NovelToon NovelToon
Selena

Selena

Status: sedang berlangsung
Genre:Bullying dan Balas Dendam / Reinkarnasi / Enemy to Lovers / Mengubah Takdir
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: aulia indri yani

Hidup untuk yang kedua kalinya Selena tak akan membiarkan kesempatannya sia-sia. ia akan membalas semua perlakuan buruk adik tirinya dan ibu tirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aulia indri yani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CHAPTER 27

Kediaman Prasetya masih terasa memanas dan tegang karena penembakan yang entah dari mana asalnya berada.

Setiap tamu di introgasi oleh para polisi dan detektif.

Detektif mengintrogasi keluarga Prasetya—Lina dan Kalingga. Terutama pada Davin. Detektif Evan itu tidak percaya bahwa ini penembakan nyasar.

Bukti terkuat karena memang penembakan hanya tidak terjadi satu kali tetap lebih. Di sekitar pintu dan jendela—seperti memang rumah ini sudah ditargetkan.

"Apakah anda memiliki musuh? Atau orang-orang yang tidak menyukai anda?" Evan mencatat semua jawaban yang Davin berikan kepadanya.

Davin hanya menggelengkan kepalanya. Ia merasa tidak punya ancaman—kecuali Arsa Mahendra.

Alis Evan terangkat tidak percaya. "Sungguh? Anda tidak memiliki orang yang tidak menyukai anda?"

"Mungkin Arsa Mahendra.. Putra sulung dari keluarga Mahendra." Davin menduga—hanya dia yang menjadi musuhnya sejak.. Sejak ia menyukai Selena.

Mata Selena melirik Davin saat dia menyebutkan nama Arsa—itu tidak masuk akal kan? Arsa tak mungkin melakukan hal seberani itu.

Namun Selena hanya diam. Jika ia ikut berbicara, dia akan ikut introgasi dan dilibatkan dengan Arsa.

"Arsa Mahendra?" pertanyaan Evan menggantung di udara.

Ia kenal keluarga Mahendra dengan baik. Bahkan separuh kepolisan di bawah naungan nama keluarga Mahendra. Evan tidak yakin jika ini ada kaitannya dengan Arsa—si pewaris Mahendra yang paling berharga bagi keluarga mereka.

"Kami akan selidiki lagi." Putus Evan. menutup catatan, menyuruh bawahannya untuk membereskan semua kekacauan kejadian ini.

Sementara itu Lina menerobos masuk—tidak terima introgasi ini di selesaikan begitu saja tanpa titik terang. "Mungkin saja putraku benar, Putra Mahendra itu penyebab nya." suaranya tajam dan menuntut keadilan.

Evan mengangguk mengerti, "Ya aku tahu. Ini tugas kami Bu, kami akan selesaikan ini. ditunggu informasi kami lebih lanjut."

Wirya juga menggeleng tidak setuju dengan sikap Evan—seorang detektif seharusnya menuntas masalah. Tapi ini, ia merasakan Evan tampak kejadian ini hanyalah sebuah kejadian konyol tanpa alasan.

"Dengar detektif.. aku akan bayar mahal dirimu. Jadi, bekerjalah dengan baik. Karena penembakan ini membuat keluarga Wiranata berdampak buruk dimata sosial—putriku hampir terluka." keluh Wirya dengan tegas, matanya menatap tajam pada Evan.

"Dengar tuan Wirya Wiranata. Kami hanyalah manusia yang bekerja dengan otak dan tenaga kami, ada waktu dan butuh usaha untuk mengungkapkan masalah. Kami bukan tuhan atau apapun yang berkaitan dengan sihir. Yang bisa melakukan masalah dengan cepat, dimohon mengerti." ucap Evan dengan mantap dan percaya diri.

Evan tak akan tunduk dengan kekuasaan dan kekayaan dari sebuah keluarga.

Wirya mendengus, wajahnya merah karena kesal. Rahangnya mengatup erat.

"Sialan semua ancaman ini, sialan semua ini." umpatnya sebelum pergi—di susul Evelyn yang mencoba menenangkan api kemarahan Wirya.

Lina juga pergi—membereskan kekacauan yang terjadi dirumahnya.. Ia tidak terima acara berharga milik putranya menjadi kerusuhan dan ketakutan.

Kalingga mencoba tenang, kembali menatap Evan dengan mantap. "Kami tahu ada alasan kami untuk mencurigai seseorang.. Karena anda bisa lihat sendiri, keadaan kami disini sangat kacau."

Evan mengangguk lagi, lambat penuh pengertian. "Tentu saya tahu apa yang dirasakan tuan Prasetya. Hanya saja sulit menemukan orang yang bisa menembak dengan jarak seribu meter. Keahlian itu sangat susah, kami butuh waktu untuk menemukan orang yang benar-benar kami curigai."

