NovelToon NovelToon
Wajah Polos Penuh Jiwa Gelap

Wajah Polos Penuh Jiwa Gelap

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Perperangan / Identitas Tersembunyi / Action / Mafia / Romansa
Popularitas:771
Nilai: 5
Nama Author: Komang basir

Arga adalah remaja SMA yang selalu terlihat ramah dan polos, bahkan dikenal sebagai kuli pikul yang tekun di pasar tiap harinya. Namun di balik senyumnya yang tulus, Arga menyimpan rahasia kelam yang hanya diketahui sedikit orang. Ia diam-diam menyelidiki siapa dalang pembantaian keluarganya yang tragis, terbakar oleh tekad balas dendam yang membara. Perjalanan mencari kebenaran itu membawanya bertemu dua gadis tangguh bernama Kinan dan Keysha, yang ternyata juga anak-anak mafia dari keluarga besar yang menyamar sebagai murid SMA biasa namun tetap memiliki jiwa petarung yang kuat di sekolah. Bersama ketiganya, kisah penuh intrik, persahabatan, dan konflik berseteru di dunia gelap mafia pun dimulai, menyingkap tabir rahasia yang tersembunyi jauh di balik wajah polos mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komang basir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Arga yang sebenar nya

Di saat orang tersebut hendak melangkahkan kakinya kembali masuk ke dalam ruangan, dari arah dalam terdengar suara langkah kaki berat. Suara itu berhenti seketika, dan tanpa peringatan, sesuatu terlempar keluar melesat cepat, hanya beberapa jengkal dari kepalanya.

“Duk… duk… duk…!”

Suara benda itu jatuh, menggelinding menuruni anak tangga.

Tatapan semua orang sontak tertuju pada benda tersebut. Dan ketika berhenti, mereka terbelalak. Itu adalah sebuah kepala—kepala teman mereka yang tadinya masuk lebih dulu.

Raut wajah pada potongan kepala itu begitu mengerikan. Kedua mata melotot, terbuka lebar, seolah masih menatap teror terakhir yang ia lihat. Mulutnya membeku dalam posisi ternganga, seakan teriakan putus asa tak pernah sempat terdengar.

Semua orang yang melihatnya langsung melangkah mundur, dada mereka sesak oleh rasa takut. Mereka sadar, orang yang ada di dalam ruangan itu jelas bukanlah lawan sepele.

“Tidak mungkin… Dia adalah yang paling hebat di antara kami,” ucap orang yang berdiri di ambang pintu dengan suara bergetar.

Namun rasa penasaran bercampur nekat membuatnya perlahan mencoba menoleh ke arah dalam. Gerakan lehernya kaku, seolah urat-uratnya menolak melihat kenyataan.

Dan begitu matanya baru saja menatap gelapnya ruangan, lesatan kilat perak menembus udara. Sebuah pedang meluncur lurus, menancap menembus lehernya. Darah muncrat, tubuhnya terhuyung lalu jatuh ke lantai dengan bunyi keras.

Suasana mendadak senyap. Hanya suara tetesan darah dari leher korban yang beradu dengan lantai dingin.

Dari balik kegelapan ruangan, terdengar suara langkah kaki yang berat, mantap, dan penuh tekanan. Sosok itu belum terlihat jelas, namun aura dingin mematikan menyelimuti setiap sudut lorong.

Orang-orang yang tersisa mulai kehilangan kendali. Ada yang menggertakkan gigi, ada yang tangannya gemetar memegang senjata.

“Apa… siapa sebenar nya orang yang berada di dalam?” bisik salah satu dari mereka, hampir tak terdengar.

Bayangan seseorang mulai tampak dari dalam. Sepasang mata dengan wajah di tutup kain baju, menatap mereka satu per satu—tajam, dingin, dan seolah menunggu giliran korban berikutnya.

"Siapa giliran selanjutnya," ucap Arga datar.

Ia melangkah keluar dengan santai, dengan gaya yang terkesan ringan namun penuh wibawa. Langkahnya berhenti sejenak di atas tubuh seorang pria yang baru saja mati.

Dengan tangan kiri, ia mencabut pedang yang masih menancap dalam di leher mayat itu dan mengambil pedang di tangan nya, Darah menetes, mengalir deras ke tanah, membuat suasana semakin mencekam.

Orang-orang yang menyaksikan pemandangan itu serentak menahan napas. Wajah mereka pucat dingin, tubuh mereka gemetar. Bagi mereka, sosok yang ada di depan nya bukan lagi manusia, melainkan bayangan kematian yang berjalan dengan tenang di hadapan mereka.

"Ayo, temani aku bermain," ucap Arga sambil mengangkat kedua pedangnya ke udara. Tatapan matanya tajam, suaranya datar namun penuh ancaman.

Meski jumlah mereka masih delapan orang, keberanian itu lenyap seketika. Pemandangan Arga berdiri dengan dua pedang berlumuran darah membuat mereka serasa berhadapan dengan pembunuh handal yang tak mengenal ampun.

