NovelToon NovelToon
Dibuang Pak Jendral, Kunikahi Adiknya

Dibuang Pak Jendral, Kunikahi Adiknya

Status: tamat
Genre:Wanita Karir / Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Percintaan Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Dokter Genius / Tamat
Popularitas:6.7M
Nilai: 5
Nama Author: Kim99

"Nak!" panggil Pak Basuki. "Masih belum rela, ya. Calon suami kamu diambil kakak kamu sendiri?"

Sebuah senyum tersungging di bibir Sashi, saat ini mereka sudah ada di sebuah restoran untuk menunggu seseorang.

"Ya sudah, mending sama anak saya daripada sama cucu saya," kata sang kakek.

"Hah?" kaget Sashi. "Cucu? Maksudnya, Azka cucu eyang, jadi, anaknya eyang pamannya Mas Azka?"

"Hei! Jangan panggil Eyang, panggil ayah saja. Kamu kan mau jadi menantu saya."

Mat!lah Sashi, rasanya dia benar-benar tercekik dalam situasi ini. Bagaimana mungkin? Jadi maksudnya? Dia harus menjadi adik ipar Jendral yang sudah membuangnya? Juga, menjadi Bibi dari mantan calon suaminya?

Untuk info dan visual, follow Instagram: @anita_hisyam TT: ame_id FB: Anita Kim

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemuan Pertama

"Saya ingin minta izin ikut ke Sumatra Utara, Dok. Saya lihat sudah banyak relawan yang bersiap. Tolong izinkan saya pergi."

Dokter Farzana menyandarkan tubuh, lalu menyilangkan tangannya di dada. "Kamu sudah jadi istri orang, Sashi."

"Saya tahu."

" Kamu tahu, ini bukan sekadar aksi sosial. Ini medan krisis. Tak ada jaminan kamu pulang dalam keadaan utuh."

Kedua tangan Sashi gemetar, tapi dia juga tidak bisa diam saja saat banyak orang membutuhkan bantuan.

"Saya tahu, Dok. Tapi saya bukan sekadar istri orang. Saya bidan, Dok. Saya juga ingin menolong. Ada ibu-ibu hamil di sana yang butuh bantuan."

Ruangan itu hening beberapa detik. Farzana menatapnya lama, lalu tiba-tiba berdiri dari kursinya, melangkah pelan menuju laci meja.

"Ini," ucapnya. "Itu gelang, Bunda, kamu pake."

Sashi menatapnya dengan bingung. Namun, Farzana menggenggam tangan Sashi lalu memakaikan gelang itu ke pergelangan tangannya. "Kamu menantu Bunda, enggak usah sungkan."

"Makasih, Bunda," kata Sashi sambil mengusap air mayanya.

"Jaga diri. Jangan nekat. Kabari Bunda kalau kamu sudah sampai."

"Baik, Dok ...eh, Bunda maksudnya."

Kedua orang itu tertawa kecil, sebetulnya, mereka sama-sama takut, tapi mau bagaimana, ini adalah tanggung jawab mereka sebagai tenaga kesehatan.

Beberapa menit kemudian, halaman belakang rumah sakit penuh dengan orang-orang berseragam medis. Jaket rompi bertuliskan "TIM RELAWAN KEMANUSIAAN" menutupi seragam putih mereka. Di kejauhan, suara baling-baling mulai terdengar, menggetarkan udara.

Sashi berlari kecil menghampiri kelompok relawan yang sudah berkumpul.

"Kamu telat, Sha!" teriak Yani, temannya sesama bidan.

"Baru dapat izin!" jawab Sashi sembari tertawa lega.

Helikopter mendarat perlahan di lapangan kecil, meniupkan debu dan dedaunan. Para relawan menunduk, melindungi wajah dengan tangan.

Sashi melangkah masuk ke dalam "capung besi" itu dengan jantung berdetak kencang. Ini kali pertamanya naik helikopter. Dia duduk di sisi jendela, menggenggam erat sabuk pengaman, sesekali melirik ke langit dan ke kokpit di depannya.

Helikopter mengangkat tubuhnya perlahan, lalu melesat naik ke angkasa. Dari atas, langit tampak memutih, dan daratan terlihat seperti mozaik hancur.

Ketika melintasi kota-kota di pesisir barat Sumatra, semua mata membelalak. Jalanan terputus. Bangunan nyaris tak bersisa. Sisa air laut membentuk genangan hitam. Dari kejauhan, mobil-mobil terguling dan perahu menancap di atap rumah.

