"Cium gue, terus semua masalah selesai."
"You're crazy!?"
"Kenapa gak? Sebentar lagi lo bakal jadi istri gue, jadi wajar dong kalau gue nyicil manisnya dari sekarang."
Kesya Anggraini Viorletta, gadis cantik, pintar, kalem, dan setia. Sayangnya, dia sudah punya pacar Kevin, ketua geng motor sekolah sebelah.
Menikah sama sekali gak pernah ada di pikirannya. Tapi wasiat almarhum papanya memaksanya menikah muda. Dan yang bikin kaget, calon suaminya adalah kakak kelasnya sendiri, Angga William Danendra cowok ganteng, atletis, populer, tapi badboy sejati. Hobi balapan, tawuran, keluyuran malam, dan susah diatur.
Bagi Angga, apa yang sudah jadi miliknya enggak boleh disentuh orang lain. Dia posesif, pencemburu, dan otoriter. Masalahnya, pacar Kesya ternyata musuh bebuyutannya. Dua ketua geng motor yang tak pernah akur, entah kenapa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 07 Save Calon Suami
"Kenapa harus nunggu sampai sebulan lagi sih Pi? Kenapa gak besok aja toh lebih cepat kan lebih baik! Yang maksa aku nikah kan papi sama mami, tapi sekarang malah ditunda segala!" Angga terdengar ngomel dari kursi belakang, topik yang sama seperti tadi, soal pernikahannya. Bedanya kalau kemarin dia ngotot menolak malam ini justru kebalikannya. Seakan-akan dia yang paling buru-buru ingin segera menikah.
"Papimu juga sebenarnya maunya begitu Ga. Tapi tadi mamanya Kanaya agak keberatan kalau langsung besok. Dia udah terlanjur janji ke Kanaya kalau kalian cuma akan tunangan dulu sampai lulus, jadi gak mungkin kalau tiba-tiba dipercepat jadi besok. Katanya sih dia butuh waktu untuk bikin Kanaya yakin sama keputusan ini. Ingat Kanaya itu baru kelas sebelas masih labil. Lagi pula kita juga butuh persiapan Ga, apalagi sekarang udah malam," jelas Andi dengan nada tenang.
"Persiapan apaan? Kita juga gak bikin pesta kan!" balas Angga dengan suara ketus.
"Memang sih tapi mami ragu Kanaya mau secepat itu. Tadi mami sempat usul satu minggu, tapi mamanya Kanaya tetap minta minimal satu bulan biar kalian bisa saling kenal dulu. Kalau mami lihat kalian memang belum akrab. Jadi gak masalah, kan, kalau pelan-pelan kenal dulu? Anggap aja latihan buat kamu belajar tanggung jawab, mengurangi kebiasaan nakal karena sebentar lagi punya istri. Ingat, kalau sudah menikah kamu gak bisa seenaknya keluyuran harus tau batasan. Jangan coba-coba macam-macam lagi!" ucap Silvia, menoleh tajam ke arah putranya.
"Ck iya mi iya!" jawab Angga asal-asalan, bola matanya bergulir malas sebelum dia menoleh keluar jendela. Beberapa menit kemudian, mobil berbelok masuk halaman rumah dan berhenti.
Ckitt!
Angga buru-buru keluar duluan, seolah ada yang dikejar, sampai bikin kedua orang tuanya saling pandang heran.
"Mau ke mana kamu Angga?!" panggil Silvia. Cepat-cepat wanita itu ikut turun, takut putranya kabur, apalagi Angga sudah mendekati motor sport hitam di halaman. Angga sempat menoleh, nyaris lupa kalau kedua orang tuanya masih memperhatikan.
"Keluar sebentar mi. Ambil motor di rumah Rafa, sekalian balikin motor Arya ," katanya, separuh jujur meski ada niat lain.
"Motor kamu sendiri di mana?" Silvia masih menatap curiga. Motor di depannya jelas bukan yang biasa dipakai Angga.
"Di rumah Rafa ban kempes. Tadi kan aku udah bilang sama mami pas perjalanan pulang."
