Pesantren Al-Insyirah, pesantren yang terkenal dengan satu hal, hal yang cukup unik. dimana para santriwati yang sudah lulus biasanya langsung akan dilamar oleh Putra-putra tokoh agama yang terkemuka, selain itu ada juga anak dari para ustadz dan ustadzah yang mengajar, serta pembesar agama lainnya.
Ya, dia adalah Adzadina Maisyaroh teman-temannya sudah dilamar semua, hanya tersisa dirinya lah yang belum mendapatkan pinangan. gadis itu yatim piatu, sudah beberapa kali gagal mendapatkan pinangan hanya karena ia seorang yatim piatu. sampai akhirnya ia di kejutkan dengan lamaran dari kyai tempatnya belajar, melamar nya untuk sang putra yang masih kuliah sambil bekerja di Madinah.
tetapi kabarnya putra sang kyai itu berwajah buruk, pernah mengalami kecelakaan parah hingga membuat wajahnya cacat. namun Adza tidak mempermasalahkan yang penting ada tempat nya bernaung, dan selama setengah tahun mereka tidak pernah dipertemukan setelah menikah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penapianoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHATTINGAN DENGAN GUS
Setelah mendapatkan semua paket itu, Adza bisa merasakan perasaannya menjadi lebih baik. Ketika dia akan berbaring selepas merapikan paket-paket itu ke lemarinya, dia melihat ponselnya berkedip dan itu membuatnya bergerak pelan mengambilnya karena khawatir ada yang menghubungi. Saat dia melihat layarnya yang menyala keningnya berkerut karena menemukan pesan dari nomor yang tidak dikenal dengan kode +966. Dia yang sebelumnya tidak begitu tahu tentang kode-kode nomor seperti ini agak khawatir untuk melihat isi pesannya tapi dia memutuskan untuk melihatnya saja.
"Assalamualaikum warahmatullahi?"
Hanya itu pesannya dan membuat Adza merasa heran sekaligus khawatir. Ada banyak penipuan soalnya yang bisa dilakukan di ponsel makanya dia begitu khawatir apalagi dia sudah diketahui oleh beberapa sebagai pewaris dari bisnis kedua orang tuanya yang jatuh ke tangannya.
Ragu, dia membalas pesan itu dengan ketikan yang terlihat pelan.
"Waalaikumussalam Warahmatullah, siapa ya?"
Setelah yakin dia akhirnya mengirimkan pesan itu lalu menunggu beberapa saat ketika centang dua di whatsapp-nya benar-benar berubah menjadi biru. Nomor itu terlihat mengetik dan itu membuat Adza
menunggunya sambil berbaring karena dia juga tidak begitu memperdulikan nomor itu. Dia sedang berpikir siapa kira-kira yang sedang mengirimkan pesan padanya.
Ting!
"Ukhty Adzadina Maisyaroh? Saya benar-benar menghubungi Ukhty Adzadina Maisyaroh, bukan?"
Pesan itu kembali masuk membuat adza menaikkan alisnya dan menatap pesan itu selama beberapa saat. Dia curiga dengan siapa yang sudah mengirimi pesan ini, mungkinkah Azka yang sudah dia tunggu sejak tadi malam?
Dengan cepat adza bangkit dari tidurnya lalu memegang ponsel itu. Status nomor yang sedang mengirimkan pesan padanya itu aktif, membuat adza perlahan menekan photo profilnya yang hanya sebuah gambar berwarna cokelat muda dan mengintip apa yang menjadi bionya. Di sana dia bisa menemukan tulisan Allah dengan huruf arab gundul, dia diam beberapa saat sebelum merapatkan bibirnya dan mulai membalas pesan dari nomor itu.
"Na'am, saya Adzadina Maisyaroh. Ini siapa ya?"
Adza merapatkan bibirnya lagi, dia berusaha untuk tidak langsung percaya kalau ini adalah azka, karena bagaimanapun juga, pria itu sudah mengantarkan paket untuknya, apakah dia akan menghubungi juga?
"Saya ... Azka Bukhori. Saya sudah mendengar kabar kalau Ukhty menerima lamaran saya makanya saya mengirimkan pesan. Apakah Ukhty merasa risih?"
Adza merasakan jantungnya bergetar dua kali lipat dibandingkan dengan yang tadi hingga dia menelan ludahnya beberapa kali dan menatap ke arah kanan kiri.
Selama beberapa saat dia belum berani untuk membalas pesan itu, dia masih menguatkan hatinya dan tampak menatap menyiapkan diri.
"Saya sedang istirahat makan siang dan shalat Dzuhur. Makanya saya percaya diri untuk mengirimkan pesan pada Ukhty. Disana masih jam empat sore, 'kan?"
adza menggigit bibirnya sendiri dan tersenyum. Dia membalas pesan dari Azka beberapa saat kemudian dengan gerakan yang agak kaku karena dia tak pernah berkirim pesan dengan lelaki sebelumnya.
