Damian, duda muda yang masih perjaka, dikenal dingin dan sulit didekati. Hidupnya tenang… sampai seorang cewek cantik, centil, dan jahil hadir kembali mengusik kesehariannya. Dengan senyum manis dan tingkah 'cegil'-nya, ia terus menguji batas kesabaran Damian.
Tapi, sampai kapan pria itu bisa bertahan tanpa jatuh ke dalam pesonanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lisdaa Rustandy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku siap menikahinya
Pak Hartman menatap Damian tajam, seolah memastikan apakah pria muda itu sedang bercanda atau serius. "Damian, kamu sadar apa yang kamu katakan?!"
Damian tetap tenang, tetapi ada ketegasan dalam suaranya. "Aku sadar, Om. Aku bisa memberikan Aletha kehidupan yang sama, bahkan lebih baik daripada pria yang Om pilih. Aku CEO perusahaan ayahku, aku punya segalanya untuk memastikan Aletha hidup nyaman. Tapi yang lebih penting, aku nggak akan memperlakukannya seperti komoditas bisnis."
Pak Hartman mengerutkan kening, masih berusaha mencerna kata-kata Damian. "Kamu pikir kamu pantas untuk menikahi Aletha? Kamu bahkan gagal dalam pernikahanmu yang sebelumnya!"
Damian mengepalkan tangannya, tetapi ia tidak membiarkan emosi menguasainya. "Ya, aku gagal dalam pernikahanku sebelumnya, dan aku belajar dari kesalahan itu. Tapi kali ini, aku tidak akan membiarkan seseorang yang aku pedulikan menderita karena keputusan yang bukan keinginannya."
Aletha masih terdiam, hatinya berdebar kencang. Dia memang sangat menyukai Damian, tapi ketika Damian membela dirinya dan mengatakan akan menikahinya, justru Aletha merasa itu hanya ilusi. "Damian… kamu nggak perlu melakukan ini."
Damian menoleh ke arahnya, menatapnya dalam. "Aku nggak bisa diam aja, Al. Aku tahu kamu bisa melawan perjodohan ini sendiri, tapi kalau aku bisa membantumu, kenapa tidak?"
Pak Hartman akhirnya tertawa sinis. "Jadi, ini semua hanya aksi heroik dari seorang Damian? Kamu pikir Om akan begitu saja menyerahkan Aletha padamu?!"
Damian mengangkat dagunya sedikit, ekspresinya penuh percaya diri. "Apa bedanya aku dengan pria pilihan Om? Aku juga kaya, aku juga bisa memberikan Aletha kehidupan mewah. Tapi bedanya, aku tidak akan memperlakukannya sebagai alat transaksi."
Pak Hartman terdiam, matanya menyipit menatap Damian. Ia tahu Damian tidak main-main, ia juga mengenal watak Damian yang hampir sama dengan kakaknya. Damian adalah CEO di perusahaan ayahnya, dan meskipun masih muda, ia sangat cerdas dan kompeten. Kekayaan keluarganya juga tidak kalah dari pria yang ingin dijodohkan dengan Aletha.
Aletha sendiri masih berusaha memahami situasi ini. Jantungnya terus berdetak cepat. Ia selalu mengenal Damian sebagai sepupunya, bosnya, dan seseorang yang ia kagumi sejak dulu. Tetapi sekarang, Damian mengatakan bahwa dia bersedia menikahinya, itu membuat Aletha tak percaya sedang mengalaminya di dunia nyata.
Pak Hartman menatap Damian tajam, ekspresinya semakin mengeras. "Kamu sadar apa yang kamu katakan, Damian? Kamu dan Aletha itu saudara sepupu! Apa kamu pikir Om bisa menerima pernikahan kalian begitu saja?!"
Damian tetap berdiri tegap, tidak goyah sedikit pun. "Om, kita memang sepupu, tapi tidak ada hukum yang melarang pernikahan kita, baik secara agama maupun hukum negara. Kami tidak sedarah, tidak sepersusuan, kami masih boleh menikah. Aku hanya ingin melindungi Aletha dari perjodohan yang tidak diinginkannya. Om terlalu egois, bahkan kasar padanya hanya karena dia gak mau menuruti apa yang Om tentukan untuknya."
Pak Hartman mendengus sinis. "Melindungi? Om tidak butuh kamu untuk melindunginya! Aletha tidak akan kekurangan apapun kalau menikah dengan pria yang sudah Om pilih! Kamu pikir pernikahan kalian akan diterima begitu saja oleh keluarga besar kita? Kakak juga pasti tidak akan setuju jika kalian menikah, dia akan menentang keinginan kamu itu. Dan, apakah kamu pikir orang-orang tidak akan membicarakan kalian jika benar-benar menikah?"
