Sari, seorang gadis desa yang hidupnya tak pernah lepas dari penderitaan. Semenjak ibunya meninggal dia diasuh oleh kakeknya dengan kondisi yang serba pas-pasan dan tak luput dari penghinaan. Tanpa kesengajaan dia bertemu dengan seorang pria dalam kondisinya terluka parah. Tak berpikir panjang, dia pun membawa pulang dan merawatnya hingga sembuh.
Akankah Sari bahagia setelah melewati hari-harinya bersama pria itu? Atau sebaliknya, dia dibuat kecewa setelah tumbuh rasa cinta?
Yuk simak kisahnya hanya tersedia di Noveltoon. Dengan penulis:Ika Dw
Karya original eksklusif.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28. Kecewa
Farhan dan Hesti datang ke rumah sakit untuk membesuk Sari yang masih ditangani oleh suster. Sampai saat ini masih juga belum ada dokter yang datang untuk memeriksanya. Farhan cukup marah saat tahu ada dokter yang tidak bisa bekerja dengan baik. Padahal sudah ia jelaskan sebelum kepulangannya harus ada dokter yang siaga saat ada pasien yang baru datang.
"Jadi dia belum mendapatkan penanganan dari dokter sus?"
"Belum dok, tak satupun ada dokter yang datang ke sini, padahal kami sudah berkali-kali menemui beberapa dokter di ruangannya, tapi mereka beralasan sibuk, kamu diminta untuk menginfus pasien terlebih dulu. Kami bingung dok, kami putuskan untuk menghubungi anda karena menurut nyonya Laras pasien ini pembantu rumah tangga di tempat anda."
Dokter Farhan mengumpat.
"Benar-benar keterlaluan mereka! Nggak dokter nggak Laras tak satupun ada yang becus! Sudah tahu kondisi korban seperti ini masih juga tidak segera ditangani. Apa mereka pikir hanya dengan infus bisa membantu? Laras juga gitu! Harusnya dia nggak perhitungan dengan biaya, toh dia mengalami kecelakaan juga gara-gara dia!"
Farhan langsung mengecek kembali suhu tubuh dan juga tensi gadis itu. Tensinya cukup tinggi dan tak bisa mendapatkan suntikan. Sedangkan Hesti begitu mencemaskan keadaan Sari. Dia memegangi tangannya yang begitu memucat dipenuhi oleh luka.
"Ya ampun anak baik, kamu lekas sadar ya? Jangan lama-lama pingsannya."
Di situ Farhan bisa melihat ibunya menunjukkan kegelisahannya. Ia masih belum tahu seperti apa sosok Sari, tapi melihat ibunya yang begitu perhatian terhadap gadis itu membuatnya yakin bahwa gadis itu datang dari keluarga baik-baik.
"Sudah berapa lama dia tinggal di rumah kita ma?" tanya Farhan.
"Masih belum genap seminggu kok, tapi selama dia tinggal di rumah, dia selalu berperilaku baik dan juga sopan. Kasihan dia Farhan, di dunia ini dia tidak memiliki siapa-siapa, kalau kita nggak kasih perhatian lalu siapa lagi yang mempedulikannya?"
Farhan diam dengan tangannya fokus memeriksa kondisinya yang penuh dengan luka. Dia mengerutkan keningnya saat netranya menatap jelas wajah gadis itu.
Degg, degub jantungnya langsung tak beraturan berdetak begitu kencang. Hatinya bergejolak untuk mengetahui lebih dalam mengenai sosok gadis itu.
'wajahnya kok seperti nggak familiar ya? Kayaknya aku pernah mendapati wajah seseorang yang menyerupainya, tapi di mana?'
Farhan fokus tertuju pada wajah gadis itu, dia sampai tak mendengar Suster tengah memanggilnya.
"Dokter, permisi. Ini hasil dari pemeriksaannya dok, silahkan di cek."
Hesti menyenggol lengan putranya hingga membuatnya terkejut. Pria itu dibuat gelagapan saat tersadar dari lamunannya.
"Mama! Ngagetin aja! A—ada apa ma?"
"Ada apa ada apa! Kamu tuh dipanggil suster kok malah bengong! Memangnya apa sih yang kamu pikirkan?"
"Ah enggak ma, aku cuma agak lelah aja. Kok bisa dia mengalami tabrak lari? Kronologinya gimana?"
Farhan beralibi, sebenarnya ia mencoba mengingat-ingat wajah yang menyerupai Sari. Hatinya seperti terdorong untuk mencaritahu sosok yang menyerupai wajah gadis itu, tapi ia tidak ingin ibunya sampai tahu apa yang tengah dipikirkannya.
