang-orangmu. Cari dia di semua terminal, stasiun, bandara, termasuk rumah sakit. Tidak ada satu sudut pun yang boleh luput. Aku tidak peduli bagaimana pun caranya.”
“Siap, Tuan!” Jerry mengangguk lalu melangkah pergi melakukan apa yang sudah diperintahkan oleh bosnya.
Sean mengembuskan asap rokok, matanya menatap kosong ke jalan gelap. Ia menyentuh earphone di telinganya, “Datang ke markas sekarang!”
Sementara itu, di apartemen mewah Clarissa panggilan masuk dari nomor tidak tersimpan. Ia buru-buru menekan tombol accept.
“Bagaimana?” Tanyanya tanpa perlu bertanya siapa yang berbicara di ujung sana.
“Gagal,” suara berat di seberang melapor. “Target masih hidup.”
Clarissa hampir melempar gelas anggurnya ke dinding. “Bodoh! Kau tak becus!”
Namun sebelum ia bisa memaki lebih jauh, suara itu menambahkan, “Tapi ada kabar lain. Aku tidak tau ini baik untukmu atau tidak. Perempuan itu… menghilang tidak meninggalkan jejak.”
Clarissa terdiam. Lalu perlahan, senyum merayap ke wajahnya. Ia duduk kembali di sofa, meneguk anggurnya dengan puas.
“Jadi begitu,” gumamnya. “Ariana hilang tanpa aku harus mengotori tangan. Ini terdengar baik meski tidak sempurna.”
Ia tertawa kecil, suara licik yang menggema di ruang apartemen. Matanya berkilat penuh ambisi. Malam itu, Clarissa merasa satu langkah lebih dekat dengan apa yang ia inginkan, menjadi Nyonya Montgomery.
Sean berdiri tegak di lapangan markas rahasianya, keringat membasahi seluruh tubuhnya membuat kemejanya menjadi tembus pandang memamerkan pahatan otot yang diciptakan Tuhan begitu sempurna.
Sean mengatur napas panjang setelah menghabiskan satu jam waktunya bertarung dengan Jerry. Pengawalnya itu sudah terbaring lemah di atas lantai, napasnya terdengar pendek dan patah-patah.
Sean menatap langit kelam lalu ia berbisik dingin, nyaris tak terdengar.
“Ariana… kau tidak bisa hilang dariku. Aku akan menemukannya dengan cara apa pun.”
ayo gegas,cak cek sat set..Kejar apa yg pengen km dapatkan.
Jadilah pinter biar Ariana Luluh.
Ada Ethan yg akan menjadi penghubung,rendahkan egomu.
nikmati penyesalanmu 😁
biarkan sean merasakan sakit seperti apa yg kau rasakan dulu.😏