Di larang Menjiplak apalagi mengubah dalam dalam bentuk AU ataupun POV ceritaku. Karya ini dilindungi undang-undang!
Ketika sebuah kesalah pahaman membuat gadis 18 tahun yang masih duduk di bangku SMA terikat pernikahan dengan guru baru di sekolahnya. Begitu banyak drama dalam pernikahan mereka berdua yang jauh dari kata akur. Namun di balik itu semua mereka berdua saling membutuhkan satu sama lain.
"Bagaimana malam ini kita buat anak." Senyuman jahat terukir di wajah Zidan dan mendadak wajah Zila langsung pucat.
Gadis itu menggeleng cepat."Jangan Om. Aku masih dibawah umur. Badannya aku juga krempeng, Om juga nggak akan suka," ucap Zila memelas.
Azila yang manja dan Zidan yang galak bersanding dalam sebuah pernikahan yang tak terduga. Mampukah Zidan membina rumah tangga dengan gadis yang terpaut jauh lebih muda darinya? Dan bisakah Zila menjadi istri dari pria dewasa berusia 28 tahun saat teman-teman tengah menikmati kebebasannya sebagai remaja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon windanor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
A & Z: Perhatian Zidan
Walapun awalnya menolak, akhirnya Zila terpaksa mengikuti suaminya dari belakang dengan membawa beban berat yang tidak lain buku paket dan beberapa buku lainnya. Sumpah serapah terus terlontar dari mulutnya walau hanya gumaman pelan. Zila memutar bola matanya malas dan mencibir Zidan yang terlihat sok tampan menurutnya, bagaimana tidak dikatakan sok tampan setiap siswa perempuan yang menyapa pria itu hanya memasang wajah datar bak triplek.
Sekitar beberapa menit Zila sudah sampai di ruangan Zidan. Ia mengernyitkan keningnya dengan ruangan pria itu yang beda sendiri tidak satu ruangan dengan guru lainnya. Dan ia baru ingat ruangan ini merupakan gudang dan sekarang di sulap menjadi ruangan untuk Zidan. Aneh sekali. Ia merasa pria itu di istimewakan pihak sekolah. Sebenarnya Zidan ini siapa?
Zidan yang sudah duduk di kursinya menatap heran pada Zila yang masih berdiri mematung di dekat pintu yang sudah tertutup rapat.
"Sampai kapan kamu berdiri di sana?"
Suara Zidan membuat Zila membuyarkan kesibukannya menelisik ruangan putih abu-Abu itu. Gadis itu segera meletakkan buku yang ia bawa tadi di atas meja suaminya.
"Duduk," titah Zidan melirik sekilas pada kursi di depannya. Tanpa protes Zila mendudukkan dirinya di kursi yang berhadapan dengan Zidan dan meja sebagai pembatas diantara keduanya.
"Kenapa ruangan Om berbeda dengan guru yang lain? Biasanya guru yang lain ruangannya di gabung kecuali ruangan kepala sekolah," ucap Zila penasaran.
"Untuk apa bertanya hal yang tak penting?" balas Zidan. Zila berdecak kesal mendengar balasan pria itu.
"Kan cuma tanya. Tinggal jawab apa susahnya sih!" ketus Zila memberengut sebal.
Pria itu menggedikkan bahunya, tak peduli dengan ucapan gadis di hadapannya sekarang. Ia sibuk mengeluarkan bekal makanan dari dalam tas hitamnya.
"Ini. Di makan."
Zidan menyerahkan bekal makanan pada Zila. Gadis itu menyipitkan matanya ketika suaminya memberikan bekal makanan seolah menaruh curiga pada pria itu.
"Kenapa melihat saya seperti itu?" ucap Zidan kala mendapati tatapan aneh Zila.
"Aneh saja Om ngasih bekal makanan untuk aku. Pasti ada maunya ya?" tebak Zila tersenyum-senyum menatap Zidan.
"Pasti kamu sering berpikiran seperti ini setiap orang bersikap baik dengan kamu. Memang salah saya membawakan bekal?" Zidan balik bertanya pada Zila.
"Nggak salah sih. Tapi kenapa Om baik sama aku? Kan kita baru kenal."
"Maka dari itu saya ingin membangun kedekatan dengan istri sendiri." Zidan tersenyum setelah mengatakan itu, membuat Zila menatap horor suaminya.
Mendadak pikiran negatif muncul dalam kepala Zila. Tak biasa dengan sikap baik pria di hadapannya sekarang.
"Setelah pulang sekolah ikut saya pulang ke rumah, menemui bunda."
Damn!