"Pokoknya gak boleh! Mami gak mau kamu kabur sebelum nikah. Dalam sebulan ini kamu cuma boleh sekolah titik!" tegas Silvia.
"Ck satu bulan itu lama banget mi!" Angga berkacak pinggang, wajahnya jelas menolak.
"Aku cuma main bentar ke rumah Rafa abis itu pulang. Serius! Masa mami mikir yang jelek terus sih tentang anak sendiri? Kalau aku niat kabur udah dari kemarin gak perlu nunggu sekarang!"
"Mami tetap gak percaya. Bisa aja kamu kabur nanti. Sekarang masuk mami gak mau dengar alasan!" Silvia keras kepala.
"Kenapa ribut lagi kalian? Baru sampai rumah malah berdebat di luar!" Andi datang menghampiri geleng-geleng kepala.
"Nih pi anakmu. Malam-malam masih aja pengen keluar, mami takut kalau dia kabur terus batalin nikah, bisa malu kita!" Silvia langsung mengadu.
Angga mendesah kesal. "Ngambil motor doang, pi. Sumpah gak kemana-mana. Masa aku harus dikurung sebulan penuh? Aneh banget sih mi!" katanya, lalu naik ke motor sambil pasang helm full face.
"Papi pegang ucapanmu. Kalau sampai ingkar janji kamu tau sendiri akibatnya!" ucap Andi memberi peringatan.
"Hmm," jawab Angga singkat, menyalakan motor.
"Pi serius kamu bolehin dia keluar?!" Silvia mendongak tak percaya.
"Sudahlah mi biarin aja. Dia gak bakal kabur percaya sama aku," balas Andi, menenangkan istrinya.
Brum!
Angga segera memacu motor, tapi sempat meraih tangan kedua orang tuanya. "Aku pergi dulu mi, pi. Istirahat ya."
"Hati-hati Ga jangan kebut-kebutan!" teriak Silvia. Angga hanya membalas dengan jempol.
Malam itu jalan cukup ramai, tapi cuma butuh 15 menit untuk sampai ke rumah Rafa. Halaman masih penuh motor-motor sport teman-temannya.
Setelah memarkir motor Rafa, Angga masuk ke dalam rumah. Seruan heboh langsung menyambut kedatangannya.
Ceklek…
Awalnya semua bengong melihat penampilannya. Baru beberapa jam lalu dia cabut dari sini dengan outfit berantakan, tapi sekarang rapi banget.
"Nah si ketua balik juga!"
"Lah rapi amat. Salah rumah ya Ga?"
"Disambet apaan tuh anak, gak mungkin tiba-tiba tobat kan?"
"Atau abis nyungsep di got?"
"Kayaknya sih tante Silvia yang nyuruh cosplay jadi anak alim," tambah yang lain.
Angga refleks melirik pakaiannya, lalu menepuk jidat sendiri. Masih pakai kemeja putih dari acara keluarga tadi. Pantas aja ditatap aneh!
"Lo mau kondangan? Rapinya gak ngotak," sindir Rafa heran.
Angga mendengus. "Lupa ganti baju gue."
"Abis dari mana?" Rafa kepo.
"Kepo amat," jawab Angga, senyum jail.
"Ck!" Arya mencibir.
"Gue hampir jual motor lo sumpah. Setengah jam lagi lo gak datang kelar motor lo gue lego!" katanya.
"Kapan gue pernah gak nepatin janji?" Angga santai.
"Serius lo abis dari mana sih?" Rafa belum nyerah. Penampilannya bikin curiga.
"Acara keluarga," jawab Angga singkat.
"Jadi, jam berapa kita berangkat?" tanyanya sambil nyomot rokok di meja.
"15 menit lagi," sahut Rafa sambil lihat jam.
Angga mengangguk, menyalakan rokok lalu menghembuskan asap. "Eh lo berdua punya nomor Kanaya gak?" tanyanya tiba-tiba.
"Kanaya si adek kelas manis itu?" Arya langsung menimpali.
