Kirana harus menerima kenyataan bahwa calon suaminya meninggalkannya dua minggu sebelum pernikahan dan memilih menikah dengan adik tirinya.
Kalut dengan semua rencana pernikahan yang telah rampung, Kirana nekat menjadikan, Samudera, pembalap jalanan yang ternyata mahasiswanya sebagai suami pengganti.
Pernikahan dilakukan dengan syarat tak ada kontak fisik dan berpisah setelah enam bulan pernikahan. Bagaimana jadinya jika pada akhirnya mereka memiliki perasaan, apakah akan tetap berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh Empat
Kedua pemuda itu menatap Samudera beberapa detik, lalu tertawa. Tertawa keras. Seolah barusan mendengar lelucon paling lucu tahun ini.
“Istrimu?” salah satu dari mereka menunjuk Kirana dengan dagu terangkat congkak. “Istri bayaran buat satu malam, maksud lo? Gantian dong. Gue juga mau cicip ....”
Ucapan itu belum selesai ketika BRAK! tinju Samudera mendarat tepat di rahangnya.
Pria itu terhuyung. Bahkan suara pukulannya terdengar jelas, menusuk melalui musik EDM dan bisingnya knalpot. Kirana tersentak keras, napasnya berhenti sepersekian detik.
Samudera tidak berhenti. Tinju kedua melayang, lebih keras. Lalu tinju ketiga.
Pria itu terjatuh ke tanah, menahan wajahnya yang berdarah. Temannya langsung menerjang ke arah Samudera.
“Heh brengsek!”
Kirana menutup mulutnya dengan kedua tangan, panik. Adegan itu terlalu cepat. Terlalu brutal. Tidak seperti Samudera yang ia kenal, tapi di saat bersamaan, entah kenapa, ia merasa aman berada dalam radius pria itu.
Teman si pria bertubuh besar melayangkan pukulan ke wajah Sam. Sam sempat menangkis, tapi satu hantaman keras mengenai pipinya.
Kirana menjerit kecil, “Sam!”
Namun teriakan itu tenggelam oleh keributan yang mulai meledak. Karena dalam hitungan detik, teman-teman Samudera yang tadi menonton balapan berlari mendekat.
“Sam!!!”
“Bro, siapa yang ganggu?”
“Tadi lo menang, sekarang ada yang ribut lagi?”
Dan teman si pemuda bengal juga berdatangan. Keributan itu meledak begitu cepat. Pukulan melayang ke mana-mana.
Suara benturan tubuh, umpatan, suara langkah kaki berlari. Perkelahian massal pun pecah.
Kirana terjepit di pinggir kerumunan, memeluk dirinya sendiri sambil mundur beberapa langkah. Napasnya terengah, tubuhnya bergetar halus. Ia ingin berteriak agar semuanya berhenti, tapi suaranya hilang.
Samudera di tengah-tengah perkelahian tampak seperti versi dirinya yang berbeda. Gerakannya cepat, sakit hati, dan penuh kemarahan. Setiap pukulan yang ia berikan seperti berisi hal yang tidak pernah ia ucapkan.
“Lo hina dia lagi, gue patahin gigi Lo satu-satu!”
Samudera berteriak sambil menepis tangan lawan yang mencoba menahan. Dua orang mendekat dari sisi belakang untuk menyerang Sam. Kirana menahan napas.
Tapi dua temannya, Bimo dan Andre, langsung datang.
“Sam kiri!”
“Udah gue tanggung yang ini!”
BRUK!
Bimo menendang salah satu perusuh sampai pria itu terjengkang. Andre memiting yang satu lagi lalu menjatuhkannya.
“Kirana!” panggil Samudera, “Mundur! Bahaya!”
Kirana hanya bisa mengangguk walau kakinya gemetar. Sementara itu, Sam kembali mendekati pria pertama yang menghina Kirana. Pria itu berusaha bangkit sambil meludah darah.
“Lo sinting … gara-gara cewek murahan itu ….”
Samudera mencengkeram kerah pria itu dan menonjoknya kembali. Ini bukan soal balapan. Bukan soal harga diri. Bukan soal malam sialan ini. Ini soal Kirana.
Dan Samudera terlihat seperti seseorang yang baru saja menemukan satu hal yang pantang disentuh. Perempuan yang kini ia sebut istri.
Keributan semakin liar. Beberapa penonton balap yang mabuk ingin ikut-ikutan, membuat suasana semakin panas. Teriakan dan sorakan membuat segalanya terasa seperti arena gladiator.
Sampai kemudian suara sirene melengking. Kirana membeku. Semua orang di tempat itu juga membeku. Lampu merah-biru menghantam aspal. Suara sirine semakin dekat.