Kalingga mendesah, itu masuk akal. memang benar. "Kami mengerti, kami mengharapkan kabar baik dari anda." ia tersenyum sopan sebelum kembali mengikuti istrinya untuk membantu membereskan kekacauan.

Sementara itu Davin tetap membeku. Lengannya masih berdenyut sakit, seolah peluru itu masih bersarang di lengannya.

Genggamannya mengerat pada tangan Selena. Mencari kekuatan, ini baru pertunangan. Bagaimana mereka akhirnya menikah? Apakah lebih banyak ancaman?

Davin merasa mulai takut dan tidak sanggup. Keluarga mereka terlalu terkenal di mata luar. Mungkin lebih banyak orang-orang disana membenci mereka berdua bersama.

Selena terasa hampa, meski ia membalas remasan lembut tangan Davin. Ia tidak menyangka akan mendapatkan hadiah seperti ini di pertunangan mereka.

Karina mengenggam bahu Davin menenangkan, duduk disampingnya untuk memberinya semangat dan kenyamanan. Ia akan memberikan apapun untuk Davin—meski pria itu masih membenci nya.

Evan menggaruk tengkuknya dengan canggung. Ia seperti melihat percintaan remaja yang masih labil.

Ia berdeham sebelum memberitahu sesuatu—memecah suasana yang tampak semakin menegang dan menyesakkan.. "Bukan saya membela putra Mahendra, dikabarkan dia sudah berangkat ke Jerman untuk sekolah kemiliteran disana.. Sangat tidak masuk akal jika dia dicurigai."

Tubuh Selena menegang sesaat, matanya sedikit membulat karena mendengar informasi itu. Arsa pergi? jadi pria itu benar-benar pergi?

ia tak percaya Arsa pergi begitu saja. Tapi mengapa ia memikirkan Arsa sekarang? Bukankah itu yang diinginkan dirinya? Karena ini permainannya, bukan permainan Arsa yang bisa masuk kapan pun.

Namun entah kenapa jantungnya berdebar menyakitkan?

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Flashback hari kelulusan.

"Kau tidak mau menatapku?" tanya Arsa tampak lebih memohon dari pada meminta. Tangannya mengerat pada pinggang Selena.

Arsa sedikit menjauh, meski genggamannya masih setia di pinggang Selena.

Wanita itu menatap Arsa—dengan kebingungan yang tampak tidak ia bisa mengerti. Arsa begitu obsesi kepadanya—kepada perhatiannya—dan sentuhannya.

"Sudah kubilang, permainan ini milikku. Aku akan memainkannya sendiri tanpa dirimu." Selena memperingatinya kembali—karena hidup ini adalah anugerah yang diberikan kepadanya untuk merubah nasibnya di kehidupan sebelumnya.

Arsa menghela nafas berat, ia membenamkan wajahnya kembali di leher Selena. Tubuhnya gemetar dengan terkekeh berat—rasa kecewa menghantui.

"Kau kejam tahu?" ia berbisik pelan, ada kekecewaan meski memakai nada menggoda.

Tetesan air dari keran menjadi pengisi suara di antara mereka. Udara dingin didalam kamar mandi pria—Arsa menariknya ketempat seperti ini disaat semua orang merayakan kelulusan.

Bahkan Arsa membuat kedua orang tuanya terlantarkan di acara hanya demi membicarakan tentang ini.

"Kau tetap bertunangan dengan si idiot itu." Kepalanya mendongak, kembali menatap mata Selena meminta penjelasan.

Tangannya yang kasar terangkat untuk membelai pipi Selena. Pipi itu hangat, lembut dan bukan sesuatu dari dirinya yang kasar.

"I need you more than my own life, princess." bisiknya lembut, seolah Selena adalah detak jantungnya.

Mata Selena menatap balik mata Arsa. Sesuatu yang tampak Selena tak mengerti—apakah Arsa ancaman atau perlindungan. Ia tak bisa saja percaya pada Arsa.

"Aku bertunangan dengan Davin ada alasannya." Selena terdiam, seolah mempertimbangkannya apakah Arsa layak untuk rahasia dan rencananya. "Aku hanya menarik-ulur, memanfaatkan mereka, menggunakan mereka untuk menghancurkan mereka satu sama lain."

"Lalu kenapa kau tidak langsung menjadi tunangan seorang Mahendra? bukankah itu bagus? memberi ledakan emosi Davin dan keluargamu?" sarannya terdengar berbahaya. Tak pernah sekalipun Selena terpikirkan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!