Damian mengepalkan tangannya, berusaha menahan emosinya. "Aku nggak peduli dengan omongan orang, Om. Yang penting adalah kebahagiaan Aletha. Aku nggak mau dia dipaksa menikah dengan seseorang yang tidak dia cintai," Damian melirik Aletha, "lagipula dia juga mencintaiku."
Aletha terbelalak, yang dikatakan Damian tidaklah salah, dia memang mencintai Damian walaupun selama ini terlihat hanya main-main.
Pak Hartman menatap Damian dengan tatapan menilai, lalu beralih pada Aletha yang masih terdiam. "Dan kamu, Aletha? Apa kamu benar-benar mau menikah dengan Damian? Atau ini hanya akal-akalan kalian untuk melawan keputusan Papa?!"
Aletha membuka mulut, tetapi tidak langsung menjawab. Jujur, ia masih terkejut dengan keputusan Damian. Namun, saat melihat kesungguhan di mata pria itu, ia merasa seolah ada tempat berlindung dari tekanan yang ia hadapi selama ini.
"Aku…" Aletha menarik napas dalam-dalam. "Aku lebih memilih menikah dengan Damian daripada dengan pria yang Papa pilih."
"Apakah benar, kamu mencintai dia?"
Aletha mengangguk dengan ragu, "Ya, aku mencintai Damian sejak lama, Pa. Alasanku menolak perjodohan karena aku memang mencintai Damian."
"Kamu tahu sendiri, Damian seorang duda dan dia gagal dalam pernikahannya. Kenapa kamu mau padanya? Kamu gak akan bahagia bersamanya!"
"Aku tahu Damian gagal, tapi aku yakin itu bukan karena kesalahannya! Damian pasti suami yang baik, tapi dia gagal memperjuangkan keutuhan rumah tangganya, aku yakin."
Damian menatap Aletha, terharu karena gadis itu membelanya padahal tak tahu apapun tentang alasan perceraiannya dengan Bella.
Pak Hartman mengepalkan tangannya, tampak geram dengan jawaban putrinya. "Dasar keras kepala! Kamu pikir menikah dengan sepupumu sendiri itu solusi?! Apa kamu tidak merasa jijik?!"
Damian langsung melangkah maju, berdiri di antara Aletha dan Pak Hartman. "Om, tolong jangan bicara seperti itu! Aku tidak akan menawarkan diri jika aku tidak benar-benar yakin. Aku tahu Aletha adalah sepupuku, tapi aku juga tahu bahwa aku bisa menjaganya dengan baik. Dan, kenapa? Om seolah-olah jijik padaku hanya karena aku seorang duda? Apa Om tahu masalah apa yang aku hadapi hingga aku bercerai dari mantan istriku?"
"Tentu saja Om jijik, Damian. Kamu kira Om mau menikahkan anak Om dengan seorang duda yang bahkan pernikahannya hanya bertahan beberapa bulan saja. Kalau kamu menikah dengannya, bisa jadi nanti kamu akan menceraikan Aletha kalau kamu bosan!"
Damian langsung menimpali, "Lalu, jika Aletha benar-benar menikah dengan orang pilihan Om, apa gak ada kemungkinan dia akan menceraikan Aletha karena bosan? Lalu, jika Aletha sudah diceraikan dan orang itu kabur, apa Om bisa mengejar dia? Berbeda denganku, jika aku benar-benar melakukan itu kepada Aletha, maka Om bisa mencariku di rumah. Aku bukan tipe orang yang selalu melarikan diri setiap memiliki masalah, aku akan selalu bertanggung jawab untuk apapun masalah yang aku lakukan."
Pak Hartman diam sejenak, lalu menghela napas panjang, ia mengusap wajahnya dengan kasar. "Baiklah! Kalau kalian bersikeras, buktikan bahwa keputusan kalian ini bukan hanya karena emosi sesaat! Aku juga akan bicara pada Kakak tentang ini, jika dia menolak pernikahan kalian, maka aku akan tetap menjodohkan Aletha dengan pria pilihanku!"
Damian menatap Pak Hartman dengan tatapan penuh keyakinan. "Baik, Om. Aku terima tantangan itu. Aku yakin Papa akan menerimanya dan menikahkan kami."
"Anak-anak keras kepala!" ucap Pak Hartman tegas.