“POLISI! Bubar!” teriak seseorang.
Seperti refleks, semua orang langsung berhamburan. Mobil, motor, dan orang-orang lain berlari ke segala arah seperti semut disiram air panas.
“Sam!” Kirana menjerit, mencari sosok itu dalam kekacauan.
Samudera baru melepas pria yang dipukulinya, berdiri dengan napas terengah. Pipinya memar, bibirnya pecah, tapi matanya masih dipenuhi api marah.
“Kirana!” Sam memanggil balik.
Ia langsung menghampiri Kirana, tanpa banyak bicara menggenggam tangan Kirana dan menariknya cepat.
“Cepet! Polisi udah dekat!”
“A-aku, Sam!” Kirana berusaha mengimbangi langkah Sam yang lebar dan tergesa.
Sam tidak memberi waktu untuk bertanya. Ia menuntun Kirana melewati kerumunan, menghindari dua petugas yang baru turun dari mobil patroli, lalu hampir menyeretnya ke tempat motor hitam mereka parkir.
“Naik!” katanya cepat.
“Tapi ....”
“Naik, Kirana!”
Nada suaranya tegas. Tidak ada ruang untuk argumen. Kirana langsung naik ke belakang motor, masih gemetar.
Samudera menyalakan mesin. Angin malam membuat jaket Kirana berkibar.
“Pegangan yang kuat!” seru Sam.
Kirana akan menjawab Iya! tapi Sam sudah memutar gas dengan sangat kencang.
Motor melesat. Dan Kirana spontan memeluk pinggang Samudera erat-erat sekali. Kedua lengannya melingkar sampai perut Sam, pipinya menempel pada punggung pria itu.
Sam kaget sepersekian detik saat merasakan pelukan itu. Detak jantung Kirana terasa jelas menembus jaketnya. Hangat, erat dan nyata.
Pelukan itu bukan sekadar pegangan agar tidak jatuh. Pelukan itu penuh rasa takut, tapi juga rasa percaya.
Samudera menelan ludah, mencoba konsentrasi pada jalanan yang kosong. Tapi otaknya justru berantakan.
"Kenapa pelukan dia beda? Terasa hangat dan nyaman," gumam Samudera dalam hatinya.
Motor berbelok cepat, melewati perempatan, melewati lampu jalan yang berkedip pucat. Angin malam menghantam tubuh mereka, tapi Kirana tetap memeluknya erat seperti takut kalau sedikit saja ia longgarkan, Samudera akan menghilang dari hidupnya. Dan Sam tidak mengerti kenapa dadanya terasa penuh.
Kirana memeluknya semakin erat ketika kecepatan meningkat. Samudera merasakan jari-jari Kirana yang gemetar menempel pada perutnya.
Perasaan itu menusuk. Bukan sakit. Tapi sesuatu yang hangat, lembut, dan tidak pernah ia izinkan untuk muncul sebelumnya. Ia membenci fakta bahwa ia suka sensasi itu.
Motor terus melaju kencang menembus malam, meninggalkan suara sirine jauh di belakang mereka. Meski jalanan kosong dan gelap, dunia terasa sangat bising di kepala Sam.
Satu suara yang terus bergema, Kenapa rasanya beda kalau dia yang memeluk?
Ia berusaha mengabaikan.Tapi sulit.
Karena setiap kali Kirana merapatkan tubuhnya ke punggungnya, Samudera merasa seperti ada sesuatu yang selama ini hilang dan tiba-tiba kembali ke tempatnya.
Kirana, yang masih gemetar, tidak melihat bagaimana rahang Sam mengeras menahan sesuatu yang bahkan ia sendiri tidak bisa definisikan.
Kirana tidak tahu bahwa di balik helm itu, Sam berkali-kali berkedip cepat, mencoba menenangkan napasnya yang tiba-tiba kacau.
Motor melaju semakin jauh dari arena balap. Melewati jembatan kota kecil, lampu-lampu jalan berlari cepat di sisi mereka.
Seakan semua rasa takutnya, semua kebingungannya, semua sedih dan cemburunya, mengalir lewat pelukan itu. Dan Sam merasakannya terlalu kuat dan jelas.
"Kenapa rasanya kayak gue yang justru dilindungi? pikir Samudera..
Untuk pertama kalinya malam itu, Sam mengurangi kecepatan motor, tanpa sadar. Bukan karena jalanan berbahaya. Tapi karena ia tidak ingin sensasi itu cepat berakhir.
bakar gih kontrak kalian,jalani aja pernikahan yang sesungguhnya...
Agar mereka berdua bisa menjalani pernikahan yg sebenarnya 😊
Tinggal menunggu besok pagi nih mereka berdua adegan ranjang🤭