NovelToon NovelToon
Jatuh Cinta Dengan Adik Suamiku

Jatuh Cinta Dengan Adik Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Selingkuh / Anak Kembar / Dijodohkan Orang Tua / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Mila julia

Keira hidup di balik kemewahan, tapi hatinya penuh luka.
Diperistri pria ambisius, dipaksa jadi pemuas investor, dan diseret ke desa untuk ‘liburan’ yang ternyata jebakan.

Di saat terburuk—saat ingin mengakhiri hidupnya—ia bertemu seorang gadis dengan wajah persis dirinya.

Keila, saudari kembar yang tak pernah ia tahu.

Satu lompat, satu menyelamatkan.
Keduanya tenggelam... dan dunia mereka tertukar.

Kini Keira menjalani hidup Keila di desa—dan bertemu pria dingin yang menyimpan luka masa lalu.
Sementara Keila menggantikan Keira, dan tanpa sadar jatuh cinta pada pria ‘liar’ yang ternyata sedang menghancurkan suami Keira dari dalam.

Dua saudara. Dua cinta.
Satu rahasia keluarga yang bisa menghancurkan semuanya.

📖 Update Setiap Hari Pukul 20.00 WIB
Cerita ini akan terus berlanjut setiap malam, membawa kalian masuk lebih dalam ke dalam dunia Keira dan Kayla rahasia-rahasia yang belum terungkap.

Jangan lewatkan setiap babnya.
Temani perjalanan Keira, dan Kayla yaa!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mila julia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17.Simpati dan Trauma

Sejak kejadian di lobi hari itu, Revan sudah berhenti memedulikan apa kata orang.

Mau dibilang bucin? Silakan.

Cowok halu? Biarin.

Tukang cari muka, tukang selingkuh, simpanan tante-tante—apa pun labelnya, semua lewat begitu saja di telinganya.

Buat Revan, yang penting satu: Keira sekarang ada di kantor. Dan itu satu-satunya kesempatan yang bisa ia genggam tanpa campur tangan rumah—tempat yang penuh tekanan dan amarah.

Rumah terlalu sempit untuk bernapas.

Terlalu banyak mata yang mengawasi, terlalu banyak suara yang menghukum. Ada Leo, si boneka pemarah yang selalu merasa berkuasa. Ada Mama tiri yang tatapannya setajam pisau dapur. Ada Papa Hadiwijaya, sibuk menjaga nama besar sambil pura-pura buta. Dan ada adik tiri—bayangan gelap yang selalu mengintai dari balik pintu.

Tapi di kantor… meski Leo masih jadi iblis di setiap sudut, Revan setidaknya bisa menjadi dirinya sendiri.

Pagi itu, udara masih dingin, aroma kopi dari warung depan kantor samar terbawa angin. Beberapa karyawan berlalu-lalang dengan wajah setengah mengantuk.

Revan sudah berdiri di depan pintu masuk, bersandar santai pada dinding kaca, tangan kirinya memegang sebotol isotonik dingin. Ia menatap jalanan, lalu matanya menangkap mobil hitam berhenti di depan.

Kayla turun dari mobil pengawal Leo. Tas kecil tersampir di bahu. Langkahnya mantap, tapi matanya tak pernah lepas dari sekeliling—waspada, seperti orang yang sudah terlalu sering dikhianati.

“Pagi, Nona OB,” sapa Revan sambil mengangkat botol isotonik, menawarkan dengan senyum tipis.

Kayla menoleh singkat. Ada tarikan napas pelan sebelum ia menjawab, suaranya datar. “Ngapain lo di sini?”

“Nunggu lo,” jawab Revan santai, bahunya terangkat sedikit. Bibirnya membentuk senyum menggoda. “Gila… lo keren banget. Daster lo tuh… kayak koleksi Paris Fashion Week.” Ia terkekeh, separuh bercanda, separuh mencoba mencairkan suasana.

Kayla menatapnya sebentar—tatapan yang campuran antara malas dan tak percaya. Lalu bibirnya mengulas senyum tipis, entah untuk meremehkan atau sekadar mengabaikan. “Ini dress, tolol.”

Ia meraih botol itu dari tangan Revan, dinginnya menyentuh kulit, lalu berbalik dan melangkah masuk tanpa menunggu jawaban.