Benar saja ucapan yang Zila lontarkan tadi. Ternyata pria itu memang ada maunya sampai membawakan bekal makanan untuknya.
"Saya ingin memperkenalkan kamu dengan orang tua saya. Dan bunda ingin segera bertemu dengan kamu. Jadi, kamu harus mau ikut saya."
Sedangkan Zila langsung menggeleng."Aku tidak mau. Hari ini sudah janji sama teman aku," ucapnya menolak ajakan Zidan.
"Hanya sebentar. Nanti kamu saya jajanin," ucap Zidan berusaha membujuk.
"Ih, Om kira aku anak kecil bisa di sogok sama jajanan!"
Zidan menghela napas berat. Ia terdiam sejenak memikirkan bujukkan apalagi agar gadis itu menuruti permintaannya.
"Kalau begitu nanti saya ajak kamu ke starbuck, bagaimana?"
Zila yang hendak menolak langsung mengantupkan bibirnya. Dan mendadak gadis itu mengangguk. Kapan lagi ia bisa ke tempat itu dan menguras dompet suaminya dengan membeli semua kue dan minuman di sana.
"Ya sudah kalau Om maksa."
Sedangkan Zidan geleng-geleng kepala mendengar balasan gadis itu. Ternyata cukup mudah membujuk Zila dengan iming-iming starbuck saja.
"Ayo makan dulu. Habiskan makanannya di sini," ucap Zidan.
"Nggak, ah. Aku makannya di kantin aja," tolak Zila.
"Kalau kamu keluar dari ruangan ini dengan membawa bekal nanti orang-orang curiga."
Zila yang mendengar itu langsung terdiam. Ucapan pria itu memang benar juga, apalagi kalau Dina melihat ia membawa bekal pasti langsung di todong pertanyaan keponya itu. Apalagi ia termasuk orang yang tidak suka membawa-bawa makanan dari rumah.
"Ya sudah, aku makan di sini."
Zila membuka tutup bekal dan senyuman sumringah langsung menghiasi wajahnya. Bagaimana tidak, isi bekal ini adalah spaghetti dengan potongan daging kecil-kecil kesukaannya. Tanpa berkata apapun ia langsung menyantap makanan tersebut tanpa menghiraukan tatapan suaminya.
Sedangkan sudut bibir Zidan berkedut menatap gadis yang terlihat rakus itu menyantap makanan yang bundanya buatkan.
•
•
"Ngapain aja di ruangan bapak Zidan sampai bel masuk sekolah baru keluar?"
Nah, benarkan. Sudah ia duga pasti teman super keponya itu langsung menodong pertanyaan padanya. Zila menoleh ke arah Dina seraya tersenyum.
"Ke-po. Lagian aku di ruangan bapak Zidan cuma di suruh beresin buku aja."
"Bohong! Pasti kamu ada apa-apanya sama bapak Zidan. Kamu nggak sadar sepanjang pelajaran tadi bapak Zidan curi-curi pandang sama kamu."
Badan Zila mendadak kaku. Ada gelenyar aneh yang berdenyut-denyut dalam jantungnya mendengar ucapan Dina. Tapi, mana mungkin dalam waktu singkat pria itu langsung tertarik dengannya. Walau ia akui, dirinya memang cantik dan mempesona. Tapi itu terlalu cepat bila suaminya langsung klepek-klepek dengannya padahal ia belum mengeluarkan skillnya yang sudah lama terpendam setelah ia memilih menjadi jomblo wati sampai lulus sekolah nanti.
"Zila...!!" pekik Dina seraya mencubit lengan Zila yang langsung tersadar dari lamunannya.
"Aduh sakit. Jangan dicubit!" Zila mendorong Dina kesal.
"Kamu tuh yang budek. Dari tadi aku panggil-panggil, kamu asyik ngelamun!"
"Tapi jangan dicubit, sakit tahu!"
"Dua manusia aneh," celetuk Kayla menatap Zila dan Dina tidak jauh dari tempat duduknya.
"Bukan hanya aneh mereka berdua juga bodoh," timpal Eva yang menyudahi membaca novel yang baru saja ia pinjam di perpustakaan.
"Pokoknya aku nggak boleh kalah saingan dengan Zila. Apa menariknya Zila, badan tepos kayak orang cacingan," umpat Kayla yang juga sempat melihat bapak Zidan terus menatap Zila sepanjang pelajaran tadi.
_________
Hei semuanya! Terima kasih sudah mampir
Jangan lupa tinggalkan jelak dengan memberikan like dan komen.
See you di part selanjutnya
Jgn ngegantung gini donk thor ceritanya..
Author hrs tetep semangat ngelanjutin ceritanya