Hidup tak berkecukupan, memaksakan Alana mengubur impiannya untuk berkuliah. Dia akhirnya ikut bekerja dengan sang ibu, menjadi asisten rumah tangga di sebuah rumah cukup mewah dekat dari rumahnya. Namun masalah bertubi-tubi datang dan mengancam kehidupan dirinya dan sang ibu. Dengan terpaksa dirinya menerima tawaran yang mengubah kehidupannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berdamai dengan Ibu
"Ibu tak mau menerima uang dengan pertukaran seperti itu. Makanya ibu mengajukan pernikahan secara siri agar uang yang dia berikan setidaknya bukan hasil dari perbuatan buruk. Maaf jika selama ini kau harus mendapat cibiran tetangga gara-gara ibu."
Alana hanya bisa menunduk mendengar penjelasan sang ibu, antara percaya dan tak percaya. Namun mendengar cerita yang tanpa jeda itu, sudah pasti semua benar-benar terjadi.
"Lalu motor yang di ambil pihak bank itu? Bukankah itu uang riba juga, kenapa ibu ambil?" Tanya Alana yang masih menyayangkan dengan motor warisan sang ayah.
"Ibu ambil uang di bank untuk menebus ijazahmu, melunasi uang DSP yang masih menunggak. Apalagi selama ini pamanmu seringkali meminta motor itu dengan alasan itu milik kakaknya. Daripada nantinya kau tak mendapat apapun, lebih baik ibu tukar motor itu dengan uang. Dan semua sudah di anggap lunas."
Semakin mendengar penjelasan ibunya, semakin Alana tahu betapa dirinya tak mengenal sang ibu. Ira yang selama ini nampak menyebalkan, menyimpan rahasia sebesar itu agar anaknya tak harus menanggung kesialan yang dia dapat. Walau yang dia lakukan hanya untuk Alana, putri semata wayangnya.
"Tapi kenapa ibu ajak aku ke rumah, di mana Pak Joko bekerja di sana?"
"Si Joko itu akan selalu jadi buntut Tuan Bara, dia tak akan ada di rumah Tuan pada jam kerja kecuali dia mau bertemu ibu. Dan juga ibu merasa kasihan jika kamu harus ke sana kemari mencari pekerjaan tanpa uang saku sepeserpun."
Alana kembali diam, tak banyak bertanya lagi. Semua tindakan yang ibunya lakukan hanya untuk dirinya walau dia tahu sedikit resiko yang akan di dapat. Meski sang ibu tak pernah tahu cerita soal Tuan Bara yang selalu menggodanya dengan cara apapun.
Malam itu, keheningan seolah menambah rasa dingin yang menyelimuti Alana dan ibunya. Tiga tahun, entah sedalam apa luka yang di sembunyikan sang ibu hanya untuk dirinya.
Semua kesalahpahaman mungkin sudah selesai, tinggal mencari pekerjaan yang baginya bisa memperbaiki hidup keduanya.
"Alana, nanti ibu akan pinjam uang sama nyonya Yuniar. Kalau memang kamu sudah tak nyaman kerja di sana."
"Aku di tawari upah yang cukup besar bu sama nyonya, tapi aku akan lihat nanti kedepannya."
Alana sudah menyepakati persyaratan dari Yuniar, walau tahu di rumah itu ada orang yang sangat dia benci.
Keduanya berjalan melewati beberapa rumah tetangga, yang di mana kumpulan ibu-ibu sudah pasti akan mengeluarkan kata sindiran dan cibiran saat melihat Ira dan Alana.
Alana mengepal tangan, mencoba melawan sindiran para ibu-ibu yang sudah keterlaluan. Namun Ira mencoba menenangkan putrinya, karena sindiran itu semuanya kenyataan.
"Ini semua memang kesalahan ibu, kita tak perlu melawan mereka karena hanya akan menimbulkan masalah lain kedepannya."
Alana pun menurut, lalu kembali berjalan menyusuri jalanan kampung menuju rumah majikannya. Walau langkahnya berat, dia merasa tenang karena ada ibunya di sampingnya.
Sampai di rumah Yuniar, Alana seperti biasa membersihkan kamar putra majikannya. Gadis itu masuk ke dalam kamar Aravind, tanpa tahu jika pria itu masih berada dalam kamarnya.
"Ahh, maaf tuan muda!" Teriak Alana sambil menutupi wajahnya.