Perlahan, mereka melangkah mundur. Kaki mereka goyah, dada berdegup kencang. Tidak seorang pun berani menatap langsung ke arah Arga.

"Mau ke mana? Aku belum puas bermain," ucap Arga, kali ini dengan senyum tipis yang membuat suasana semakin menegangkan.

Beberapa dari mereka sudah hampir berbalik untuk lari. Namun sebelum langkah mereka benar-benar menjauh, Arga mengayunkan pedangnya ke tanah. Sret! Suara logam menebas tanah keras membuat mereka terhenti.

"Aku benci orang yang lari sebelum permainan selesai," kata Arga pelan namun penuh tekanan.

Seketika suasana membeku. Delapan orang itu saling pandang, keringat bercucuran di wajah mereka. Ada yang menelan ludah, ada yang menggenggam senjata dengan tangan bergetar, ada pula yang hampir menangis karena terjebak di situasi yang mustahil.

Arga kembali melangkah maju, satu demi satu. Setiap langkahnya terdengar berat di telinga mereka, seakan bunyi ketukan palu kematian. Ia berjongkok sebentar di samping mayat, mengusap darah dari pedangnya ke pakaian korban, lalu berdiri tegak kembali.

"Ayo, jangan diam saja. Kalau kalian tidak menyerang, aku yang akan mulai," katanya sambil mencondongkan tubuh, siap menyerang.

"Tidak, ampuni kami, kami masih ingin hidup!" teriak salah satu orang dengan suara bergetar.

Panik langsung menyebar ke seluruh tubuh mereka. Satu per satu mundur, mencari celah untuk lari, meski jantung mereka masih diguncang ketakutan oleh sosok yang berdiri di hadapan.

Arga menunduk pelan, suara dinginnya terdengar menekan.

"Jangan jadi pengecut. Mana suara keras kalian tadi?"

Kalimat itu membuat delapan orang yang tersisa makin kalut. Beberapa sudah tak kuat menahan diri. Begitu salah satu berbalik badan untuk kabur, yang lain pun serentak ikut berpencar, berusaha menyelamatkan diri.

Namun, hanya dalam sekejap, Arga melesat. Tubuhnya seperti bayangan hitam yang menghilang lalu muncul kembali tepat di atas salah satu orang. Kedua pedangnya langsung menancap dalam ke punggung korban.

BRUKK!

Tubuh lawan kaku seketika. Arga bertengger di atas bahu korban, posisi jongkok dengan kedua tangan masih menggenggam erat pedang yang menembus daging. Wajahnya menunduk, menatap tajam wajah pria itu yang kini meringis menahan sakit di detik-detik terakhir hidupnya.

Arga tersenyum tipis, suaranya serak namun penuh kepuasan.

"Aku suka melihat wajahmu yang lucu itu."

Pria itu mencoba menarik napas, tapi hanya terdengar suara tersedak. Matanya perlahan kehilangan cahaya. Dalam hitungan detik, tubuhnya ambruk ke tanah, menyeret Arga ikut turun masih dalam posisi jongkok di bahunya. Pedang tetap tertancap, darah mengalir deras membasahi tanah.

Tujuh orang yang tersisa semakin ketakutan. Mereka menjerit histeris sambil berpencar, lari sejadi-jadinya.

Namun, Arga sama sekali tak tergesa. Ia menarik pedangnya perlahan dari tubuh korban, darah menetes deras dari bilah logam. Pandangannya mengarah pada yang lain, senyum tipis masih tersungging di wajahnya.

"Bagus… lari saja kalian. Biar aku yang menentukan siapa berikutnya."

Langkahnya ringan, tapi setiap gerakan terasa seperti bayangan maut yang mengejar. Suara tapak sepatunya menghantam tanah terdengar tenang, namun justru membuat ketujuh orang itu semakin panik—karena mereka tahu, tak peduli seberapa cepat berlari, Arga akan tetap menemukan mereka.

Meski Arga sudah tertinggal jauh di belakang, dia tetap bisa mengejar satu per satu lawannya. Tubuhnya melesat lincah di antara bangunan, loncat ke sana kemari seperti bayangan yang tak bisa ditangkap mata.

Nafasnya berat, tapi matanya merah menyala, dipenuhi amarah bercampur kegilaan.

Ketujuh orang yang tersisa sama sekali tidak bisa lepas dari serangannya.

Satu orang yang mencoba kabur ke arah semak-semak, langsung dipenggal lehernya dari belakang. Darah muncrat liar, membasahi wajah Arga. Dia tidak mengelapnya, justru tertawa keras.

"Hahahaha… lari… teruslah lari agar aku semakin terhibur!" teriaknya sambil mengayunkan pedang penuh darah.

