NovelToon NovelToon
Anjani Istri Yang Diremehkan

Anjani Istri Yang Diremehkan

Status: tamat
Genre:Poligami / Janda / Selingkuh / Tamat
Popularitas:2.9M
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

Uang miliaran di rekening. Tanah luas. Tiga ratus pintu kontrakan.

Anjani punya segalanya—kecuali harga diri di mata suaminya dan keluarganya.

Hari ulang tahunnya dilupakan. Status WhatsApp menyakitkan menyambutnya: suaminya disuapi wanita lain. Dan adik iparnya dengan bangga menyebut perempuan itu "calon kakak ipar".

Cukup.

"Aku akan tunjukkan siapa aku sebenarnya. Bukan demi mereka. Tapi demi harga diriku sendiri."

Dan saat semua rahasia terbongkar, siapa yang akan menyesal?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 24

Anjani berdiri di depan rumah besar peninggalan orang tuanya—rumah yang kini dihuni oleh sang kakak, Reno. Matanya berkaca-kaca, tapi senyumnya tetap hangat.

"Ka, aku pulang dulu, ya," ucap Anjani pelan.

Reno mengangguk, memeluk adiknya sebentar. "Ya, hati-hati di jalan, Dek."

Rini langsung memeluk Anjani lebih erat. "Jangan sungkan hubungi Kakakmu. Jangan dipendam semua sendiri, ya."

Dengan lembut, Rini mengusap punggung Anjani. Anjani mengangguk pelan, menahan isak.

Reno lalu menoleh ke Rizki yang sejak pagi hanya diam, berbeda dari biasanya. "Ki... anterin adek gue ke bandara, ya. Selamat sampai tujuan."

Rizki mengangkat alis, berusaha tersenyum. "Siap, Bos."

"Tenang aja, Ki... kalau jodoh, nggak bakal ke mana," ujar Reno sambil menepuk bahu Rizki.

Rizki mendesah, lalu menatap Anjani. "Kalau bukan jodoh, aku harus apa, Ren?"

"Ya relakan," jawab Reno sambil tersenyum.

"Kirain kalau nggak jodoh, kamu bisa jodohin aku sama adik kamu yang lain," celetuk Rizki.

Anjani melotot. "Ki! Kamu apaan sih?"

"Namanya juga usaha," balas Rizki, nyengir.

"Udah, ayo berangkat. Nanti aku ketinggalan pesawat," ucap Anjani, berusaha menyembunyikan senyumnya.

.....

Sepanjang perjalanan, Rizki memutar lagu galau dari playlist lamanya. Ia ikut menyanyi, suaranya serak-serak kering.

"Pergilah kasih... kejarlah selingkuhanmu..." ucapnya tanpa beban, padahal liriknya salah.

Anjani melirik cepat. “Itu ‘keinginanmu’, bukan ‘selingkuhanmu’.”

Rizki mengangkat bahu. “Sama-sama bikin pergi, kan.”

Anjani tertawa kecil. “Suara kamu lumayan, loh.”

“Terima kasih.” Rizki tersenyum sekilas. “Tapi lebih bagus kalau nggak nyanyi ya?”

“Tepat sekali.” Anjani tergelak.

Mereka diam sebentar. Jalanan lengang. Udara dingin masuk dari kaca yang sedikit terbuka.

“Ngapain lagi ke Jakarta? Di sini aja, hidup lebih tenang,” kata Rizki sambil tetap fokus nyetir.

Anjani menghela napas. “Sidang cerai belum selesai, terus kontrakan harus dicek. Ada seminar juga.”

Rizki melirik. “Kamu tahu nggak, kenapa yang kuliah militer jadi tentara, yang kuliah kedokteran jadi dokter?”

Anjani berpikir. “Karena sistemnya jelas dan langsung praktek?”

“Nah. Sederhana. Praktek langsung. Masuk, belajar, terjun.”

“Terus kenapa dengan pertanian?”

“Cuma 0,8% lulusan pertanian yang jadi petani. Sisanya lari ke PNS, kantor, atau profesi lain.”

“Kenapa bisa begitu?”

“Karena dari awal terlalu banyak teori. Kuliah di kelas, bukan di sawah. Jadi ya, mereka nggak merasa cocok dengan dunia lapangan.”

Anjani mengangguk perlahan. Rizki melanjutkan, suaranya tenang.

“Kamu juga, Ni. Isi seminar di hotel bintang lima, bahas pentingnya bertani. Tapi petani masih gagal panen.”

“Jadi maksud kamu?”

“Bahas petani ya di sawah. Ajak peserta nyangkul, bukan ngisi formulir. Formalitas itu boros waktu dan anggaran.”

Anjani menatapnya, kali ini tanpa senyum. Ada yang mengusik pikirannya.

