Bagi seorang ibu selama khayat di kandung badan kasih sayang pada anak tak akan hilang. Nyawa pun taruhannya, namu demi keselamatan sang anak Suryani menahan rindu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosida0161, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Foto Anakku
Jika Suryani tak mau dikunjungi Adi, itu karena dia khawatir jika anak tinggal Sunyoto tuannya yang meninggal menaruh dendam dan menyakiti Adi.
Makanya segala rindu dia tahan jangan sampai jantung hatinya itu tersakiti. Maka dia berpesan pada ibu sipir penjara untuk tidak memberitahukan keberadaannya di dalam penjara.
Rindu?
Jangan ditanya bagaimana hatinya berdenyut setiap saat mengingat nama Adinya. Namun kerinduannya cukup denhan derai air mata untuk menutupinya. Yang penting keselamatan Adi yang utama.
Dada Suryani bergemuruh. Rasa rindu ingin melihat anaknya yang kini sudah dewasa.
"Maaf terpaksa saya merahasiakan pada Bu Yani tentang kedatangannya, karena khawatir menjadi beban pikiran Ibu jika saya mengatakan tentang kedatangannya,"
"Bagaimana keadaan anak saya, Bu, bagaimana?!" Suryani menggebu ingin tahu keadaan fisik Adi dewasa.
"Tinggi, tampan dan santun," tersenyum sipir penjara.
"Ya Tuhan anak hamba sudah dewasa. Adi sudah dewasa dan sehat. Terima kasih Ya Allah Engkau telah melindungi Adiku," bahagia dan sedih berbaur dalam hatinya.
Suasana sepi. Sipir penjara turut sedih dan merasa haru pada perasaan Suryani yang berusaha untuk menekan keinginan bertemu anaknya, semata mata demi kenyamanan perjalanan hidup buah hatinya.
"Ya saya memang tidak mau anak saya datang ke penjara, itu demi nama baiknya, dan saya khawatir ada mata mata dari keluarga korban yang tahu jika anak saya datang. Saya takut mereka menyakiti anak saya," tak bisa membendung air mata yang sudah menggelayut di kedua sudut matanya,
Sipir penjara hanyut menatap perempuan yang menyeka air matanya itu.
"Tadi Adi datang lagi,"
"Oh!" Suryani terperangah, "Adi saya datang lagi, Bu?!" Kedua matanya melebar seiring dengan keterkejutannya.
"Ya," sipir mengangguk.
"Bagaimana fisik dan keadaan anak saya tadi, Bu?" Sungguh Suryani ingin mendengar penjelasan tentang keadaan fisik anaknya.
"Tetap sehat, gagah dan tampan," ujar sipir penjara.
"Ya Allah lindungi anak hamba,"
"Ini gambar saat tadi kami berbicara, saya mengambilnya dari rekaman CCTV," lalu sipir penjara memberikan foto Adi yang berbicara dengannya di ponselnya.
Bergetar tangan Suryani saat memegang hape dan menatap lekat gambar Adi yang kini berusia dua puluh tujuh tahun.
"Adi kamu sudah dewasa, Nak, Ibu rindu padamu ..." Air mata Suryani mengaliri kedua pipinya. Rasa rindu yang menggebu ingin menatap dan memeluk anaknya sungguh tak tertahankan.
Beberapa saat suasana sepi.
Suryani masih lekat menatap ke sosok dan wajah Adi di layar hape. Hingga kemudian ia tersadar. Segera dihapusnya air matanya.
"Maaf, Bu,"
"Tak mengapa Bu Yani, namanya rindu pada anak yang sudah lama tak kita lihat."Sipir penjara mengeluarkan foto berukuran postcart dari tasnya.
"Ini foto Adi saya cetak tadi," diberikannya foto yang sudah dicetak itu pada Suryani, "Bisa Ibu pandang kalau rindu,"
"Terima kasih banyak, Bu, terima kasih," dipandangnya foto Adi lalu diciumnya dengan penuh rasa cinta kasihnya yang dalam.
"Bu Yani," panggil sipir penjara sesaat setelah perempuan itu mencium berulang kali foto anaknya.
"Ya, Bu,"
"Anak Bu Yani seorang pelaut,"
"Adi belayar?" Suryani menatap sipir penjara.
"Ya dia bilang kapalnya tidak masuk Indonesia, jadi setiap kapalnya singgah di Singapore dia terbang ke Surabaya untuk mencari Ibu,"
"Oh anak saya bekerja di kapal asing kalau begitu,"
"Ya begitu menurut penuturannya. Anak Bu Yani bekerja di kapal milik Dubay,"
"Semoga Allah melindunginya," suara Suryani penuh semangat untuk anaknya.