Tanpa sengaja, Alana mendapati Aravind keluar kamar mandi setengah telanjang. Tubuh bawahnya hanya terbelit handuk, dan Alana bisa melihat jelas dada bidang milik putra majikan.
"Alana, kenapa kau teriak? Vind, mama fikir kamu pergi ke kantor. Jadi mama suruh dia bersihkan kamarmu," ucap Yuniar mencoba menjelaskan kesalahpahaman pada putranya.
Aravind hanya mengangguk, dan Yuniar beri isyarat agar Alana keluar dari kamar putranya.
•••
Alana menata dua piring di atas meja makan, jam makan siang hampir tiba dan dirinya segera menyelesaikan pekerjaan. Masih teringat kejadian tadi pagi, Alana menahan malu saat Aravind mulai menampakan dirinya di ruang makan.
"Aku akan jemput Jeselyn hari ini di bandara," ucap Aravind pada ibunya yang kini sedang makan siang bersama.
"Apa dia tahu kau menginap di sini?"
"Iya, aku mengabarinya. Dan dia juga titip salam pada mama," jawabnya dengan senyum manis. Mengingat istrinya yang akan pulang membuat hatinya berbunga.
Yuniar ikut tersenyum, karena tahu se cinta apa Aravind pada istrinya. Bagaimana perjuangan putranya mendapatkan wanita pujaan hatinya. Dan dia pun merasa jika hanya Jeselyn yang cocok untuk sang putra.
Aravind berpamitan pada sang ibu menuju bandara, sementara Yuniar memanggil Alana untuk merapikan sisa makan siang mereka.
"Alana, coba lihat stok di kulkas. Ada bahan masakan apa saja? Menantuku hari ini akan pulang, aku mau kau dan ibumu memasak menu kesukaannya."
Alana mengangguk, segera pergi ke dapur setelah selesai merapikan meja makan. Membawa beberapa piring dan juga gelas cucian.
"Bu, kata nyonya harus cek stok makanan di kulkas. Katanya menantu beliau mau datang ke sini."
"Ah, nona Jeselyn yah. Ibu akan cek dulu, nanti kamu kasih tahu ke nyonya ada apa saja. Pasti ibu akan minta kita untuk masak ayam garang asam. Itu makanan favorit nona Jeselyn," ucap Ira yang sudah cukup mengenal keluarga majikannya.
Sambil membuka kulkas, ibunya melihat beberapa bahan yang dirasa cukup untuk memasak makan malam.
"Kalau begitu aku mau beritahu nyonya dulu yah bu," ucap Alana berlalu menuju tempat dimana Yuniar berada.
Terlihat wanita paruh baya itu sedang membuka sebuah album foto di ruang keluarga.
"Nyonya, stok bahan masakan masih ada ayam, saikoro, dan juga sayur frozen."
Yuniar melirik gadis itu, lalu tersenyum dan menaruh album foto yang dia pegang tadi.
"Ibumu tahu kalau Jeselyn suka dengan garang asam, mungkin tinggal beli daun pisang dan belimbing wuluh ke pasar."
Alana segera menemui sang ibu setelah mendapat perintah dari majikannya. Lalu memberitahukan apa saja yang harus di beli.
"Kalau begitu ibu pergi ke pasar dulu, mudah-mudahan jam segini masih ada bahan yang harus di beli. Kamu lanjut ini bersihkan halaman belakang ya," ucap Ira sambil pergi menemui Yuniar. Alana melanjutkan pekerjaan sang ibu, membersihkan daun kering yang berserakan di halaman belakang.
Walau semua kesalah pahaman telah selesai, pikirannya tentang kejadian kemarin masih membekas. Rasanya jijik, kesal bercampur sedih kala melihat gudang yang menjadi tempat ibunya dan Pak Joko saling menyatukan tubuh.
"Melihatnya membuatku mual, rasanya ingin sekali ku bakar tempat ini."
Alana menghela nafas panjang, tak ingin sesak berkepanjangan. Dia pun mulai menyapu ke tempat lain, membersihkan daun-daun kering yang ada di halaman rumah majikan.
Tiba-tiba, sebuah mobil terparkir di depan rumah. Terlihat Aravind keluar dari sana, lalu membuka pintu mobil sebelahnya. Turun seorang wanita, berpakaian elegan. Rambutnya yang di tata rapi, dengan make up yang on point menambah pesona wanita itu.
"Sepertinya itu nona Jeselyn, sangat cantik!"