Yang lain mencoba melawan, namun setiap gerakan hanya mempercepat kematian mereka. Ada yang ditebas dari pinggang hingga tubuhnya terbelah dua, ada pula yang dicincang habis-habisan sambil tertawa lepas. Pedangnya menari liar, tanpa ampun.

Arga sangat menikmati perburuannya. Tawa kerasnya menggema di tengah malam. Dia berlari, menjerit, dan mengayunkan pedangnya dengan rasa puas, layaknya hewan buas yang baru terlepas dari kerangkeng.

Satu korban terakhir tersisa, gemetar, jatuh tersungkur dengan tubuh penuh luka. Dia merangkak, mencoba menjauh.

"Ja… jangan… aku mohon…" suaranya parau, penuh ketakutan.

Arga menunduk, menatapnya dengan mata liar. Senyum miring muncul di wajahnya yang tertutup kain baju.

"Kenapa kamu berhenti lari? Bukankah tadi kalian begitu bersemangat mengejarku?"

Tanpa menunggu jawaban, pedangnya menembus dada pria itu. Jeritan terakhir pecah, lalu sunyi.

Arga menarik pedangnya perlahan, membiarkan darah menetes ke tanah. Dia berdiri di tengah mayat-mayat berserakan, dadanya naik turun cepat. Malam kembali menjadi hening, hanya suara angin yang menemani.

“Aku masih belum puas,” gumam Arga sambil menatap ke langit, lalu menjatuhkan kedua pedang dari tangannya. Suara besi itu berdenting di tanah yang sunyi.

Tanpa tergesa, ia melangkah kembali menuju rumah tua itu. Ada sesuatu yang masih mengganjal di pikirannya, terutama tentang orang bertopeng yang kini terkapar tak berdaya.

Setibanya di dalam ruangan, Arga berjongkok di samping tubuh orang itu. Nafasnya masih teratur, hanya sesekali terdengar berat. Arga menyibak kain di perutnya, memperhatikan luka yang di tutup memakai tangan.

“Tidak parah… hanya goresan kecil,” desisnya.

Namun tatapan Arga kemudian jatuh pada dua hal: wajah di balik topeng yang menutupi rapat identitas orang itu, dan koper hitam yang sedari tadi tergeletak di dekatnya. Keduanya terasa penuh rahasia.

“Siapa orang ini… dan apa yang dia bawa?” Arga bergumam, rasa penasarannya semakin menguat.

Perlahan, tangannya terulur, menyentuh sisi topeng dingin itu. Jari-jarinya mulai menarik pengaitnya. Namun sebelum topeng itu benar-benar terangkat, tubuh orang itu bergerak. Kelopak matanya bergetar, menunjukkan tanda-tanda hendak siuman.

Mata Arga melebar. Refleks, ia segera melepaskan topeng itu dan bangkit berdiri.

“Sial!” desisnya pelan. Tanpa pikir panjang, ia berlari keluar dari rumah, meninggalkan orang bertopeng yang kini mulai menggerakkan jari-jarinya dan mengerang pelan.

Sunyi kembali menyelimuti rumah tua itu, hanya terputus oleh suara nafas berat orang bertopeng yang perlahan sadar, sementara koper hitam di sampingnya tetap tertutup rapat, menyimpan rahasia yang belum terungkap.

Setelah Arga pergi sepenuhnya dari sana, orang tersebut mulai sadar kembali. Kepalanya terasa berat, pandangan matanya berkunang-kunang seakan dunia berputar. Ia menekan pelipisnya dengan tangan gemetar, mencoba menahan rasa sakit yang berdenyut di kepalanya.

"Apa yang terjadi…? Di mana pria tadi?" gumamnya lirih, matanya terarah pada pintu kayu besar yang kini jebol dan hampir terlepas dari engselnya.

Dengan sisa tenaga yang masih ada, ia berusaha bangkit. Kakinya goyah, namun ia paksa melangkah, tubuhnya oleng ke kiri dan kanan. Baru beberapa langkah, sesuatu menghentikan gerakannya. Kakinya tersandung pada benda keras yang tergeletak di lantai berdebu.

Ia jatuh tersungkur, wajahnya nyaris mencium lantai. Perlahan, dengan gemetar, ia menoleh ke belakang. Pandangannya jatuh pada tubuh tanpa kepala yang tergeletak kaku, darahnya sudah mengering dan meresap ke debu lantai.

1
Corina M Susahlibuh
lanjut dong cerita nya Thor
nunggu banget nih lanjutannya
tukang karang: terimakasih atas penantian nya dan juga komen nya, bab apdet setiap hari kak di jam 12 siang🙏🙏
total 1 replies
Aixaming
Bener-bener rekomendasi banget buat penggemar genre ini.
tukang karang: makasi kak, maaf aku baru pemula🙏🙏
total 1 replies
Celia Luis Huamani
Wah, seru banget nih ceritanya, THOR! Lanjutkan semangatmu!
tukang karang: siap, bantu suport ya🙏🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!