Alih-alih ditekan untuk segera menikah, tapi sampai detik ini ia masih belum kepikiran untuk kembali berumah tangga. Masa lalu enggan membuatnya untuk membuka pintu hatinya buat wanita lain. Setelah ayahnya bersikeras ingin menghancurkan hidup orang yang dicintainya ia terpaksa harus meninggalkannya, kini ayahnya mendapatkan karma karena sudah tega memisahkannya dengan sang istri, bahkan sampai detik ini ia masih belum memiliki keberanian untuk menemuinya kembali.
"Mama sendiri juga nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya hingga membuatnya tertabrak mobil. Mungkin Laras mendapatkan informasi dari seseorang hingga membuatnya datang ke sini untuk memastikan. Sayangnya kita tadi buru-buru ke sini tak menunggu dia pulang dan memberikan penjelasan pada kita."
Obrolan mereka terhenti saat suster menyerahkan kertas putih hasil dari pemeriksaan. "Dokter, ini hasil dari pemeriksaan yang kami dapatkan. Berdasarkan hasil dari pemeriksaan kami bisa disimpulkan bahwa pasien dalam kondisi hamil muda. Detak jantungnya kurang stabil, bahkan kondisi kandungannya sangat lemah dan rentan keguguran. Sebenarnya kami ingin memberinya suntikan penguat kandungan, tapi sayangnya pasien masih belum juga sadar."
"Apa?! Dia hamil sus?"
Farhan maupun Hesti refleks mendelik. Mereka terkejut setelah mengetahui penjelasan dari suster. Bahkan Sari sendiri belum pernah menjelaskan kalau dirinya ternyata sedang dalam keadaan mengandung. Kalau memang dia tidak memiliki keluarga, lantas siapa yang sudah menghamilinya? Gadis itu masih dibawah umur. Atau mungkin dia pernah melakukan hubungan terlarang hingga membuatnya terusir dari kampung tempat tinggalnya dan dia sengaja berbohong untuk mendapatkan simpati dari orang-orang yang tak dikenalnya. Kalau memang berbohong, berarti gadis itu hanya pura-pura baik agar mendapatkan simpati darinya.
"Sus, kamu tidak sedang salah melakukan penelitian kan?"
Farhan agak kecewa dengan pernyataan itu. Ia pikir gadis itu berasal dari keluarga baik-baik dan tidak ada kebohongan, tapi saat diketahui bahwa dia dalam kondisi mengandung, tentu membuat simpatinya luntur seketika.
"Saya rasa tidak dok, saya melakukan pengecekan lebih dari satu kali dan hasilnya tetap sama. Jadi nggak mungkin kalau hasilnya salah."
"Mama bisa dengar sendiri kan, seperti apa gadis itu. Dia hanya berpura-pura baik di depan mama untuk mendapatkan simpati dari Mama. Kalau sudah seperti ini apakah Mama masih berniat untuk menampungnya?"
Di situ Hesti diam tak menjawab. Kalau dibilang kecewa tentu fia sangat kecewa. Selama ini dia begitu mempercayainya, bahkan Sari sangatlah berbeda dengan gadis yang didapatinya, tapi tak disangka dia berani membohonginya.
"Menurutku Mama jangan terlalu percaya begitu saja dengan ucapannya. Bisa jadi dia diusir dari kampung halamannya karena sudah menciptakan aib buat keluarganya. Mentang-mentang kita orang jauh bisa-bisanya dia berniat untuk membodohi kita. Orang tuanya dianggap mati, kejam sekali bukan? Anak seumurannya itu seharusnya masih duduk di bangku sekolah, bukan malah hamil di luar nikah. Aku yakin sekali orang tuanya sangat malu dan memutuskan untuk mengusirnya dari rumah. Kalau sudah begini Mama masih mau menampungnya? Bukannya aku tidak berempati terhadap orang lain ma, tapi aku hanya tak suka dibohongi. Sekarang begini saja. Untuk biayanya biar aku yang tanggung, tapi setelah dia sembuh, jangan membawanya pulang ke rumah. Jangan sampai keluarga kita dimanfaatkan olehnya."
Tak disangka diam-diam Sari mendengarkan obrolan mereka. Hatinya tergores perih bak duri menusuk sakit. Ia sendiri cukup terkejut mendengar penjelasan suster mengenai kehamilannya. Bahkan saat ini orang yang sudah menampungnya tak memiliki kepedulian lagi terhadap dirinya. Lalu ke mana lagi kakinya harus melangkah?
'ya Tuhan.., kenapa engkau memberiku cobaan yang begitu berat. Di saat aku ingin melupakan mas Jaka engkau malah menanamkan benihnya di rahimku. Haruskah aku membuangnya?" Sari frustasi, dia memiliki pemikiran yang begitu dangkal. Ia hanya bingung dengan cara apa bisa merawat anaknya sendirian? "Tapi jika aku membesarkannya, harus dengan cara apa aku merawatnya? Aku tidak memiliki apa-apa ya Allah..., bahkan tempatku untuk bersandar sudah tidak ada lagi. Ya Allah ..., sekiranya jalan apa yang bisa aku lalui?'