Menikah dulu... Cinta belakangan...
Apakah ini cinta? Atau hanya kebutuhan?
Rasa sakit dan kecewa yang Rea Ravena rasakan terhadap kekasihnya justru membuat ia memilih untuk menerima lamaran dari seorang pria buta yang memiliki usia jauh lebih tua darinya.
Kai Rylan. Pria buta yang menjadi target dari keserakahan Alec Maverick, pria yang menjadi kekasih Rea.
Kebenaran tanpa sengaja yang Rea dengar bahwa Kai adalah paman dari Alec, serta rencana yang Alec susun untuk Kai, membuat Rea menerima lamaran itu untuk membalik keadaan.
Disaat Rea menganggap pernikahan itu hanyalah sebuah kebutuhan hatinya untuk menyembuhkan luka, Kai justru mengikis luka itu dengan cinta yang Kai miliki, hingga rahasia di balik pernikahan itu terungkap.
Bisakah Rea mencintai Kai? Akankah pernikahan itu bertahan ketika rahasia itu terungkap? Apa yang akan terjadi jika Alec tidak melepaskan Rea begitu saja, dan ingin menarik Rea kembali?
Ikuti kisah mereka....!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28.
Nyonya Freya, wanita yang menjadi ibu dari Alec itu memeluk hangat Rea yang membalasnya dengan pelukan serta senyum kaku.
"Sudah lama sekali aku tidak melihatmu," ujarnya.
"Bagaimana kabarmu?" sambung Nyonya Freya melerai pelukan.
"Baik," jawab Rea kaku.
Nyonya Freya terkekeh pelan, menggandeng Rea masuk ke dalam mansion tanpa rasa sungkan.
"Apakah suami butamu di dalam?" tanya Nyonya Freya tanpa beban.
Langkah Rea terhenti, membuat Nyonya Freya turut menghentikan langkahnya. Mengerutkan kening.
"Kenapa?" tanya Nyonya Freya bingung.
Rea tidak segera menjawab, tetapi melepaskan tangan Nyonya Freya yang masih menggandeng tangannya, tersenyum samar.
"Ada perlu apa Nyonya Freya datang kemari? Jika itu untuk bertemu suamiku, dia sudah berangkat bekerja beberapa saat lalu," ucap Rea.
"Kenapa sekarang panggilanmu padaku berubah?" protes Nyonya Freya, lalu tersenyum.
"Ahh... Ya, benar. Sekarang kamu adalah adik iparku, bukan calon menantuku. Tapi, kamu akan tetap menjadi menantuku kelak. Bukankah kamu mencintai putraku?"
"Ayo masuk! Ada yang ingin aku bicarakan denganmu,"
Sekali lagi Nyonya Freya menggandeng Rea, melanjutkan langkah mereka masuk ke dalam mansion, duduk di sofa yang tersedia dan meminta pelayan untuk menyajikan makanan serta minuman seolah mansion itu miliknya. Wanita itu bahkan mengabaikan Rea yang memperlihatkan ekspresi tidak nyaman atas sikapnya.
"Aku perlu bantuanmu, Re," ujar Nyonya Freya berubah serius begitu pelayan pergi setelah selesai menghidangkan minuman beserta kudapan.
"Bantuan apa, Nyonya?" sambut Rea memaksakan senyum.
"Kenapa kamu kaku sekali?" Nyonya Freya kembali terkekeh.
"Panggil aku Mama seperti yang biasa kamu lakukan sebelumnya,"
Rea hanya tersenyum, sebagai jawaban bahwa dirinya menolak gagasan tersebut.
"Baiklah, terserah padamu saja," Nyonya Freya mendesah pelan.
Nyonya Freya meraih tangan Rea, menggenggamnya sembari memberikan usapan lembut.
"Aku ingin kamu mengambilkanku sebuah dokumen di ruang kerja Kai,"
"Dokumen?" ulang Rea mengerutkan kening.
"Ya," Nyonya Freya menjawab sembari memberikan anggukan.
"Tolong ambilkan dokumen itu untukku. Hanya sebentar saja dan kamu tidak perlu melihat apa isinya. Dokumennya ada di dalam brangkas dengan map biru,"
Rea segera menarik tangannya, menggelengkan kepala dengan perasaan gelisah.
"Maaf, aku tidak bisa melakukannya tanpa ijin suamiku. Aku tidak ingin mengkhianatinya," jawab Rea.
"Kamu tidak mengkhianatinya, Sayang. Kamu hanya perlu mengambilnya sebentar, bawa padaku, dan begitu aku selesai melihatnya, kamu bisa mengembalikan dokumen itu ke tempat semula. Aku akan membuka dokumennya di depanmu," bujuk Nyonya Freya.
"Lagipula, dia adikku. Aku tidak mungkin melakukan sesuatu yang akan membuat dia celaka bukan? Atau kau mencurigaiku akan melakukan sesuatu terhadapnya?" imbuhnya menuduh.
Nonya Freya menyipitkan mata, menatap penuh selidik pada wanita yang kini terasa sangat jelas bersikap berbeda padanya.