"Ya Allah..." bisik Sashi, suaranya hilang dalam gemuruh mesin. Matanya memerah. Beberapa temannya juga terdiam, tak percaya.

Setelah terbang cukup lama, helikopter mendarat di tanah lapang dekat bukit yang menjadi lokasi tenda pengungsian. Aroma lumpur dan air asin menyambut mereka. Udara lembap dan pengap.

Sashi melompat turun dan memandang sekeliling. Sekejap, tubuhnya membeku.

Anak-anak kecil duduk di atas tanah yang kotor, memakan roti dari bungkus plastik. Seorang ibu menggendong bayi dengan kain yang sobek. Ada pula perempuan hamil, wajahnya pucat, tubuhnya tak sanggup berdiri.

Kekacauan menyelimuti segalanya. Tangis bayi, bau tubuh yang tak terurus, dan suara samar doa dari mulut-mulut yang bertahan.

Sashi menutup mulut, Air matanya tumpah perlahan.

Ia mengusap wajahnya cepat, lalu membenarkan letak ransel.

"Sha!" panggil Yani, "Kita ditugaskan ke rumah sakit darurat. Ayo!"

Mereka berlari melewati reruntuhan dan lumpur yang mulai mengering. Rumah sakit itu dulunya bangunan lima lantai, kini hanya tersisa tiga lantai dan dua lainnya amblas. Beberapa tenda dan terpal dijadikan ruang darurat.

Ketika masuk, Sashi langsung disergap pemandangan mengerikan.

Luka-luka terbuka. Tangan patah. Kepala berdarah. Anak-anak menggigil dalam diam. Ia melihat seorang nenek duduk lemas dengan kaki bengkak, tak ada satu pun perban.

Tanpa banyak bicara, Sashi mulai bekerja. Ia membantu membalut luka ringan, menyemprot antiseptik, menenangkan ibu yang panik, dan memeluk anak yang kehilangan ibunya.

"Udah, Sayang. Enggak usah nangis, ya. Insyaallah semuanya aman." Sashi menenangkan meskipun dia juga sangat terguncang.

** **

Di antara kerumunan yang sibuk, suara perempuan melenguh kesakitan, disusul suara seseorang yang berteriak dari arah tenda rumah sakit darurat.

"Bidannya butuh bantuan! Posisi bayi sungsang! Ini darurat!"

Sashi yang tengah membalut luka seorang anak kecil, langsung menoleh. Matanya refleks mencari sumber suara, lalu berlari ke arah Yani yang berdiri tak jauh dari tumpukan peralatan medis.

"Yani! Hanscoon!" serunya sambil mengulurkan tangan.

Yani membuka kotak perlengkapan dengan tergesa, mengeluarkan sepasang sarung tangan lateks dan memakaikannya ke Sashi. Nafas Sashi memburu saat ia mengenakannya sambil berlari melintasi tanah becek menuju tenda tempat jeritan ibu melahirkan terdengar semakin keras.

Tenda itu penuh. Dua relawan pria tampak bingung berdiri di pintu, sementara seorang bidan terlihat pucat, tangannya gemetar saat mencoba mengecek posisi bayi.

"Bu Bidan, Bu!" panik ibu-ibu yang malah ribut. Namun, bidan itu tetap diam.

Sashi melangkah cepat ke dalam, wajahnya penuh lumpur, kerudungnya kusut, dan seragamnya penuh noda darah dan tanah.

"Saya yang tangani. Tolong sterilkan peralatan. Minta satu orang bantu pegang kaki ibu. Yang lain jangan berkerumun!"

Ia berjongkok cepat di antara kaki ibu yang sedang mengejan. Darah menggenang di atas alas darurat. Perempuan itu berkeringat hebat, wajahnya pucat, napasnya terengah-engah.

"Bu, tenang ya... Tarik napas dalam-dalam... Saya bantu. Percaya sama saya...," bisik Sashi sambil menatap mata si ibu, memberikan ketenangan dalam situasi yang sulit.

Tangan Sashi bekerja sigap. Jari-jarinya mengecek letak posisi janin.

"Sedikit lagi... Ayo, Bu... dorong pelan-pelan! Ikuti aba-aba saya!"

Seorang dokter yang sedang menjahit luka korban luka terbuka tak jauh dari sana, menoleh. Matanya terhenti pada wajah kecil penuh lumpur itu, pada cara perempuan itu berbicara sabar namun tegas, pada gerak tangannya yang terampil dan penuh keyakinan.

