Selama tiga tahun menikah, Elena mencintai suaminya sepenuh hati, bahkan ketika dunia menuduhnya mandul.
Namun cinta tak cukup bagi seorang pria yang haus akan "keturunan".
Tanpa sepengetahuannya, suaminya diam-diam tidur dengan wanita lain dan berkata akan menikahinya tanpa mau menceraikan Elena.
Tapi takdir membawanya bertemu dengan Hans Morelli, seorang duda, CEO dengan satu anak laki-laki. Pertemuan yang seharusnya singkat, berubah menjadi titik balik hidup Elena. ketika bocah kecil itu memanggil Elena dengan sebutan;
"Mama."
Mampukah Elena lari dari suaminya dan menemukan takdir baru sebagai seorang ibu yang tidak bisa ia dapatkan saat bersama suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7. BUKAN LAGI ELENA WATTSON
Sudah seminggu Elena tinggal kembali di rumah orang tuanya. Setiap hari, teleponnya berdering tanpa henti. Walau nomor yang menelepon tidak ada nama, namum Elena tahu jelas siapa yang menelpon;
Raven Wattson.
Wanita itu hanya menatap dingin layar ponselnya, sebelum menekan tombol block.
Tapi beberapa menit kemudian, nomor baru kembali muncul. Suara getaran ponsel itu membuat Elena geram setengah mati.
"Pria itu tidak tahu malu," gumam Elena, meletakkan ponsel di meja makan.
Ibu Elena menatapnya lembut. "Masih dia yang menelepon, Sweety?"
Elena hanya mengangguk pelan sambil menghela napas. "Entah apa lagi yang dia mau, Mom. Aku sudah jelas bilang aku ingin bercerai."
Ayah Elena yang sedang membaca koran di ujung meja menatap dengan mata tajam. "Kalau dia berani datang ke sini lagi, biar ayahmu ini yang urus," kata sang ayah.
Elena tersenyum kecil. "Tidak perlu, Dad. Aku tidak mau Daddy menodai tangan karena pria seperti dia."
Namun, saat siang menjelang, ponselnya kembali berbunyi. Kali ini bukan panggilan. Sebuah pesan masuk. Satu pesan singkat yang membuat napas Elena tercekat.
'Kalau kau tidak datang hari ini, aku akan menarik semua investor milikku dari perusahaan ayahmu. Pilih, Elena. Kau datang ke kantor atau kau menonton keluarga Alvarez hancur.'
Tangan Elena bergetar hebat. Ia menatap layar itu lama.
"Dia benar-benar gila," desis Elena, matanya mulai berair.
Elena menatap kedua orang tuanya yang tengah mengobrol di ruang tamu. Tidak mungkin ia memberitahu mereka. Tidak mungkin ia membiarkan perusahaan keluarganya jatuh karena pria keji itu. Ia menggigit bibir, lalu mengetik cepat.
'Baik. Aku datang ke kantormu siang ini.'
Elena langsung bergegas menyiapkan diri untuk menemui pria paling brengsek dalam hidupnya. Tentu ia harus membawa dan mengakhiri semua kegilaan ini selamanya.
Sepanjang jalan menuju ke kantor Raven, Elena sesaat terlintas kenangan dengan pria itu saat kecil, remaja, hingga menjadi suami Elena. Tidak pernah ia menyangka bahwa pria yang ia bagikan mimpi Elena sejak dulu, justru menjadi penghancur utama kebahagiaan mereka.
Kantor megah Wattson Group masih berdiri menjulang dengan kaca-kaca besar yang memantulkan langit siang.
Sudah lama Elena tidak menjejakkan kaki di tempat itu. Terakhir kali ia datang, ia masih mengenakan cincin pernikahan dengan penuh cinta dan harapan.
Kini, ia datang hanya membawa satu map berisi surat cerai.
Sekretaris Raven menyambut dengan senyum gugup.
"Mrs. Wattson-"
"Dimana Raven?" potong Elena cepat, nadanya dingin.
"Suami Anda sedang di dalam bersama seseorang," kata sekretaris itu, sedikit ragu.
Elena hanya mendengus. "Seseorang? Terserah. Aku datang untuk urusan penting."
Langkah kaki Elena berderap menuju ruangan besar di ujung koridor.
Begitu pintu dibuka, aroma parfum wanita menyambutnya.
Dan suara tawa manja itu langsung membuat darah Elena mendidih.
Di sana, di balik meja kerja mewah, duduk seorang wanita muda berambut cokelat pirang, memakai dress ketat warna pastel.