"Aku tidak bermaksud begitu," sanggah Rea sembari mengibaskan kedua tangannya.
"Lalu, ambilkan saja! Aku hanya akan melihatnya sebentar. Tidak sampai tiga puluh menit," perintah Nyonya Freya dengan sorot tidak menerima bantahan.
"Tapi, aku tidak tahu kode brankasnya," sahut Rea kembali beralasan.
"Aku yakin kode sandinya adalah hal yang berhubungan denganmu," jawab Nyonya Freya.
"Tolong ambilkan sebentar. Aku akan menunggu," putusnya kemudian.
Rea menghembuskan napas panjang.
"Baiklah. Tunggu sebentar," jawab Rea pada akhirnya.
Nyonya Freya mengangguk sambil tersenyum. Namun, seyuman itu berubah menjadi seringai tipis kala melihat Rea menaiki tangga menuju ruang kerja suaminya.
"Dia masih saja bodoh! Apakah dia tidak tahu jika ruang kerja Kai selalu ada cctv?" Nyonya Freya mencibir pelan. Tersenyum sinis.
. . .
. . .
"Tuan, Nyonya Freya datang berkunjung ke mansion,"
Jim segera melaporkan apa yang baru saja ia lihat melalui laptop di depannya yang terhubung dengan cctv di mansion.
"Sejak kapan?" wajah Kai yang sebelumnya menunduk membaca dokumen seketika terangkat, alisnya bertaut.
"Tak lama setelah kita pergi meninggalkan mansion, Tuan," jawab Jim.
"Apa kau tahu apa yang sedang mereka bicarakan? Dia datang untuk menemui istriku bukan?" tanya Kai seraya menutup dokumen di tangannya.
"Nyonya Rea tidak sedang membawa ponsel, Tuan. Jadi, saya tidak bisa mengetahui apa yang mereka berdua bicarakan," jawab Jim.
"Lihat apa yang sedang mereka berdua lakukan!" sambut Kai memberi perintah.
Jim mengangguk, mulai menelusuri tiap cctv yang ada dan menemukan Rea tengah bersama Nyonya Freya tengah duduk di ruang keluarga. Gerakan saat Nyonya Freya menggenggam tangan Rea pun tak luput dari perhatian Jim. Sampai, ketika Rea bangun dari duduknya dan melangkah menuju ruang kerja, saat itu jugalah Jim mengepalkan kedua tangannya.
"Dasar rubah betina!" Jim mendesis pelan. "Kupikir dia sudah berubah, nyatanya tidak sama sekali. Dia masih saja penjilat,"
"Apa yang membuatmu terlihat kesal, Jim?" tanya Kai, tidak mendengar apa yang baru saja Jim ucapkan.
"Anda bisa melihanya sendiri," jawab Jim ketus.
Dahi Kai bekerut tipis, melihat asisten pribadinya mendekat seraya menyodorkan laptop yang memperlihatkan rekaman cctv sekaligus alasan kekesalan yang Jim perlihatkan.
Kai menegakkan punggungnya, menatap dalam diam rekaman cctv yang kini tengah diputar di depan matanya. Di rekaman cctv yang kini tengah diputar, Kai bisa melihat dengan jelas Rea membuka pintu ruang kerjanya menggunakan kunci cadangan yang hanya Rea saja yang memilikinya. Melangkah masuk ke dalam dan mengedarkan pandangan, lalu mendekat ke arah brankas ketika penglihatan wanita itu menemukan apa yang dia cari.
"Saya sudah mengingatkan Anda berulang kali, Tuan! Tetapi, Anda tidak mau mendengar," Jim berkata dengan nada kesal.
"Nyonya Rea hanya berpura-pura untuk membuat Anda lengah. Begitu dia mendapatkan kesempatan, dia akan menunjukkan wajah aslinya,"
Jim sebisa mungkin menahan kekesalan yang memenuhi hatinya. Mengingat dengan jelas dokumen yang ada di dalam brankas adalah nyawa RYK Corp, perusahaan yang Kai bangun sendiri tanpa campur tangan keluarganya. Dan Jim menjadi salah satu orang yang menjadi saksi bagaimana perjuangan Kai dalam mendirikan perusahaan itu.
"Sekarang apa?" Jim kembali membuka suara.
"Anda masih ingin membelanya? Wanita yang jelas-jelas akan menghancurkan Anda? Walaupun saya juga tidak bisa menampik bahwa Nyonya Rea pernah menyelamatkan nyawa Anda, tapi haruskah Anda membalasnya dengan membiarkan dia terus-terusan menyakiti Anda?"
Kai hanya diam, pendengarannya menangkap semua yang Jim ucapkan, tetapi ia tidak membalas ucapan asistennya, netranya menatap nanar layar laptop yang masih diputar di depannya.
"Apakah kamu berniat untuk mengkhianatiku, Re?" batin Kai tersenyum getir.
. . . .
. . . .
To be continued...
dia mungkin akan menukar dokumen palsu untuk diberikan pada freya