"Sedang Apa Kalian?"
"Wah! Mereka Mesum!"
"Sudah jangan banyak bacot! Kawinin Pak saja! Kalo gak mau Arak Keliling Kampung!"
"Apa?!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Sejak pertemuan terakhir dengan Si Duda Karatan, Tika tak pernah melihat Karim.
Karim Surya Darma. Pemilik KSD. Sebuah kenyataan diluar nalar Tika.
Bisa-bisanya Ia terjerat dalam lingkaran Si Duda Karatan. Mana selama ini Tika sudah banyak meraih keuntungan di platform menulis yang nyatanya milik Karim.
Ish! Males banget! Ngapain Gue mikirin Duda Karatan! Bo Am! Bodo Amat!
"Buat Semua buruan di gercepin! Khusus hari ini semua skincare yang Dewi Aurora jual semuanya hanya 17 Ribu! Kapan lagi, mau cantik, mau glowing cuma 17 Ribu! Ayo buruan. Cuma satu jam, Aku bakal kasih Kalian Skincare terbagus dan terbukti memutihkan, mencerahkan! Cuma 17 Ribu! Khusus hari ini, segera CO Payment ya Kakak, Buntik!"
Selesai live Tiktok, Tika sudah di woro-woro oleh Ibu Kita Kartini, Istri Pak Kartono, yang bukan Harum namanya bersiap.
Sang Ibu Kartini, sudah mencak-mencak tak sabar, riweuh mengurus persiapan acara perlombaan bersama warga lainnya.
Acara lomba tujuh belas Agustus yang diselenggarakan oleh RT dimana Bapak Kartono selaku Ketua RT dan Pak RW begitu antusias .
"Mbak, belum ganti baju?" Tama menonjolkan wajahnya ke depan pintu kamar Tika, sudah siap dengan kostum futsal.
"Iya bentar! Kamu ketularan Ibu Tam, bawel!"
"Bu, dikatain bawel sama Mbak Tika!"
"Awas Kamu! Mbak gak kasih duit jajan!"
Tika bersiap. Hari ini demi menyemarakkan perlombaan Tika sudah siap mengenakan seragam Voli, bertanding bersama Ibu-Ibu Muda lain yang siap melawan RT sebelah.
Tika memang terkenal piawai memainkan cabang olahraga yang satu ini. Servicenya selalu bikin keder lawan. Apalagi kalau sudah beraksi, gak heran setiap tahun selalu langganan juara di RW.
Hingga dimenit terakhir, tim Voli RT Tika masih unggul hingga saat pukulan terakhir, Tika kembali mencetak skor dan Tim Mereka kembali menang.
Namun hari sial memang tak ada di kalender, saat hendak mendarat, kaki Tika tiba-tiba tergelincir dan "Aw!" Teriak Tika yang jatuh dan Kakinya sukses terkilir.
Semua yang ada di lapangan segera menolong, kemenangan yang setimpal dengan ditutup terkilirnya kaki Tika.
"Aw! Pelan-pelan Bu! Sakit ini! Bekas tangan tukang urutnya masih terasa menempel, sakit luar biasa saat diurut sampai Tika jerit-jerit.
"Aww! Bu, anaknya lagi sakit! Malah dicubit! Tambah sakit tahu!"
"Ya Kamu, cuma diurut segitu aja teriaknya kayak habis diperawanin!"
Astaga! Ibu Kita Kartini Istri Pak Kartono yang bukan Harum namanya, kalo bacot asal jeplak aja! Emang sesakit itukah diPerawanin? Lah! Terus kenapa malah kebayang muka Si Duda Karatan? Ah! Harus cek ke Dokter! Padahal tadi pas jatoh kepala aman!
"Astaga! Ibu kali dulu gitu waktu sama Bapak!"
"Plak!"
"Aw! Astaga Bu! Ini sekujur badan jadi sakit deh! Ibu tangannya enteng banget! Badan anak remuk ini."
"Makanya ini Ibu bikinin beras kencur biar kaki Kamu di bebat yang terkilir."
"Ish! Spek bidadarinya suka berubah jadi Malaikat Maut!"
"Dah! Jangan banyak gerak dulu. Nanti sakit teriak lagi! Ibu mau bikinin Bapak kopi dulu."
Tika di dalam kamar, menatap pergelangan kakinya yang sudah dibebat ramuan beras kencur. "Gini amat! Pake acara terkilir lagi! Kan susah Gue! Padahal enak nih! Kan kalo gak sakit bisa ngemoll! Mumpung rame pada libur!"
"Tuh orang! Beneran ngilang ya! Kirain becanda doang! Gertak sambel!"
"Eh Tam! Ngapai fotoin Kaki Mbak?"
Tama masuk perlahan, mengendap nyaris tak terdengar sementara Tika yang sedang asik dalam lamunannya sendiri baru sadar saat Tama sudah berhasil memfoto kakinya yang terbalut kain.
"Mau kirim ke Mas Karim."
"Ngapain! Kurang kerjaan!"