Sementara Raven berdiri di dekat wanita itu menatap Elena dengan ekspresi campuran antara kaget dan lega.
"Elena?!" seru Raven, segera berjalan cepat ke arahnya.
Tanpa pikir panjang, pria itu langsung menarik Elena ke dalam pelukannya.
"Aku mencarimu ke mana-mana! Kenapa kau pergi dari rumah? Kenapa kau memblokir semua nomorku?" suara Raven terdengar seperti seorang suami yang kehilangan istrinya.
Elena tidak membalas. Ia hanya menatap dingin ke arah wanita muda di belakang Raven; Jessy.
Selingkuhan Raven.
Elena mendorong dada Raven kasar. "Jangan sentuh aku dengan tangan yang sudah kotor menyentuh wanita lain," tukasnya.
Raven terdiam sesaat. "Elena ... aku bisa jelaskan-"
"Tidak perlu," potong Elena cepat. Ia mengeluarkan map dari tasnya dan menaruhnya di meja. "Ini yang perlu kau lihat," lanjutnya.
Raven mengambil map itu, membuka cepat, dan wajahnya seketika berubah tegang.
"Surat cerai?" desis Raven.
"Ya," jawab Elena dingin. "Tanda tangani."
Raven menatap Elena tak percaya. "Kau bercanda, kan?"
Elena mendengus pelan. "Apanya yang lucu?"
Raven melempar map itu ke meja. "Aku tidak akan menandatangani ini! Kau istriku, Elena! Dan selamanya akan tetap jadi istriku!"
Kata-kata itu membuat Elena tertawa getir. "Istri? Kau bahkan tidak tahu arti kata itu, Raven."
Wajah Raven memerah. "Aku tahu aku salah, tapi aku-"
"Tapi kau apa? Mengkhianati aku selama setahun dan bilang ingin menikahi perempuan itu?" Elena menunjuk Jessy yang sedari tadi berdiri gugup.
Jessy menunduk, berpura-pura polos.
"Aku ... aku tidak bermaksud merebut siapa pun, Mrs. Wattson. Aku hanya ... aku hanya hamil dan Raven ingin bertanggung jawab," kata Jessy dengan air mata berlinang.
Elena terdiam sesaat, lalu tertawa kecil, tawa dingin penuh sarkasme. Jijik dengan gelagat Jessy.
"Jadi kau wanita yang tega menghancurkan rumah tangga orang dan masih bisa bicara tentang 'tanggung jawab'? Hebat," tukas Elena.
"Elena, cukup!" seru Raven marah. "Jessy tidak bersalah! Kau tidak perlu melibatkannya!"
Elena memutar bola matanya malas. "Kau benar, aku tidak perlu melibatkannya. Tapi aku punya hak untuk bicara pada wanita jalang yang berani mengambil suamiku "
"Jaga bicaramu! Dia mengandung anakku! Kau tahu betul aku hanya ingin keturunan, Elena!" Raven menggedikkan rahang, nadanya meninggi. "Kau tidak bisa memberiku itu," lanjutnya.
Suasana ruangan seketika membeku.
Elena menatap Raven lama, pandangannya tajam dan penuh luka.
"Jadi itu alasanmu berselingkuh? Karena aku tidak bisa hamil? Lucu sekali alasannya," sarkas Elena.
"Ya," Raven menjawab tanpa ragu, suaranya penuh kebencian yang dibungkus kesombongan. "Aku butuh penerus, Elena. Bukan istri mandul."
Kata 'mandul' itu menusuk jantung Elena seperti pisau. Tapi tidak sesakit itu.
Jessy menutup mulut pura-pura terkejut, lalu berkata pelan, "Jangan keras-keras, Baby. Dia pasti sedih. Tidak perlu mengatainya mandul walau itu faktanya."
Elena menoleh pelan ke arah Jessy. Kemudian berjalan ke arah wanita itu. Langkahnya tenang, nyaris tanpa suara. Ia berjalan mendekati Jessy dengan tatapan dingin.
Ketika jarak mereka hanya sejengkal, Elena mengangkat tangan, menyibakkan rambut Jessy ke belakang telinga.
Lalu-
Plak!
Tamparan keras mendarat di pipi Jessy.
Jessy menjerit pelan, memegangi pipinya dengan mata terbelalak.
"Kalau kau berani lagi menyebut aku 'mandul'," bisik Elena tajam di telinga Jessy, "aku pastikan kau menyesal telah dilahirkan."