Setelah itu, Pak Hartman pergi dari hadapan mereka.
Bu Agnes menghampiri Aletha, menatapnya dengan tatapan sayu. "Apa kamu yakin, Nak? Ini bukan sesuatu yang bagus, Mama tidak yakin Om Pram akan setuju dengan keinginan kalian."
"Aku yakin, Ma. Aku juga yakin kalau Om Pram akan setuju," jawab Aletha, walaupun sebenarnya ia pun tak yakin.
"Tapi, kamu dan Damian adalah saudara sepupu. Mana mungkin Om Pram akan menerima hubungan kalian? Ada banyak hal yang akan dipertimbangkan, termasuk hubungan dua keluarga. Jika kalian menikah dan kemudian bercerai, hubungan kami akan buruk, keutuhan hubungan Papa kamu dengan Om Pram juga akan hancur."
Aletha terdiam, namun Damian segera menimpali. "Tante, Jangan khawatirkan tentang itu. Jika aku telah menikahi Aletha, maka aku akan selalu berusaha untuk menjaga hubungan kalian agar tetap baik termasuk menghindari perceraian. Aku bisa jamin, hubungan kami akan utuh dan gak akan pernah ada perceraian di antara kami."
Aletha menunduk, ia bahkan tak yakin pernikahan itu akan benar-benar terjadi atau tidak. Damian menggenggam tangannya, namun genggaman tangan Damian seolah tak dapat menghilangkan keraguan Aletha.
Bu Agnes menghela napas, "Baiklah, Damian. Tante tidak mau berpihak kepada ayahnya Aletha, sebab Tante tahu bagaimana rasanya menikah dengan orang yang tidak kita cintai. Tante hanya berharap jika nanti pernikahan kalian benar-benar terjadi, maka Tante ingin kamu selalu menjaga dan membahagiakannya."
"Aku akan melakukannya, percaya padaku. Jika Aletha menikah denganku, setidaknya Aletha nggak akan jadi korban keegoisan orang tua. Dan, aku pastikan Aletha nggak akan menyesal seperti Tante menikah dengan Om Hartman," jawab Damian yakin.
Bu Agnes menatap keponakannya dengan mata berkaca-kaca, apa yang Aletha alami persis dengan apa yang ia alami dahulu.
Ya, Bu Agnes juga menikah dengan Pak Hartman karena perjodohan orang tua. Wanita itu tak pernah mau menikah dengan Pak Hartman yang dikenal berwatak keras dan egois. Namun, orang tuanya tetap menikahkan mereka, hingga lahirlah Aletha di tahun kedua pernikahan.
Walaupun telah memiliki Aletha, namun kenyataannya Bu Agnes hingga detik ini tidak bisa mencintai suaminya, hatinya masih memendam kekecewaan atas pernikahan mereka yang di paksakan. Bukan hanya karena watak Pak Hartman yang tak disukainya, tapi juga karena Pak Hartman pernah main tangan dan berselingkuh darinya.
Kepercayaan Bu Agnes benar-benar hilang untuk suaminya, ia menjalani rumah tangganya demi kebaikan hubungan orang tua.
Damian memegang kedua bahu Bu Agnes, "Tante, jangan khawatir. Aletha akan aman bersamaku dan dia gak akan mengalami apa yang Tante alami."
Bu Agnes mengangguk dan berusaha tersenyum, "Tante percaya kamu, Dam."
Damian tersenyum, setidaknya salah satu orang tua Aletha berada di pihak mereka.
Damian menggenggam tangan Aletha erat dan membawanya keluar dari rumah itu. Aletha masih sedikit limbung dengan apa yang baru saja terjadi, tetapi ia membiarkan Damian menariknya menuju mobilnya yang terparkir di halaman.
"Ayo, kita pergi dari sini," ucap Damian pelan, namun penuh ketegasan.
Aletha menoleh ke belakang, melihat sosok ibunya yang masih berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan mata penuh kecemasan. Sementara itu, ayahnya sudah menghilang ke dalam rumah, mungkin sedang merencanakan langkah berikutnya untuk tetap menjodohkannya dengan pria pilihannya. Aletha menghela napas dan akhirnya mengikuti langkah Damian, masuk ke dalam mobil.
Setelah memasang sabuk pengaman, Damian menyalakan mesin mobil dan segera melajukan kendaraan keluar dari halaman rumah keluarga Hartman. Aletha hanya diam, memandang keluar jendela, pikirannya masih kacau.