"Ye! Masa Mbak sakit begini, Calon Bojo gak dikasih tahu! Dah Aku mau keluar dulu!"
Apa! Calon Bojo! Tama! Kok Bisa?
Tika lupa kalau kakinya sedang sakit, akibatnya hanya nyeri saat memaksakan bangun mengejar Tama yang sudah keluar rumah.
"Ya ampun Tika! Kan Ibu bilang jangan dipake jalan dulu! Kalo tambah bengkak gimana?"
Sudah kaki cenut-cenut, ditambah diomelin, sakitnya tuh disini!
"Ish! sebel banget!" Tika kembali ke dalam kamar, sementara Bu Kartini masih ngoceh-ngoceh panjang lebar menasehati Tika.
Tika yang biasanya betah di dalam kamar, mendadak kepingin keluar kamar. Manusia memang ya. Kalo biasanya Ibu maksa Tika supaya jangan nelor di kamar sekarang terbalik, Tika mau keluar bosen tapi dilarang sama Ibu karena kaki Tika masih sakit.
"Tik, keluar, ada Nak Karim di depan."
Tika sejenak terdiam. Mencerna apa yang Ibu Kartini, Ibunya katakan.
"Ampun deh punya anak perawan satu! Udah keseleo, sekarang kesambet! Buruan, Karim nungguin di ruang Tamu!"
"Nah, Kamu gak ganti baju? Mana belom mandi lagi."
"Kan kata Ibu gak boleh gerak, ya mana bisa Tika mandi, keluar kamar aja gak boleh."
"Heran! Jawab mulu! Ya udah temuin Karim. Ada Bapak juga yang nemenin."
Tika mematut sejenak dirinya didepan cermin, bukan mau dandan cuma memastikan aja tak ada belek atau iler, kan malu.
"Tik, ini Pak Karim mau jenguk Kamu," Pak Kartono kini melihat Tika dan Karim pandangannya langsung tertuju pada kaki Tika yang terbalut kain.
"Mau ke Dokter? Biar kakinya enakan?" Melihat jalan Tika yang masih sulit saat akan duduk, membuat Karim ngilu.
"Gak usah. Udah diurut. Sama Ibu juga udah dikasih beras kencur. Paling dua hari sembuh."
"Pak Karim, Tika, Bapak keluar dulu. Kalian ngobrol aja yang tenang."
Apa-apaan Si Bapak! Malah ninggalin anak gadis sama Duda Karatan berdua! Ya walaupun dirumah ada Ibu, tapi kan males aja nemenin Si Duda.
"Gimana bisa sampe terkilir sih? Kamu gak hati-hati main Volinya?"
"Gak usah lebay! Begini sih biasa!"
"Biasa gimana. Itu Kaki Kamu bengkak! Ke Dokter aja yuk!"
"Ga usah! Dua hari sembuh!"
"Takut kenapa-napa."
"Jiah! Ceritanya mode khawatir! Situ siape?"
"Lupa? Perlu diingetin?"
Tika mengernyitkan dahi, "Lupa apa?"
"Soal yang waktu itu. Udah ada jawaban kan? Kamu mau kapan? Dimana? Bilang aja!"
"Tunggu! Gue gak nerima ya!"
"Serius gak nerima penawaran Saya?"
"Serius lah!"
"Oke! Kalau gitu jangan salahkan Saya!"
"Apaan sih Gak Jelas!"
"Eh! Lo mau ngapain? Karim!"
"Sedang Apa Kalian?"
Pak RW dan beberapa warga masuk tiba-tiba ke rumah Pak Kartono, begitupun Pak Kartono yang menyusul dibelakang.
"Wah! Mereka Mesum!"
"Sudah jangan banyak bacot! Kawinin saja Pak! Kalo gak mau Arak Keliling Kampung!"
"Apa?!"
Suara-suara bergemuruh, saling tuduh dengan apa yang Mereka lihat padahal tidak sesuai dengan kenyataannya.
Karim Sialan! Duda Karatan! Semua ini gara-gara kelakuan dan kekonyolan yang entah apa yang sedang dipikirkan Karim saat ini.
Pak Kartono, dengan wajah merah, tatapannya campuran marah dan kecewa, sementara Bu Kartini, malu, menangis dalam pelukan Tama. Dan Tama, melihat bergantian pada Tika dan Karim dengan tatapan kecewa.
"Ini gak seperti yang Kalian pikirkan. Kita gak ngapa-ngapain. Ya kan Pak Karim?"
Namun Karim diam. Tak mendukung pembelaan Tika.
"Pak RT, Bapak harus nikahkan Mereka. Bagaimanapun Bapak disini orang yang Kami tuakan, dan Kami ingin Bapak tidak mentolerir hanya karena Tika anak Bapak!"
Pak Kartono memejamkan matanya. Malu! Tapi nasi sudah menjadi bubur. Banyak saksi dan semua berada di dalam rumahnya. Tentu saja jalan satu-satunya, menikahkan Tika dan Karim.
"Pak Karim,"
"Saya akan bertanggung jawab. Sekarang juga Saya akan menikahi Kartika."
"Loh kok?!"