Revan membiarkannya lewat. Ia hanya berdiri, matanya mengikuti punggung Kayla yang menjauh. Saat gadis itu menoleh sekilas, sudut bibirnya terangkat—sangat tipis, cepat sekali, nyaris tak terlihat.

Tapi Revan melihatnya.

Dan untuknya, itu lebih dari cukup untuk bertahan.

___

Siang itu, kantin kantor dipenuhi aroma gorengan yang menguar dari sudut dapur. Suara piring beradu, sendok garpu yang berderit, dan obrolan karyawan bercampur jadi satu riuh rendah.

Di sudut paling tersembunyi, Revan duduk dengan satu kaki disilangkan, punggung bersandar santai di kursi plastik yang sedikit goyang. Dari tempat itu, ia bisa mengamati seluruh ruangan tanpa terlalu mencolok. Tapi buat apa sembunyi, kalau bisa langsung mendekat?

Matanya menangkap Kayla di meja OB. Kepala gadis itu menunduk, jemarinya lincah menari di layar ponsel. Sesekali bibirnya bergerak, seperti membaca sesuatu dalam hati.

Revan bangkit. Langkahnya santai, tapi ada sedikit sengaja memperlambat agar bisa mengamati ekspresi Kayla sebelum ia sampai di meja.

“Belum makan?” suaranya ringan, tapi cukup nyaring untuk memotong konsentrasi.

Kayla tak mengangkat kepala. “Gue kerja. Bukan keluyuran kayak lo.” Nada suaranya datar, dingin. Jemarinya tak berhenti mengetik.

Revan tersenyum tipis. Ia menarik kursi di depannya, lalu meletakkan sekotak mie goreng panas di atas meja. Uapnya mengepul, mengirim aroma gurih manis yang langsung menusuk hidung. Level dua—persis favorit Keira—dengan ekstra topping irisan bakso dan taburan bawang goreng yang renyah.

“Gue nggak minta,” gumam Kayla, matanya sekilas melirik kotak itu. Tapi jemarinya langsung menariknya mendekat, seolah takut ada yang keburu mengambil.

Revan menahan tawa, tapi ujung bibirnya tetap terangkat. “Cewek emang susah ditebak, ya?”

Kayla akhirnya mengangkat kepala. Tatapannya menusuk, tapi di sudut matanya ada kilatan tipis yang sulit dibaca—antara kesal dan geli. “Lo kasih. Gue ambil. Sesimpel itu.”

Revan nyengir, mencondongkan tubuh sedikit ke depan. “Kalau nggak habis, boleh lah sisakan dikit buat gue.”

“Sorry. Udah ludes… di pikiran,” jawab Kayla sambil menyuap mie itu ke mulutnya. Gerakannya santai, tapi jelas ia menikmati setiap kunyahan.

Revan bersandar kembali. Matanya tak lepas dari wajah Kayla yang mencoba tetap datar, padahal ada sudut bibir yang nyaris membentuk senyum.

Dan buat Revan, itu kemenangan kecil di tengah siang yang bising.

___

Sore menjelang. Koridor kantor mulai lengang. Cahaya matahari yang condong masuk lewat jendela panjang, memantul di ubin licin yang baru saja dipel.

Kayla keluar dari toilet sambil mengibaskan kedua tangannya yang basah. Air keran kantor memang suka seenaknya memercik, membuat bagian depannya sedikit basah. Ia menghela napas kesal.

Tiba-tiba, dari celah sempit antara lemari alat kebersihan dan tembok, muncul sebuah kepala.

Revan.

Kayla spontan berhenti, alisnya naik. “Lo ngapain di situ?” Nada suaranya lebih kaget daripada marah.

Revan, yang masih jongkok, menyunggingkan senyum setengah miring. “Gue tahu lo di dalam. Nih.” Ia meraih sesuatu dari saku jaketnya dan menyodorkan tisu basah serta hand sanitizer. Gerakannya santai, tapi matanya awas, seperti sedang membaca reaksi Kayla.

Kayla menghela napas lewat hidung. “Lo pikir gue bayi? Nungguin orang di depan kamar mandi segala.” Tangannya terlipat di dada, tapi kepalanya sedikit menunduk ke tisu yang disodorkan.