Rizki menambahkan pelan, “Kalau mau bantu petani, jangan ribet. Lihat masalahnya langsung, kasih solusi yang masuk akal. Sesimpel itu.”

...

Anjani menarik napas panjang. Di balik sikap usil dan santainya, Rizki ternyata pria yang bicara apa adanya. Tanpa drama.

“Ki, kenapa kamu cerai sama istrimu?” tanyanya pelan.

“Gak cocok,” jawab Rizki sambil tetap menatap jalan.

“Masa cuma itu?”

“Aku orangnya simpel, Ni. Gak suka ribet. Semua yang dia minta, aku turutin. Tapi makin lama, dia mulai abai sama Sefty.”

“Sefty?”

“Anak kami. Dia lebih sibuk urus penampilan, gengsi, pencitraan. Padahal buatku, yang penting itu hidup bahagia. Walau gak dihormatin orang, asal anak sehat dan senyum, cukup. Tapi dia... gak mikirin itu.”

Anjani menatapnya lama. “Terus kenapa perusahaan kamu dikasih ke dia semua?”

Rizki mengangkat bahu. “Dia mintanya itu, ya aku kasih. Dia minta harta, aku minta hak asuh anak. Selesai.”

“Gak sayang sama harta sebanyak itu?”

“Untung Viona gak minta nyawa aku. Kalau minta, baru aku pikir-pikir. Tapi cuma harta? Ambil aja. Yang penting aku bisa hidup bareng Sefty.”

Anjani terdiam. Ada rasa salut dalam dirinya. Tapi belum cukup untuk tumbuh jadi rasa suka. Baginya, Rizki masih terlalu... tak terduga.

......

Di bandara, Rizki membantu membawa koper Anjani sampai ke pintu keberangkatan. Tatapannya penuh harap, tapi mulutnya tak berkata apa-apa.

“Udah, jangan liatin aku kayak gitu. Aku bukan mau ke perang,” ujar Anjani sambil tersenyum.

“Ya siapa tahu pulangnya bawa suami baru,” balas Rizki setengah bercanda.

“Ki, jangan aneh-aneh.”

Rizki tertawa pelan, lalu menunduk. “Hati-hati ya, Ni.”

Anjani mengangguk. “Makasih... untuk hari ini.”

Setelah sosok Anjani menghilang di balik pemeriksaan, Rizki baru berbalik dan meninggalkan bandara dengan langkah pelan.

Sementara itu, di ruang tunggu, Anjani tak menyangka bertemu Raka.

“Kamu juga balik ke Jakarta?” tanya Anjani.

“Iya. Kebetulan banget. Duduk kita barengan pula, liat nih tiketnya.”

Di dalam pesawat, mereka duduk berdampingan.

“Jadi kemarin aku ketemu presiden,” kata Raka antusias. “Beliau semangat banget soal program wirausaha muda.”

“Oh ya?”

“Terus, minggu depan aku ngisi pelatihan entrepreneur di Bandung. Beberapa menteri juga hadir. Katanya mereka tertarik replikasi programku di daerah.”

Anjani hanya tersenyum tipis. “Wah, keren.”

“Kamu kok diam aja?”

“enggak..aku salut saja sama kamu makanya aku diam,” jawab Anjani pelan.

Diam-diam, pikirannya kembali pada Rizki. Pria nyeleneh yang lebih peduli substansi daripada seremonial. Tak banyak gelar, tak banyak basa-basi—tapi kalimatnya selalu mengena.

......

Lusi duduk di lobi hotel, menarik napas kesal. Koper kecilnya tergeletak di samping, sementara resepsionis tadi baru saja menolak permintaannya untuk menginap.

"Maaf, Mbak, kami tidak bisa menerima tamu dengan nama ini," ujar petugas itu tadi, dengan senyum kaku sambil menunjuk KTP Lusi.

Sudah tiga hotel ia datangi. Hasilnya sama. Wajahnya terlalu dikenal. Nama keluarganya—terutama nama sang ayah—masuk daftar hitam.

"Gila... mau tidur di mana coba? Mana teman-temanku sekarang?" gerutunya. "Dulu berlomba-lomba ajak foto bareng, sekarang kayak nggak kenal."

Ponselnya tiba-tiba berdering. Nama Riki muncul di layar. Ia menarik napas, lalu menekan tombol hijau.

“Halo, sayang,” sapa Lusi, mencoba terdengar ceria.

“Ibu minta kita akad malam ini,” ucap Riki langsung. “Kalau nggak, uang yang kemarin itu harus dikembalikan.”

“Apa? Mana bisa! Uangnya udah aku DP buat hotel!” Lusi panik.

“Resepsi tetap di hotel. Tapi akad harus malam ini. Atau maksimal besok pagi. Ibu makin khawatir.”

“Lusi, ibu cuma khawatir. Dia pengen kamu aman. Makanya minta dipercepat.”