"Sha, bentar lagi badannya keluar!" kata Bidan Yani yang membantu mendorong dari atas.

Sashi tetap fokus. Beberapa detik kemudian, setelah badan bayi benar-benar keluar, dia mengangkat badan si bayi ke arah perut ibunya, orang yang melihatnya mungkin akan sangat ngilu karena tubuh bayi melenting. Namun, Sashi mencoba untuk tetap fokus meskipun sudah berkeringat dingin. Jika tidak melakukan itu, akan sulit mengeluarkan kepala bayi.

Tak lama berselang, terdengar tangis nyaring bayi yang baru lahir menembus udara pengap.

"Alhamdulillah, Jenis kelamin perempuan!"

Tenda itu langsung riuh. Semua berseru lega. Beberapa relawan menepuk punggung masing-masing. Sang ibu menangis, memeluk bayinya yang dibungkus selimut seadanya.

Sashi tersenyum lelah. Setelah memastikan semuanya aman, Ia melepas hanscoon-nya perlahan.

Saat itulah Dirga yang tadi sedang menjahit luka salah satu korban, menyipitkan mata. Pandangannya jatuh pada gelang di pergelangan tangan Sashi.

Dia tahu betul kalau Itu adalah gelang milik ibunya karena dia yang memberikannya.

Jantung Dirga berdetak dua kali lebih cepat. Apa mungkin bidan yang baru saja menolong persalinan itu istrinya?

Sashi berdiri kemudian berbalik hendak mengambil sesuatu, tapi, di saat yang sama, dia malah bertemu tatap dengan seorang tentara yang menatapnya lekat.

1
bibuk Hannan & Afnan
Mad=Mas
bibuk Hannan & Afnan
marah bukan matah
bibuk Hannan & Afnan
jelek bukan jelak
Leeonyy Dewa
beginilah klo mantu hasil cap cip cup pak uki...ada aja gebrakannya 🤣🤣🤣
Leeonyy Dewa
mertuanya agak2 kurang scrup nihhh 🤣🤣
Leeonyy Dewa
duh kok setiap aki2 yg 1 ini muncul malah ngelkel trus perasaan jdinya...🤣
langsung ambyar yg tegang jdi letoy😅🤭
bibuk Hannan & Afnan
kok namanya gak konsisten ya, di bab sebelumnya mbak eka terus mbak Ika, yg bener yg mana si namanya si mbak ini eka atau ika
Leeonyy Dewa
jangan batu akik terlalu bagus .. batu kali aja deh yg sering duet konser sama yg koneng2🤮
bibuk Hannan & Afnan
kok Diran, Dirga kali
bibuk Hannan & Afnan
muak banget sama si mbak eka ini, yg penggoda itu ya justru kamu itu calon pelakor,😤😤
Ulina Sitorus
pasti ulah mbak y... makanya sop y keasinan.

jdi penasaran dia siapa sebenarnya
bibuk Hannan & Afnan
typo berganti bukan bergabti
bibuk Hannan & Afnan
misterius banget ni si Ika apa Eka si,
bibuk Hannan & Afnan
manggilnya apa si ibu atau bunda? Sashi yg sebelum berangkat ke tempat bencana jd relawan bukannya manggilnya bunda ya, kok jd bingung
bibuk Hannan & Afnan
karena bunda Fara yg meminta sa
bibuk Hannan & Afnan
di rumah bukan di Rima
bibuk Hannan & Afnan
punga maksudnya punya kali ya, aku bacanya smpe 4x Thor baru faham 🤭🤭
Emak Aries
cerita yg menyentuh, bnyk pelajaran yg bs diambil, alur cerita runut, wlo ada sedikit typo tp ga terlalu mengganggu, cuma terlalu panjang spt dipaksakan.
Emak Aries
jd ingat Papa. jam 10 malam msh mengobrol, jam 5 pagi dikhabarkan tiada, Masya Allah dlm kondisi berwudhu, tiduran, tangan bersidekap, bibir tersenyum. tp saya tdk melihat saat beliau dimasukan ke liang lahat, entah kenapa mobil yg dikendarai suami salah jalan terus, padahal makam tdk terlalu jauh. mungkin Allah tau, saya pst akan melompat kedalam lubang makam dan pingsan klo saat itu hadir😭😭😭
Emak Aries
shasi wanita kuat tp dibikin lemah oleh Author. sayang banget
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!