Raven langsung menarik Jessy ke pelukannya, melindungi selingkuhannya dengan ekspresi marah.
Cukup, Elena! Kau sudah keterlaluan!" seru Raven.
Elena tertawa hambar. "Keterlaluan? Kau yang menghancurkan rumah tangga ini. Kau yang meniduri wanita lain. Kau yang menelantarkan istrimu. Dan sekarang kau bilang aku keterlaluan?"
Raven menatap tajam. "Aku tidak akan biarkan kau menceraikanku. Kau milikku!"
Elena mengangkat dagunya, menatap langsung ke matanya. "Aku bukan milik siapa pun, Raven. Apalagi pria yang bahkan tak bisa setia pada janji pernikahannya."
"Jessy mengandung anakku!" Raven membalas dengan nada tinggi.
"Congratulation," kata Elena datar. "Mungkin kau bisa mendidiknya jadi tidak tahu diri seperti ayahnya."
Wajah Raven merah padam. "Keluar dari sini, Elena! Sebelum aku-"
"Sebelum kau apa?" potong Elena cepat. "Menamparku seperti kau menampar harga dirimu sendiri? Jangan lupa, aku datang bukan untuk memohon. Aku datang untuk mengakhiri."
Suasana tegang itu semakin mencekam.
Jessy hanya bisa bersembunyi di balik punggung Raven, sementara Raven berusaha menahan diri agar tidak meledak.
Elena menarik napas dalam-dalam, lalu melangkah ke arah pintu.
Namun saat baru beberapa langkah, suara Raven menggema di ruangan itu.
"Elena Wattson?!" seru Raven memanggil Elena.
Langkah Elena berhenti. Perlahan ia menoleh ke belakang, matanya dingin, senyum tipis di bibirnya.
"Nama itu sudah mati, Raven," ucap Elena lirih namun tajam. "Mulai hari ini, aku bukan lagi Elena Wattson. Aku Elena Alvarez."
Ia menatap lurus ke arah Raven. "Dan jika kau tidak menandatangani surat cerai itu, aku pastikan semua orang di dunia bisnis tahu siapa sebenarnya Raven Wattson, pria yang berselingkuh dengan sekretarisnya dan menjadikan kebohongan sebagai pondasi keluarganya."
Wajah Raven memucat.
"Elena, kau tidak berani-"
"Coba saja," balas Elena dingin. "Kau tahu aku tidak bicara dua kali. Dan kau tahu ... aku bersyukur tidak punya anak darimu. Kalau aku punya aku akan menyesalinya seumur hidupku karena aku memiliki anak dari pria brengsek tidak tahu diri sepertimu," lanjut Elena.
"Apa ... kenapa kau ...." Raven tidak percaya mendengar kalimat terkahir Elena. Bagaimana pun ia tidak bohong soal mencintai Elena saat di altar. Dan mendengar Elena mengatakan kalau wanita itu bersyukur tidak punya anak dengan Raven, dada pria itu terasa remuk.
Dengan langkah anggun namun penuh amarah, Elena membuka pintu.
Sebelum keluar, ia sempat menatap sekilas ke arah Jessy.
"Bitch," umpat Elena
Pintu tertutup keras di belakang Elena.
Ruang kerja Raven yang mewah itu kini sunyi, hanya tersisa suara terisak kecil Jessy dan napas berat Raven yang terbakar amarah.
Sementara itu, di luar, Elena berdiri tegak di depan lift, memejamkan mata.
Tangannya gemetar hebat, tapi wajahnya tetap tegar.
Air mata menggenang di pelupuk, tapi ia menahannya.
"Aku sudah selesai jadi wanita yang bodoh karena cinta," bisiknya lirih. "Aku akan kembali jadi Elena Alvarez yang dulu."
Lift terbuka, dan langkah kaki Elena masuk perlahan.
Saat pintu lift menutup, bayangan wanita kuat itu terpantul di cermin logam dingin, bukan lagi istri yang ditinggalkan,
tapi Elena Alvarez, wanita yang siap merebut kembali dirinya yang pernah hilang.
masih penasaran sm mlm pertama mereka berdua, othor nih bikin penasaran aja deh 😁
kalau Elena gak mandul, semoga yg mandul Raven dan ternyata Jessy hamil dgn pria lain, pasti aku akan bersorak kegirangan 🤣
selamat atas pernikahan Hans dgn Elena dan selamat untuk Theo akhirnya Elena jadi Mama nya beneran 😍
jangan jadi hama😤.