Revan berdiri tegak, sedikit bersandar ke tembok. “Gue cuma nggak mau lo kepleset. Trus masuk berita: OB terjatuh karena ubin korporat.” Nada suaranya dibuat dramatis, lengkap dengan alis terangkat.

Kayla berdecak. Ia meraih tisu itu cepat, seperti malas berdebat, lalu berjalan tanpa menoleh. Tapi di sela langkahnya, ia tetap mengusap tangan pelan-pelan, menyalakan hand sanitizer itu.

Tiga langkah menjauh, bibirnya terangkat samar. Lirih. Tak ada yang melihat.

Revan hanya menatap punggungnya, tidak sadar bahwa udara di koridor itu baru saja berubah—sedikit lebih hangat.

Hari-hari setelahnya, Revan semakin rajin muncul entah dari mana. Kadang ia menyelipkan susu kotak di balik gagang sapu. Kadang nongol dari pantry dengan permen mint di tangan.

“Buat menyegarkan napas. Abis ngepel WC, kan?” ucapnya santai sambil mengangkat alis.

Kayla melirik tajam, sudut matanya menyipit. “Lo mau mati?” Tapi tetap saja, permen itu diselipkannya ke saku.

Berlapis. Begitu cara Kayla. Mulutnya dingin, tapi tangannya selalu menerima. Sikapnya kaku, tapi langkahnya tak pernah benar-benar menjauh. Retakan kecil mulai tampak di permukaan—senyum tipis yang singgah sebentar, tatapan sesaat yang tertahan, gestur yang tak selesai.

Dan Revan… tak pernah takut dengan hal yang rumit.

Buatnya, Keira itu seperti rubik—ribet, berwarna-warni, bikin penasaran, tapi bukan berarti tak bisa diselesaikan.

Hanya butuh waktu. Dan sogokan makanan.

$$$$$

Sejak kabar tentang Keira palsu yang diduga berselingkuh dengan Revan di kota tersebar lewat sebuah artikel viral, Keira asli berubah. Suaranya jarang terdengar di kebun. Tangannya tetap bekerja mencabut gulma, tapi gerakannya lambat, tanpa semangat. Sesekali ia menatap langit lama-lama, seolah mencari jawaban yang tak kunjung turun.

Aldi memperhatikan semua perubahan itu dari jauh. Beberapa kali ia mencoba mengajaknya mengobrol, tapi Keira hanya membalas dengan senyum tipis atau anggukan tanpa kata, seperti daun kering yang jatuh diam-diam di tengah angin.

Pikirannya terlalu penuh oleh bayangan Kayla di kota. Apa sekarang dia menderita? Apa Leo memperlakukannya sekejam itu? Atau… jangan-jangan Leo sudah tahu bahwa gadis yang tinggal bersamanya bukan istri aslinya?

Artikel itu memang akhirnya ditarik, hilang dari peredaran. Tapi kegelisahan Keira tidak ikut pergi. Malam-malamnya dihabiskan dengan menatap langit, bibirnya bergerak pelan melafal doa, berharap Kayla selamat di sana.

Siang yang dingin itu, Keira jongkok di tepi bedengan. Jemarinya mencabut gulma, tapi matanya kosong, pikirannya jauh entah ke mana. Angin membawa aroma tanah basah dan dedaunan, menusuk kulit.

Sebuah tepukan lembut mendarat di pundaknya.

“Key…” suara Aldi pelan, seperti takut mengagetkan.

Keira tersentak, menoleh cepat. Ada gurat cemas di wajah Aldi.

“Kamu kenapa, sih? Dari kemarin kelihatan aneh. Murung terus. Kamu sakit, ya?” tanyanya, menunduk sedikit untuk menatap mata Keira.

Keira buru-buru menggeleng, senyum kecil dipaksakan menghiasi wajahnya. “Nggak, Mas. Lagi nggak enak badan aja. Mungkin butuh penyesuaian sama cuaca di sini. Kan dingin terus akhir-akhir ini,” ujarnya, berusaha terdengar ringan.

Aldi memandangi wajahnya agak lama. Tidak memaksa, tapi tatapan itu jelas membaca bahwa Keira sedang menyembunyikan sesuatu.

“Kalau gitu, nanti aku buatin minuman jahe, ya. Besok-besok tiap pagi aku bawain. Biar badan kamu hangat.”