"Aku nggak akan membiarkan mereka memaksa kamu lagi, Al," kata Damian tiba-tiba, memecah kesunyian di antara mereka.
Aletha menoleh ke arahnya. "Tapi, Damian… apa kamu yakin dengan ini? Maksudku, kamu baru aja bilang ingin menikahiku di depan Papa..."
"Kenapa harus tanya? Kamu sendiri yang bilang kalau kamu pengen nikah sama aku, kan? Harusnya kamu senang," kata Damian sambil menyetir.
"Aku tahu, tapi ini diluar dugaanku dan rasanya aku ragu. Gimana kalau Om Pram menolak? Gimana kalau keluarga kamu juga menentang kita? Sekarang, aku keluar dari rumah tanpa permisi pada Papa. Pasti Papa sangat murka."
Damian menatap lurus ke depan, ekspresinya serius. "Aku tahu ini nggak akan mudah, tapi aku nggak akan mundur. Aku udah bicara, dan aku akan menepati ucapanku. Lagipula, aku nggak mungkin membiarkan kamu tinggal di sana dan terus ditekan oleh Papa kamu. Biarkan dia marah, nanti kalau udah bosan pasti berhenti juga."
Aletha terdiam, hatinya berdebar kencang. Damian benar-benar serius.
_______________
Setelah menempuh perjalanan beberapa puluh menit, mobil Damian memasuki sebuah area perumahan mewah. Aletha mengenali tempat itu, karena ia tahu Damian memiliki rumah pribadi di sana. Damian menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah bergaya modern yang luas dan terlihat nyaman.
"Kita akan tinggal di sini untuk sementara sebelum Papaku dan Papamu memutuskan tentang pernikahan kita," kata Damian sambil turun dari mobil.
Aletha ikut turun dan menatap rumah itu dengan perasaan campur aduk. Ia tidak menyangka bahwa hari ini, hidupnya akan berubah secepat ini. Ia melangkah masuk setelah Damian membuka pintu untuknya.
Begitu masuk ke dalam rumah, Damian langsung menatapnya serius. "Aku tahu kamu masih ragu, tapi aku ingin kamu percaya padaku. Aku nggak akan pernah membiarkan kamu kembali ke rumah itu kalau mereka masih ingin menjodohkanmu dengan orang lain."
"Dam, tapi ini gak sesimpel yang kamu duga. Kalau Om Pram menolak, aku akan pulang ke mana? Papa gak akan mau menerimaku lagi."
"Itu artinya kamu ragu padaku, Al. Aku bisa kasih kamu keyakinan kalau aku akan tetap menikahi kamu."
Aletha menatap Damian, mencoba mencari kepastian dalam matanya. "Kenapa kamu bisa seyakin itu?"
"Tentu aku yakin, lihat aja nanti," jawab Damian dengan senyum kecil.
"Terus, kenapa kamu mau menikahi aku? Bukannya kamu bilang kalau kamu gak minat buat nikah lagi? Kamu gak suka aku karena aku tepos dan dadaku rata? Kamu juga gak suka cewek!"
Damian hanya mengangkat bahu, tidak berniat menjawab pertanyaan Aletha.
Aletha memicingkan mata, sedikit curiga terhadap Damian. "Apa jangan-jangan kamu sengaja mau menikahi aku untuk menutupi kelainan kamu itu?"
Damian dengan tenang menjawab, "Kan kamu sendiri yang bilang semalam kalau kamu bersedia aku nikahi untuk menutupi kelainanku. Jadi, sekarang kesempatan yang tepat untuk melakukannya."
Aletha mendesah, "Astaga... jadi beneran karena itu? Sama aja bohong kalau gitu!"
Aletha tampak menyesali perkataannya semalam, dia menduga memang Damian mau menikahinya untuk menutupi kelainannya. Damian tertawa dalam hati, melihat tingkah Aletha yang mulai kembali ke setelan awal membuatnya geli.
"Aaarghhh! Nyesel, nyesel, nyesel!!!" teriak Aletha dengan ekspresi kesal.
Damian hanya tersenyum melihatnya, entah mengapa Damian suka melihat Aletha kembali dengan sikap imutnya yang dulu selalu membuatnya kesal. Damian tak ingin melihat Aletha sedih, ia lebih suka melihat Aletha tersenyum, tertawa, dan bersikap random.
BERSAMBUNG...
padahal Damian sudah menemukan pelabuhannya
selesaikan dulu masa lalumu dam
kamu harus menggunakannya cara yang lebih licik tapi elegan untuk menjaga Damian yang sudah jadi milikmu