“Besok aja ya? Tapi ayahku nggak bisa datang malam ini. Dia masih di Kanada. Lagi urus diskusi ekonomi global,” ucap Lusi tenang—padahal tahu betul, ayahnya sedang di lapas karena kasus korupsi anggaran.

“Ya udah. Pake wali hakim aja, nggak masalah. Yang penting sah dulu.”

“Baik. Aku ke sana sekarang.”

“Aku jemput ya di apartemenmu?” tawar Riki.

“Enggak usah! Aku aja yang ke sana,” potong Lusi cepat.

Ia menutup telepon. Apartemen tempat tinggalnya sudah disegel kejaksaan. Pintu depannya dipasangi garis kuning. Kalau Riki tahu, bisa jadi rencana semua ini gagal total.

....

Lusi turun dari taksi online dengan wajah lesu. Di tangan kirinya tergenggam koper kecil berwarna merah marun. Belum sempat melangkah jauh, Nina sudah memburunya dengan wajah penasaran.

"Mbak, kok sendirian aja?" tanya Nina, terheran-heran.

"Keluar negeri mereka. Ya udah, aku sendiri aja," jawab Lusi cepat. Bohong, tentu saja. Tak satu pun anggota keluarganya bisa ke luar negeri—semuanya sedang dicekal.

Nina mengangguk pelan, lalu menggamit tangan Lusi masuk ke dalam rumah. Ia membuka pintu kamar yang kini sudah disulap jadi ruang rias dadakan.

"Mbak, ini kebayanya. Cepetan dipake," ucap Nina, menyodorkan baju.

Lusi menerima tanpa bicara. Tatapannya kosong.

"Lho, kok nggak ada MUA-nya sih, Nin?"

"Ya ampun, ini kan mendadak, Mbak! Lagian, Mbak biasanya modis, sekarang kok kayak orang habis ditagih utang?"

Lusi menarik napas panjang, menahan lelah dan kesal.

"Ceritanya panjang..."

Nina hanya melirik sekilas sambil menyisir rambut Lusi.

"Ya udah, ntar aja ceritain. Yang penting sekarang kamu cantik dulu, urusan lain belakangan."

Lusi tersenyum tipis, menyembunyikan kepedihan yang sulit ia ceritakan.

1
Mei Saroha
mirna n Marni jangan2 1 org yg bipolar
Mei Saroha
wkwkwkkk.. si riki punya berapa bapak kandung thorrr ??
Mei Saroha
astaganagaa.. sampe novel pun ada rasisme
Jumiah
boleh 2 aj menurut sma orang tua
tpi liat dulu ,sesuai ap gk yg diperintah kan
dampakx ap klo kita nuruti ,
Desy Desol
baguuuuuusss
Saya Sayekti
aku suka banget ceritanya,tp ending nya kurang cetar membahana
Saya Sayekti
ini LG annjani goblok.lugu ok.tp jangan tolol udah bolak balik hampir celaka.sedia kejut listrik kek.atw air merica,cabai.leeemmpeng baee...
Mei Saroha
ada susi, siska, lusi, keren banget lah si tua bangka adi ini
Saya Sayekti
keluarga kaya beneran...,tp toxic.sama aja makan gula campur pasir
Mei Saroha
udh typho sampe beberapa kalimat bahkan sampe 2 bab, brarti ud pasti si tiara ganti nama diem2 jadi laras 🤣🤣🤣
Saya Sayekti
lah waktu masa muda g pernah msk.apa beli trs sampai punya mantu
Erna Ladi Yanti
terima kasih kepada author yang sudah peras otak dan tak kenal lelah untuk membuat satu novel yang sangat keren sehingga,aku sebagai pembaca g puas karena karyamu sungguh luar biasa.tetap semangat thor
Tegar
ya tor knapa Tiara jadi Laras sih ...jadi pusing bacay....
Tegar
lama2 alur ceritay g jelas....banyak misteri....
NP
wah Raka Riki Riski hemm
Rita Natalia
itu Nico bukannya anak buahnya Reno kakaknya Anjani?
NP
ya turuti aja Riki biar hancur sekalian kamu....
Ing
Ceritanya bagus tp endingnya masih menyisakan misterius bbrapa pemeran yg blom terungkap & jg bbrapa nasib lainnya.
Terima kasih utk karyanya Kak 🙏🏻💐
Sehat2 slalu & semangat utk karya terbarunya 💪🏼🥰
NP
kok Bayu
Ing
Makin lama bacanya makin terasa dipaksain nyambungnya dgn hal yg sama terus. Nama2 pemerannya bikin pusing karna mirip2 apalg viona ada 2 😳
Awal2 pribadi Anjani bagus tp skrg kok mlh jd kurang respect ke Jamal yg udah prnah nolongin & makin gampang percaya omongan org tnp di kroscek lg
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!