Dendam Dan Cinta Tuan Mafia

Setelah serangkaian pemeriksaan medis yang terasa dingin dan impersonal, Aira kembali mengarahkan pandangannya ke sosok pria yang sejak awal tak henti-hentinya memperhatikannya. Pria itu, yang kini ia tahu bernama Rayyan, berdiri tegak di sudut ruangan, memancarkan aura misterius dan kekuasaan yang membuatnya semakin gelisah. Tatapannya intens, seolah berusaha menembus setiap lapisan pertahanannya, membuat Aira merasa seperti sedang ditelanjangi di depan orang asing.

Aira merasakan campuran emosi yang berkecamuk di dalam dirinya. Rasa ingin tahu yang besar mendorongnya untuk mengungkap identitas dan motif pria ini, namun rasa takut dan curiga menahannya untuk mendekat. Ia merasa seperti sedang berhadapan dengan teka-teki yang rumit, yang jika salah langkah, bisa membawanya ke dalam bahaya yang tak terduga.

Dengan tatapan kesal, Aira memalingkan wajahnya, berharap Rayyan akan menangkap sinyal ketidaknyamanannya dan segera meninggalkan ruang rawatnya. Ia ingin sendirian, memproses semua informasi yang membanjiri otaknya, dan mencari cara untuk menghadapi masa depan yang tampak begitu suram. Namun, harapannya sia-sia. Rayyan tetap berdiri di tempatnya, tak bergeming, seolah terpaku oleh sesuatu yang tak terlihat.

Suasana hening di ruang rawat itu tiba-tiba dipecah oleh suara langkah kaki yang mendekat. Seorang pria berpakaian rapi menghampiri Rayyan dan membisikkan sesuatu di telinganya. Aira dapat mendengar percakapan mereka, meskipun hanya sepatah dua patah kata. Ia mendengar kata-kata seperti "pengiriman", "masalah", dan "keamanan". Ia menyimpulkan bahwa Rayyan adalah seorang pria yang memiliki urusan penting dan mungkin berbahaya.

Setelah selesai berbicara dengan pria itu, Rayyan mengalihkan pandangannya ke arah beberapa pria berbadan tegap yang berdiri di dekat pintu. Aira baru menyadari bahwa ada beberapa pengawal yang berjaga di luar ruangannya. Ia merasa semakin aneh dan ketakutan. Mengapa ia membutuhkan pengawal? Apakah ia dalam bahaya? Apakah ada seseorang yang mengincarnya?

"Jaga dia," perintah Rayyan dengan suara rendah namun tegas kepada para pengawal. "Pastikan tidak ada seorang pun yang mendekatinya tanpa izin saya. Keselamatannya adalah prioritas utama."

Setelah memberikan perintah itu, Rayyan berbalik dan pergi dari sana dengan langkah cepat dan mantap, meninggalkan Aira yang semakin bingung dan ketakutan. Ia merasa seperti sedang berada di dalam film thriller yang menegangkan, di mana ia adalah tokoh utama yang tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Aira semakin bingung dengan siapa ia saat ini berhadapan. Siapakah Rayyan itu? Mengapa ia begitu peduli padanya? Mengapa ia menugaskan pengawal untuk menjaganya? Apakah ia adalah seorang teman lama yang datang untuk menyelamatkannya? Ataukah ia seorang musuh yang menyamar sebagai penolong?

Mungkinkah Rayyan adalah bagian dari masa lalunya yang telah lama terkubur? Mungkinkah ia adalah seseorang yang pernah ia cintai atau sakiti? Mungkinkah ia adalah seseorang yang memiliki dendam padanya dan ingin membalasnya?

Atau mungkinkah Rayyan adalah seseorang yang sama sekali tidak berhubungan dengan masa lalunya? Mungkinkah ia adalah seorang dermawan yang tergerak hatinya oleh penderitaannya? Mungkinkah ia adalah seorang psikopat yang terobsesi padanya dan ingin menjadikannya miliknya?

Biarpun Aira tak dianggap lagi oleh keluarganya, apa benar-benar tak ada lagi yang peduli padanya? Apakah ia benar-benar sendirian di dunia ini? Apakah ia ditakdirkan untuk hidup dalam kesedihan dan kesepian selamanya?

Air mata itu kembali meleleh, membasahi pipinya yang pucat dan kering. Keadaan, kondisi, dan situasinya saat ini benar-benar terasa begitu kejam dan tidak adil baginya. Ia merasa seperti sedang dihukum atas dosa-dosa yang tidak pernah ia lakukan. Ia merasa seperti sedang terperangkap dalam neraka yang tak berujung, tanpa harapan untuk diselamatkan.

Aira memejamkan matanya, mencoba menenangkan diri dan mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya. Ia berharap semua ini hanyalah mimpi buruk yang akan segera berakhir. Ia berharap ia akan segera bangun dan menemukan dirinya berada di tempat yang aman dan nyaman, dikelilingi oleh orang-orang yang mencintainya. Namun, ia tahu, itu hanyalah khayalan belaka. Kenyataan pahit akan terus menghantuinya, mengingatkannya akan semua yang telah hilang dan tidak mungkin kembali.

Tiba-tiba, Aira merasakan sentuhan lembut di tangannya...

Bersambung...