Keira mengangguk pelan. Ada kilat haru di matanya, tapi cepat ia sembunyikan. Kayla mungkin punya Revan di kota. Tapi di sini… ia punya Aldi—lelaki yang tak pernah lelah menjaganya.

Sore itu, Aldi mengajaknya ke gudang untuk menyortir dan menyusun sayuran segar hasil panen. Katanya sekalian ingin memperbaiki ruang pendingin yang sering ngadat. Keira menurut, meski pikirannya masih diliputi resah.

Mereka bekerja bersebelahan. Keira di ruang utama, memisahkan sayuran yang layak dan tidak. Aldi di ruangan sebelah, tubuhnya setengah masuk ke panel mesin pendingin. Bunyi obeng yang memutar baut, aroma logam, dan suara sayuran yang jatuh ke keranjang memenuhi ruang.

Hari merangkak gelap tanpa mereka sadari.

Tiba-tiba, klik—semua lampu padam.

Keira terhenti. Gelap pekat menelan seluruh ruangan. Dengung mesin pendingin hilang. Detik berikutnya, tubuhnya menegang. Nafasnya memburu. Bau karat, tanah lembap, dan suara tikus yang menggerogoti kardus mengendap di telinganya… dan semua itu berubah menjadi mimpi buruk yang pernah ia alami.

Leo… gudang… rantai besi… jeritan yang tak pernah sampai ke telinga siapa pun…

Keira mundur perlahan, punggungnya menempel ke dinding yang dingin. Jemarinya bergetar. Matanya terbuka lebar, tapi pandangannya kabur. Jantungnya berdetak tak karuan, seperti hendak meloncat keluar.

Dari ruang pendingin, Aldi mendengar suara benda jatuh. Ia keluar dengan senter di tangan. Cahaya putih kecil menyapu ruangan, hingga menemukan Keira yang terduduk di sudut. Wajahnya pucat, bibirnya bergetar, nafasnya pendek-pendek.

“Key! Kamu kenapa?” Aldi langsung berlutut, tangannya menyentuh pipi Keira yang terasa dingin.

Tapi yang Keira lihat bukan Aldi. Di matanya, wajah itu milik Leo—dingin, bengis, mengintai.

“Tenang… liat aku… tarik nafas pelan. Ikutin aku,” ucap Aldi, suaranya tegas tapi lembut, mencoba meraih kesadarannya.

Namun Keira tak sanggup. Napasnya terputus-putus, dadanya seolah ditindih batu besar. Dunia di sekitarnya mengecil… gelap…

Tubuhnya limbung, dan ia jatuh pingsan dalam pelukan Aldi.

.

.

.

Bersambung.

1
Alyanceyoumee
mantap euy si Revan
Kutipan Halu: hahah abis di kasih tutor soalnya kak 😄😄
total 1 replies
Bulanbintang
Iri? bilang boss/Joyful/
Kutipan Halu: kasih paham kakak😄😄
total 1 replies
CumaHalu
Suami setan begini malah awet sih biasanya 😤
Kutipan Halu: awett benerrr malahan kak😄
total 1 replies
iqueena
Kasar bngt si Leo
Kutipan Halu: kasih tendangan maut ajaa kak, pukulin ajaa kayla ikhlas kok🤣
total 1 replies
Pandandut
kay kamu mantan anak marketing ya kok pinter banget negonga
Kutipan Halu: kaylanya sering belanja di pasar senin kak🤣
total 1 replies
Dewi Ink
laahh, pinter nego si Kayla 😅
Kutipan Halu: biasa kakk valon emak2 pinter nego cabe di pasar😄😄
total 1 replies
Alyanceyoumee
nah gini baru perempuan tangguh. 😠
Yoona
😫😫
CumaHalu
Kapok!!
Makanya jadi suami yang normal-normal aja😂
Pandandut
mending ngaku aja sih
Pandandut
pinter juga si revan/Slight/
iqueena
pintar juga Revan
Dewi Ink
mending ngaku duluan si dari pada ketahuan
Yoona
leo juga harus ngerasain
Alyanceyoumee
mantap...👍
CumaHalu
Wah, hati-hati Kayla.😬
CumaHalu
Astaga😂😂😂
Bulanbintang
dua kali lebih lama, 😩😒
Bulanbintang
kompak bener😅
iqueena
Sesuai namanya LEO, Kayla, kamu masuk ke kandang singa 🥲
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!