Angga mendesah malas. "Hmm kasih sini."
"Buat apa?" Arya menyipit curiga.
"Jangan-jangan lo suka..."
"Urusan penting cepet!" potong Angga.
"Gue gak punya. Tapi Rafa pasti ada playboy Pelita Bangsa gitu loh," sindir Arya.
...****************...
"Bukan gitu Kanaya mama gak enak nolak mereka. Papanya Angga udah banyak bantu keluarga kita," ucap Naomi mencoba menenangkan.
"Tetap aja mama bohong! Mama bilang cuma tunangan sampai aku lulus nyatanya apa? Malah sepihak mutusin bulan depan nikah! Bahkan tanpa nanya aku dulu!" balas Kanaya emosi. Hampir setengah jam dia dan Naomi berdebat sejak keluarga Angga pamit. Untungnya Kanaya masih bisa nahan diri meski hampir meledak.
"Cepat atau lambat kamu tetap akan menikah dengan Angga. Jadi sekarang atau nanti sama aja kan? Lagian kalian udah saling kenal juga," bujuk Naomi.
"Gak ma! Aku sama sekali gak kenal dia. Baru dengar namanya aja belakangan ini dari temen-temen sekolah. Jadi tolong jangan bilang aku udah akrab sama Kak Angga karena kenyataannya gak!" Kanaya frustrasi, menyibak rambutnya ke belakang.
"Pokoknya mama senang karena ternyata kalian sudah saling tau. Jadi mama lebih tenang soal adaptasi nanti," Naomi malah tersenyum.
Kanaya melongo, gak habis pikir. "Ya ampun ma! Masa gak ada niat sama sekali buat batalkan pernikahan ini? Satu bulan lagi itu terlalu cepat! Aku gak siap ma! Tolong diskusikan lagi ya?" pintanya dengan wajah memelas.
"Tidak," jawab Naomi mantap.
"Ini wasiat terakhir papa kamu. Angga pilihan terbaik menurut dia. Kamu mau bikin papamu gak tenang di sana? Kamu anak baik Naya mama yakin lama-lama kamu bisa nerima ini. Percaya sama mama."
Kanaya menghela napas kasar. Bukan jawaban yang dia harapkan. Dia langsung bangkit, melewati mamanya tanpa kata, naik ke kamar. Naomi memilih diam, memberi waktu.
Ceklek…
Di kamarnya, Kanaya membanting pintu lalu menguncinya. Masih kesal. Baru mau melangkah, ponselnya bergetar.
Ting!
+623456- : Save, calon suami
Deg!
Mata Kanaya melotot. "Calon suami?" gumamnya. Lalu sadar sesuatu. "Kak Angga? Dari mana dia dapat nomorku? Astaga!" serunya sambil menepuk jidat.
Drrtt! Drrtt!
Belum sempat membalas, ponselnya berdering. Kevin menelepon.
"Astaga gue lupa belum beres sama anak ini!" desis Kanaya.
"H-halo," suaranya bergetar saat mengangkat.
"Kamu habis dari mana Naya? Jangan-jangan sengaja ngehindar dari aku?" suara Kevin terdengar lembut, tapi bikin deg-degan.
"Maaf Vin tadi lowbat," Kanaya berbohong.
"Kamu masih punya hutang penjelasan."
"Kan udah aku jelasin..."
"Besok aku jemput. Kita berangkat bareng."
Kanaya melotot biasanya dia senang kalau dijemput Kevin. Tapi sekarang beda ada rasa bersalah. Karena dia sudah tunangan dengan Angga.
"Emm lain kali ajanya. Besok kayaknya aku..."
"Sebelum jam 7 aku udah di depan rumahmu. Sampai besok good night sayang."
Tut!
"Vin tunggu! Aduh ditutup lagi. Kok gue jadi kayak playgirl begini sih!" Kanaya menepuk kening. Pusing. Satu sisi pacar, satu sisi tunangan. Kalau nanti Angga juga ngajak berangkat bareng? Wah gawat banget!