"Saya tidak merasa risih kok, hanya tidak percaya saja kalau Gus mau mengirimi pesan pada saya." adza tersenyum dengan hatinya yang entah mengapa menjadi lebih membaik.
Setelah beberapa hari dia merasa sedih karena tak ada satupun yang meminangnya, sekarang dia senang walau pada dasarnya bukan pernikahan yang menjadi kebahagiaan satu-satunya. Hanya saja dia memiliki rasa iri dalam hatinya dan begitu dia mendapatkan apa yang dia mau, tentu saja dia merasa bahagia.
"Alhamdulillah, kenapa tidak percaya diri? Memangnya ada yang salah dengan kamu?"
"Oh ya, suka tidak engan paket yang aku berikan?"
Adza tersenyum dan membalas pesan itu dengan rasa malu dan juga sungkan.
"Tidak ada yang salah dari diri saya, hanya saja karena orang-orang hanya memandang nasab ketika meminang seorang wanita untuk anaknya, dia akan memikirkan nasab wanita itu. Hanya saja, berbeda dengan keluarga Gus yang malah melamar saya padahal ada banyak gadis lain yang nasabnya lebih jelas."
"Paketnya? Saya suka sekali terima kasih. Nanti saya juga akan mengirimkan paket ke Gus. Bisa minta alamatnya?"
...***...
Seorang pria yang memakai sorban dan jubah putih itu tersenyum di sofa kamarnya saat membaca pesan dari gadis yang sedang dia hubungi. Dia tampak menarik napasnya dan merasakan rasa tak percaya dirinya hilang, karena nyatanya gadis itu tak berubah dan tetaplah Adzadina Maisyaroh yang dulu, yang santun dan sederhana dan tak akan membanggakan dirinya sendiri.
"Kenapa aku harus memikirkan tentang nasab kalau aku tahu yang kunikahi adalah seorang gadis yang
baik? Nasab adalah pertalian keluarga antara hubungan darah, sementara kamu memilikinya hanya saja sudah dipanggil Allah lebih dulu. Apakah ada yang salah dari sana?"
"Mahal biaya pengiriman untuk mengantarkan paket kesini. Nanti saja kalau misalnya kamu datang kesini untuk menikah barulah kamu berikan padaku paketnya. Bagaimana?"
adza tersenyum di seberang sana.
"Baiklah kalau begitu, saya akan siapkan disini. Semoga kalau kita benar-benar berjodoh, kita bisa menjadi suami istri yang baik."
Azka ikut tersenyum membaca pesannya.
"Saya akan bicarakan dengan Abi mengenai tanggal pernikahan. Saya sudah menyiapkan tempat disini. Sebenarnya saya sudah menyiapkan tanggalnya antara 20 sampai 25 bulan ini tapi saya akan bertanya lagi pada Abi dan Ummi. Hanya saat ini saya memiliki waktu luang makanya saya berniat untuk menikahi kamu dalam waktu dekat. Untuk urusan pernikahan kamu bisa memberikannya pada Abi mengenai surat-surat yang akan lebih mudah dan selebihnya kamu hanya tinggal menunggu waktu kapan kalian akan terbang dan menemui saya disini."
"Maaf tidak secara langsung datang ke sana untuk menikah, saya belum bisa pulang karena masih harus terikat dengan pekerjaan dan juga pembelajaran yang harus saya lakukan.
Insya Allah dalam waktu 6 bulan kedepan kita juga akan bertemu karena nanti saya sudah lulus. Doakan pembelajaran saya berjalan dengan baik agar bisa lulus dengan cepat dan pulang ke negara kita."
Adza tersenyum dan mengangguk paham. Mendengarnya langsung dari Azka itu jauh lebih melegakan dan menenangkan hatinya daripada dia mendengar dari orang lain. Padahal dia belum mengenal pria ini tapi dia tidak ada niatan untuk meminta photonya karena dia berniat untuk melihat secara langsung wajah calon suaminya ini ketika nanti mereka bertemu.
Saat ini dia hanya tinggal menguatkan hatinya, semoga saja dia benar-benar sanggup menerima kenyataan bagaimanapun wajah suaminya itu nanti. Dia tidak boleh membandingkan orang lain dengan calon suaminya karena bagaimanapun juga semua ini karena musibah dan tidak ada yang ingin mendapatkan kecacatan di dalam dirimu hanya karena sebuah hal yang tak terduga.
"Kamu di sini nanti kurang lebih seminggu, mungkin kita tidak saling mencintai tapi semoga saja dengan hubungan LDR kita bisa mendekatkan hati kita masing-masing. Setelah selesai menikah nanti kita akan umroh bersama disini lalu kalau saya sudah pulang dari sini saya akan melakukan resepsi pernikahan di pesantren untuk kita. Jadi ... tunggu saya, ya? Saya juga menunggu kamu disini untuk ijab qobul."
tafadhol artinya silahkan (untuk laki2)
Ayo! Jangan sedih lagi. Cepat atau lambat bahagia sedang menantimu di depan.