"Hari ini kapalnya akan bertolak ke Dubay,"
"Jadi Adi sudah berangkat ke Dubay?"
Sipir penjara mengangguk. "Dari penjara dia langsung ke Juanda untuk terbang ke Singapore,"
Suryani menatap foto Adi, "Adi anak Ibu semoga dalam pelayaranmu dijauhkan dari mara bahaya, ya, Nak,"
*
Singapore
Adi duduk berhadapan dengan KKM kapal yang merupakan atasannya.
"Jadi bagaimana sudah mantap untuk cuti menikah?"
"Ya, Bas habis bagaimana calon mertua sakit sakitan beliau mendesak saya menikahi putrinya,"
"Boleh juga kau, Di, calon mertuamu itu memiliki perusahaan pelayaran besar di Surabaya rupanya,nya"
"Itu kebetulan saja, Bas,"
"Kita berandai-andai, nih, ya,".
"Apa, Bas?" Adi menatap Bas Yusman sang KKM kapal.
"Misalnya nanti calon mertuamu memintamu untuk berhenti belayar, dan kamu fokus mengurus perusahaan pelayaran miliknya?"
"Masih ada suaminya kakak calon istri saya yang tentu lebih pengalaman dari saya," sahut Adi tentang suami Nila yang tak bisa disepelekan ilmunya. Master lulusan luar negeri."Apalagi Mas Yanuar jauh lebih dewasa dari saya. Pokoknya lebih dari saya dalam segala hal, Bas," lanjutnya merendah.
"Ini dia, kamu selalu saja merendah. Bolehlah kamu ini lelaki yang tidak sombong. Tapi urusan membela diri itu penting. Jangan selalu kamu rendahkan dirimu di depan orang lain. Walau jangan tinggi hati dan jauhkan sifat sombong. Sejatinya kita harus punya keberanian untuk lebih bisa maju lagi."
"Ya, Bas,"
"Ya sudahlah masalah itu urusan nanti. Serahkan semuanya pada Yang Maha Kuasa, tapi jika nanti kamu dapat kesempatan untuk memajukan usaha mertuamu, dan engkau merasa mampu, kenapa tidak?!" Bas Yusman menepuk pundak anak muda yang sejak bergabung dalam satu Armada laut dengannya hampir tiga tahun lalu itu, sangat santun dan giat bekerja serta memiliki dedikasi tinggi dalam mengemban tugas.
"Oh ya bagaimana sudah bertemu Ibumu?"
"Belum, Bas," geleng Adi dengan muka sedih.
"Memangnya bagaimana sih hubungan kalian ibu dan anak sampai terpisah begitu?!"
Adi yang masih memegang permintaan Suryani untuk tidak menceritakan siapa ibunya itu, hanya menggeleng.
"Ya sudahlah itu rahasia hidupmu dengan ibumu. Jangan lupa selalu berdoa supaya kelak ada pertemuan antara kalian Ibu dan anak anak,"
"Ya Bas terima kasih," angguk Adi yang selalu mendapat bimbingan dari Bas Yusman tentang dunia kelautan.
"Sudah Boy tugas lagi, kita persiapan keluar dermaga sebentar lagi, oke?"
"Oke, Bas, siap!" Adi segera berdiri. Kapal dua jam lagi akan bergerak meninggalkan dermaga untuk bertolak ke Dubay.
Segera Adi kembali pada posisi tugasnya. Lelaki muda dengan jabatan masinis 2 ini telah memeriksa semua mesin kapal. Bersama awak kapal lainnya sudah siap untuk melakukan pelayaran dengan lama perjalanan laut beberapa hari, dalam jarak tempuh sekitar tiga ribu enam ratus mil.
Sesampainya di Dubay ia akan menghadap ke kantor untuk mendatangani cuti untuk menikah. Perusahaan memberikan cuti dua minggu tanpa pemotongan gaji. Bahkan pihak perusahaan telah berjanji untuk memberinya akomodasi gratis di sebuah hotel di Dubay jika Adi dan istri menginginkan bulan madu ke Dubay.
Kebetulan Dila sangat setuju jika bulan madu mereka ke Dubay. Maka sekalian pamit cuti, akan diterimanya pula bonus hotel untuk bulan madunya nanti.
Peluit panjang terdengar. Pertanda jika kapal dimana Adi bergabung di dalamnya sudah akan melakukan persiapan melepas tambang kapal dari dermaga.
"Ibu ..." gumam Adi